Part 22

6.2K 437 7
                                    

Hallo para readers jangan lupa tinggal kan jejak vote dan komentar kalian, karena tanpa dukungan kalian @penaeni tak akan bersemangat dalam menulis cerita, selamat membaca semoga suka dengan cerita nya, satu hal lagi bijak lah dalam memilih bacaan,
Terimakasih.

💫💫💫💫

Cinta memang aneh,
Bermacam bahasa mampu di kuasainnya,
Namun hanya satu bahasa yang sangat rumit untuk di mengerti,
Yaitu bahasa hati,
Pun hanya mampu di rasa tanpa bisa di terjemah oleh kata,

Cinta memang aneh,
Hanya dengan bertatap mata,
Tanpa bibir berbicara,
Maka segala rasa cinta akan mampu tersampaikan,

Cinta memang aneh,
Hanya dengan diam,
Ia mampu mengerti,
Ia tak berkata,
Tetapi ia mendengar,
Hanya dengan memandang,
Ia mampu melihat.

~Arabelle~

❤❤❤❤❤

Seorang wanita cantik berjalan anggun memasuki gedung mewah, setiap mata memandang ke arahnya, bisik-bisik kecil terdengar oleh indra pendengarnya, namun bukan Arabelle jika peka dengan keadaan sekitarnya.

Arman hanya mengikuti dari belakang, langkah mantap Arabelle masuk ke lift kusus untuk menuju ke ruangan dimana Luciro sedang menunggunya.

Siang ini seperti permintaan Luciro bahwa meraka akan makan siang di kantor milik Luciro dengan membawa beberapa obat yang telah ia beli dari apotek sewaktu di perjalanan agar setelah makan Luciro bisa meminum obatnya.

Setelah sampai di depan pintu ruangan yang bertuliskan direktur, dengan perlahan Arabelle membuka pintu ruangan Luciro, ia melongokkan kepalanya dahulu, setelah melihat keberadaan Luciro, baru ia berjalan masuk menghampiri sang empu yang masih duduk dengan menyandarkan punggungnya di kursi, tangan yang bersedekap sembari memejamkan mata.

Lelah dan pucat nampak jelas terlihat di wajahnya, Arabelle berjalan tanpa suara menghampiri Luciro yang sedang terlelap, ia memandang wajah tampan Luciro, meski sedang sakit namun tak mengurangi ketampanannya.

Tangan Arabelle terulur menyentuh dahi Luciro memastikan bahwa suhu tubuhnya tak panas, karena terganggu oleh sentuhan seseorang perlahan kelopak matanya terbuka, begitu matanya terbuka sempurna, Luciro tertegun dengan wajah ayu yang ada di hadapannya.

Wajah mulus bersih tanpa noda, kulit seputih susu make up tipis nampak natural alis yang rapi dengan mata yang indah bulu mata lentik hidung mancung serta bibir tipis semerah ceri.

Tatapan mata mereka saling bertemu mengunci satu sama lain sebelah tangan Luciro menggapai tangan Arabelle yang masih memegang dahinya.

Arabelle yang tersadar lebih dulu nampak langsung salah tingkah hingga dengan reflek ia menarik tangan dari genggaman Luciro, rona merah muda terlihat jelas di pipi.

"A-aku hanya membantu mengecek suhu tubuh mu saja" Ucap Arabelle dengan terbata, seketika ia gugup, Luciro hanya menatapnya datar tanpa berkata, Arabelle bergegas menegakkan tubuhnya kembali lalu menjatuhkan bokongnya di sofa empuk yang ada di ruangan itu.

Luciro pun bangkit dan langsung ikut duduk di samping Arabelle, Arman masuk keruangan dengan membawa beberapa makanan, setelah menaruh makanan di meja Arman bergegas keluar karena tak mau mengganggu tuannya makan siang.

Mereka berdua pun makan siang dengan hening, setelah makanan mereka habis, Arabelle menyodorkan segelas air dan obat yang telah di bawanya tadi.

"Minum obat dulu?" Luciro hanya mengangguk dan meminum obat tersebut tanpa bertanya, sebegitu percayanya kah ia terhadap Arabelle, bagaimana jika obat yang Arabelle berikan adalah obat yang berbahaya, bahkan kemungkinan buruk adalah racun.

Namun memang Arabelle juga tak berniat untuk mencelakai Luciro,

"Jika sakit seharusnya kamu tak datang ke kantor" Keluh Arabelle yang tak suka melihat Luciro memaksakan diri nya.

"Kau mulai mengkawatir kan aku? apa kau sudah mulai jatuh cinta pada ku" Seperti biasa ia akan menjawab pertanyaan Arabelle dengan sebuah pertanyaan baru, tepat sasaran tebakan Luciro, namun Arabelle yang terlampau gengsi tak ingin mengakui bahwa ia sudah jatuh cinta padanya.

"Apa kau sedang bermimpi?" Ketus Arabelle, sebisa mungkin ia menyembunyi kan perasaannya dari Luciro, ia belum siap untuk mengungkapkan perasaannya, sedangkan Arabelle sendiri tak tau bagaimana perasaan Luciro terhadapnya.

"Hem jika kau sudah jatuh cinta katakan lah" Goda Luciro yang gemas dengan ekspresi Arabelle yang merona sekaligus sedikit salah tingkah.

Arabelle heran di kondisi Luciro yang sedang sakit ini masih sempatnya ia menggoda, apalagi dengan ekspresi datar dan tatapan tak terbaca itu.

"Huff....." Arabelle menghembus kan nafasnya.

"Sebaiknya kita pulang dan akan aku pastikan jika kamu beristirahat hari ini, ayo pulang" Arabelle menarik tangan Luciro yang masih betah duduk di sofa, badannya tak bergerak bahkan bergeser sama sekali.

"Aku masih harus mengoreksi berkas itu Elle" Menunjuk tumpukan kertas yang ada di meja kerja.

"Nanti saja, kamu istirahat dulu, nanti akan aku bantu mengoreksi berkas mu itu" Ketus Arabelle, ia sudah tak tahan melihat wajah Luciro yang semakin pucat, jika di teruskan sudah pasti Luciro akan tumbang.

"Jangan buru-buru Elle kita masih belum sah untuk berduaan di rumah" Karena kesal Arabelle memukul bahu Luciro sedang pemilik bahu pun terkekeh puas menggoda Arabelle.

"Mesum sekali pikiran mu itu" Dengus Arabelle kesal, tak habis pikir dengan wajah datar Luciro tak pantas untuk menggoda perempuan.

Langsung saja Arabelle memggeret Luciro untuk pulang ke mansion, Luciro harus istirahat agar tak tumbang dan tak menyusahkannya kelak.

Dengan berat hati meninggal kan berkas yang semakin menggunung, Luciro menuruti ke mauan Arabelle, karena selain tubuhnya butuh istirahat ini juga pertama kali Arabelle menunjukan peehatiannya.

Bersambung.....

PEMBALASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang