Part 27

5.3K 380 6
                                    

Jika bisa,
Biar aku saja yang menggantikan rasa sakit yang teramat,
Jika bisa,
Biar aku saja yang terbaring lemah,
Namun apa daya,
Itu bukan kehendakku,
Aku bukan pesulap,
Yang dengan ajaibnya bisa memindahkan sesuatu apalagi itu sebuah luka,
Aku bukan penyihir,
Yang dengan hanya membaca mantra dapat
menghilangkan luka di tubuhmu,
Nyatanya aku hanya wanita biasa, Yang hanya mampu melihat tanpa merasakan luka yang kamu rasa,

😢😢😢

Arabelle memamdang sosok pria yang terbaring di ranjang itu dengan pandangan yang berkabut, lelehan yang keluar dari matanya semakin deras, baru tadi siang dia melihat wajah dingin pria ini dari kejauhan, namun kini ia memandang wajah pria ini yang memucat, banyak alat medis yang menempel di tubuh kekarnya.

Sebuah rasa yang tak kasat mata mengoyak hatinya, melihat pria yang biasanya berdiri dengan gagah kini harus terbaring di ranjang rumah sakit. Tadi sore ia mendapat sebuh panggilan telvon dari kakek Danzo bahwa Luciro sedang kritis, Kakek Danzo belum menceritakan detail permasalahan yang membuat Luciro terluka.

Namun di lihat dari luka di tubuh Luciro sedikit banyak Arabelle tau bahwa ini bukan murni kecelakaan tapi ada yang sengaja ingin melenyapkan pria tampan ini. Arabelle menggertakkan gigi, amarah menyerang tanpa henti, beruntung pengendalian diri Arabelle bagus jika tidak pasti Arabelle sudah mencincang orang yang sudah berani menyentuh prianya.

"Ana cari tau tentang kejadian ini" Perintah Arabelle kepada Ana, Ana hanya mengangguk lalu ia bergegas keluar dari ruang rawat Luciro, membiarkan Arabelle sendiri menunggu Luciro yang terbaring lemah.

Arabelle hanya diam tanpa menoleh ke arah Ana yang melangkah pergi. Beberapa menit kemudian ia mengusap air mata yang berlinang di pipinya, ia melangkah menghampiri Luciro yang terbaring menutup mata, langkahnya berhenti tepat di samping ranjang, ia dudukkan pinggulnya di sebuah kursi lalu perlahan tangannya terulur menggenggam tangan luciro.

Tak puas dengan hanya menggenggam tangan saja, ia mulai meraba perban di dada Luciro, lalu beralih ke lengan Luciro, ada luka bekas jahitan di pelipis nampaknya cukup dalam, dan memar di sudut bibirnya. Tak kuasa rasanya melihat orang yang kita suka terbaring tak berdaya dengan wajah yang sudah lebam, Arabelle menenggelamkan wajahnya di tangan Luciro yang masih ia genggam, perlahan ia memejamkan mata.

Hari ini adalah hari yang panjang dan amat melelahkan bagi Arabelle, rentetan kejadian dari pagi sampai malam ini berputar jelas di kepala Arabelle, seribu pertanyaan bercongkol di kepalanya, namun ia tak bisa mendapat jawaban dari siapapun saat ini termasuk jawaban dari pria yang sedang lelap dengan damai. Arabelle hanya berharap nanti setelah ia membuka mata, Arabelle sudah dapat melihat Luciro terbangun dari tidur panjangnya.

Tak terasa Arabelle pun mulai tenggelam dalam alam mimpi yang hanya di temani oleh keheningan malam. Sedang di luar ruang rawat Luciro, Stevi sedang menangis dan menyalahkan diri sendiri, kalau bukan karena keegoisannya yang nekat menghubungi wanita gila itu untuk bekerja sama dengannya memisahkan luciro dan Arabelle mungkin Luciro tak akan berada di rumah sakit.

"Bisa jelaskan apa yang terjadi? " Tanya kakek Danzo setelah ia berdiam mengamati Stevi yang saat ini sudah sedikit tenang.

"Anastasya pelakunya" Jawab Stevi singkat ia masih mencari kata yang tepat agar tak menyulut emosi sang kakek.

"Lalu? " Tanya kakek Danzo ingin mendengar penjelasan secara rinci dari kejadian ini.

"Maaf kek ini semua salahku.. hik... hik... a-ku ingin memisahkan Arabelle dengan kak Ciro.. a-ku bekerja sama dengan Anastasya untuk membuat Arabelle cembur namun gagal, la-lu... hik.. hik... Anastasya tidak terima kak Ciro menolaknya... di-a.. dia mengancam akan melukai Arabelle... Anastasya melajukan mobilnya ke arah kantor Arabelle namun kak Ciro berhasil menghentikannya... da-n.. dan semuanya terjadi begitu saja... hik... hik... " Terang Stevi dengan tangis yang tadinya reda kini semakin menjadi.

Kakek Danzo mengepalkan tangan, ia menggertakkan giginya, sorot matanya tajam menghadap ke pintu ruang rawat Luciro.

"A-ku tak berniat mencelakai kak Ciro kek, aku hanya berencana memisahkan kak Ciro dan Arabelle dengan cara yang halus tanpa melukai siapapun, aku bersalah kek, ini di luar kendaliku, ampuni aku kek" Lanjut Stevi sembari memohon ampunan dari sang kakek.

Stevi menjatuhkan tubuhnya di dedapn kakek Danzo yang duduk di sebuah kursi tunggu yang ada di depan ruang rawat, Stevi menyatukan tangannya yang penuh dengan darah yang sudah mengering dan bergetar berharap kakek Danzo mau memaafkan kesalahannya, lalu memberi kesempatan untuknya berubah.

Darah yang sudah mengering adalah darah Luciro, Stevi yang saat itu cemburu memutuskan untuk membuntuti Anastasya dan Luciro, Stevi juga yang menolong Luciro saat Anastasya meninggalkan tubuh Luciro begitu saja tergeletak di lantai sebuah gedung kosong.

"Lusa kau langsung berangkat ke Australia dan menetaplah di sana jangan pulang ke Indonesia sebelum aku yang memanggilmu, aku akan terus mengawasimu, sekarang pulang lah dan urus keberangkatanmu segera" Tanpa melihat Stevi yang masih bersimpuh di kakinya kakek Danzo mengambil keputusan besar semoga ini yang terbaik untuk semuannya. Bagaimana pun Stevi juga cucunya walaupun tak ada darah keturunan Marquez yang mengalir ditubuhnya.

"Kek a-ku... "

"Pergi sekarang juga dari hadapanku" Sela kakek Danzo tanpa mau memberi kesempatan Stevi untuk berkata hanya sekedar membela diri atau bahkan menolak keputusannya.

"Baiklah... hik... hik... " Stevi berdiri lalu bergegas ia melangkahkan kaki untuk segera pergi dari hadapan kakek Danzo, tadinya ia ingin melihat kondisi Luciro terlebih dahulu namun ia urungkan karena Stevi tau kakek Danzo sedang mencoba mengendalikan emosinya saat ini, jika Stevi menolak perintah dan mengutarakan keinginannya pasti hukumannya akan lebih kejam dari pada ini atau bahkan kakek Danzo tak akan pernah melepaskannya hidup-hidup.

"Jon bantu Ana mencari keberadaan Anastasya lalu bawa dia ke markas entah dalam keadaan mati ataupun hidup" Perintah sang kakek Danzo kepada tangan kanannya.

Pria yang di panggil Jon hanya bisa mengangguk dengan muka datarnya lalu melangkah pergi dengan Ana yang mengekorinya.

Siapakah Anastasya sebenarnya ?

Bersambung.....

PEMBALASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang