Part 37

4.2K 304 8
                                    

Mendengar namanya di panggil Luciro yang tadinya akan berjalan ke arah kamar memutar balik arahnya guna menghampiri orang yang telah manggilnya.

Setelah sampai di hadapan sang kakek Luciro mencium tangannya lalu bertanya "Sudah malam, kakek belum tidur? "

"Belum, ayo ikut kakek, kita bicara di kamar kakek saja" Kakek Danzo berjalan masuk ke kamar lantai bawah di ikuti oleh Luciro. Di salah satu kamar yang ada di lantai bawah adalah tempat kakek Danzo beristirahat kala sang kakek malas ke lantai atas.

Maklum saja usianya yang sudah tidak muda membuatnya enggan untuk ke lantai atas padahal sudah tersedia lift untuk memudahkan sang kakek, kakek juga tak perlu bersusah payah menaiki tangga, lift itu di buat Luciro khusus untuk sang kakek dan demi keselamatan sang kakek juga.

Setelah sampai di kamar, Luciro duduk di kursi yang tak jauh dari ranjang sedang kakek Danzo duduk di ranjang sambil bersandar di kepala ranjang.

"Kakek kenapa belum tidur? " Tanya Luciro penasaran, tak seperti biasa jam yang sudah menunjukkan pukul 8 malam dan kakek Danzo masih belum tidur, biasannya setelah makam malam kakek Danzo akan berada di kamar dan beristirahat, kakek Danzo tak akan keluar kamar hingga pagi menjelang.

"Belum, kakek ngak bisa tidur, tadi kakek mendapat laporan dari markas katanya markas sempat di serang untung saja Marko dapat mengatasinnya" Jelas sang kakek, Marko adalah tangan kanan Luciro sekaligus teman Luciro sewaktu di luar negeri, Marko adalah salah satu anak didik kakek Danzo yang di percaya akan menjaga Luciro beserta markas mafiannya.

"Tenang saja kek, besok aku akan mengunjungi markas, akan ku pastikan bahwa markas akan baik-baik saja di bawah pengawasanku" Luciro berusaha meyakinkan kakek Danzo agar ia tak cemas berlebihan supaya tak berpengaruh pada kesehatannya.

"Kakek percaya kalau kamu bisa mengurus klan, hanya saja yang kakek khawatirkan adalah Elle, tadi siang Maria menemuinya bukan? Kakek takut, anak itu memang terlihat tangguh di luar akan tetapi hatinya sangat rapuh" Kakek Danzo menerawang, ingatannya di tarik ke masa lampau.

Saat itu kakek Danzo ingin menemui gadis yang telah membuat cucu kesayangannya itu memohon kepadanya, ketika mengamatinya dari jauh kakek Danzo paham mengapa sampai cucu kesayangannya ini memohon. Baru kali pertama itu cucunya rela merendahkan harga dirinya hanya karena seorang gadis.

"Kakek sudah tua jangan banyak pikiran percayakan saja semuanya ke Ciro" Jawab Lucuro tegas.

Kakek Danzo hanya memandang ke arah cucunya itu, ia masih tak menyangka bahwa cucunya sangat perduli padanya.

"Sudah lah mending kakek istirahat sekarang" Dengan nada yang tak ingin di bantah sama sekali, Luciro membantu sang kakek untuk merebahkan badanya ke kasur.

Setelah memastikan sang kakek tidur akhirnya Luciro berjalan perlahan keluar kamar, karena tak ingin mengganggu tidur sang kakek, ia membuka pintu kamar dengan pelan. Baru berjalan beberapa langkah dari kamar kakek ia sudah melihat seseorang dari dapur.

"Ngapain di kamar kakek? " Tanya orang itu dengan membawa sebotol minuman ia berjalan ke arah Luciro.

"Biasa kakek lagi ingin di temani tadi" Jawab Luciro seadanya, ia memandang wajah Arabelle sejenak lalu mengalihkan pandangannya ke arah botol minuman yang Arabelle pegang. Seakaan tau arti tatapan Luciro maka Arabelle menjelaskan sebelum lelaki di hadapannya ini bertanya

"Air minum ku habis jadi aku turun untuk mengisi botol"

"Aku ngak nanya" Jawab Luciro acuh lalu ia berjalan menaiki tangga, meninggalkan Arabelle melongo di tempat sambil menatap punggung Luciro yang berjalan pergi.

"Cepat naik lalu istirahat" Suara Luciro mengagetkannya, tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya dan pelahan bayanganny pun menghilang di balik tagga.

Setelah Arabelle bisa mengendalikan dirinya, ia mendengus kesal lalu ikut menaiki tangga sambil menggerutu, mengumpati Luciro diam-diam.

"Dasar kulkas, seenaknya aja, aku kan cuman memberi tahu jawaban dari tatapannya tadi" Gerutu Arabelle

Perasaan kesalnya pada Luciro tak ayal menggantikan rasa sedihnya karena Maria, sikap menyebalkan Luciro adalah candu tersendiri bagi Arabelle, tak lengkap rasanya jika sehari saja tak berdebat dengan Luciro.

Wajah datar dan sikap dinginnya di tambah dengan setiap kata menyebalkan yang bisa bikin tensi naik itu adalah hiburan bagi Arabelle. Mungkin Arabelle sudah terbiasa dengan kehadiran Luciro yang selalu mengganggunya dengan segala sikap pemaksanya itu.

Hingga jika sehari saja tak bertemu dengan wajah datar itu kesehariannya kurang lengkap, mungkin Arabelle mulai nyaman dengan kehadiran Luciro, atau bahkan Arabelle diam-diam bergantung dengan Luciro.

Menyandarkan hatinya yang rapuh, mempercayakan semuanya kepada lelaki itu. Bersamanya Arabelle merasa tenang dan tak akan kuatir dengan apapun lagi.

Baginya Luciro adalah lelaki yang bijak dan bertanggung jawab selama beberapa bulan tinggal bersama di mansion kakek Danzo,Arabelle tak melihat celah sedikit pun tentang keburukan Luciro. Bagaimana bisa ada lelaki sesempurna Luciro di dunia ini.

Dan bagaimana bisa ada lelaki tanpa celah bagai para pangeran di negeri dongeng, tak hanya tampan tapi baik, bijak sana, bertanggung jawab dan berkarisma. Ada daya pikat tersendiri yang membuat banyak wanita menggilai lelaki tampan yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu.

Dan Arabelle harus bersiap memasang pagar agar para wanita tak mendekat dan menggoda prianya itu. Ya prianya sebab Arabelle rasa ia sudah mulai jatuh cinta dengan Luciro, hanya saja Arabelle masih gengsi untuk mengungkapkannya.





Bersambung....

PEMBALASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang