"BUNDAAA!!"
Tas sekolahnya Alex lempar begitu saja saat baru menginjakkan kakinya di rumah namun sudah disuguhkan hal yang tidak pernah Alex pikirkan.
Alex berlari menuju ke arah Bundanya yang terkapar seraya memegangi perutnya kesakitan. "Bunda! Bunda kenapa Bundaaa...."
"A-Alex sakit...."
"Bunda tenang ya, Alex bakalan hubungin Ayah." Tangannya bergetar saat menekan nomor Ayahnya. Kini yang Alex harapkan hanya sosok Ayahnya.
"Alex... sakit. Perut Bunda sakit...."
Alex berdecak kesal tak kala nomor yang ia tuju malah tidak menjawab panggilannya. Alex merasa benar-benar hancur melihat kondisi Bundanya sekarang. Cowok itu menahan kepala sang Bunda dipangkuannya. "Bunda tenang ya. Alex bakalan bawa Bunda ke Rumah sakit. Bunda sama dedenya Alex bakalan baik-baik aja oke," ucap Alex bergetar.
Sekuat tenaga Alex menggendong Ara. Namun tetap saja tidak akan kuat, mengingat tubuh anak SMP harus menggendong Ibu hamil.
"Bundaa... Ayah di mana Bunda? Alex gak kuat gendongnya." Mata cowok itu berair, bingung harus melakukan apa sekarang, ia merasa gagal menjadi anak membiarkan sang Bunda kesakitan.
"Hu-hubungin Abang kamu Alex. Cepat, Bunda udah gak kuat lagi. Sakit banget Lex...." Nafas Ara tercekat saat rasa sakit itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya.
Bahkan Alex sampai lupa kalau ia punya seorang Abang. Dengan cepat Alex menghubungi nomer Raven, dan untung saja langsung diangkat oleh Raven.
"Halo, kenapa Lex?"
"Abang cepet ke sini, Bunda jatuh."
"Serius Lex? Gue pulang sekarang."
Alex mengusap rambut Bundanya yang menghalangi mata. "Bunda tetap terjaga Bunda, jangan pejamin mata."
"Bunda gak boleh kenapa-napa, Alex janji bakalan selalu jagain Bunda. Yang boleh sakit itu Alex, jangan Bunda...." Alex menggenggam tangan Ara yang sudah bercampur dengan darah. Alex sudah tidak kuat lagi melihat Bundanya. Dan ia kesal kenapa disaat seperti ini Ayahnya tak dapat dihubungi.
"LEX!"
"BANG RAVENN!" Alex berteriak keras. Raven segera berlari ke arah Bundanya, ia sempat terkejut melihat Bunda terkapar di lantai. "Bunda kenapa Lex?"
"Abang bawa Bunda ke Rumah sakit sekarang. Kasihan Bunda Abang, dia kesakitan."
Raven mengangguk cepat. Ia membopong tubuh Bunda Ara dalam gendongannya. "Lex ambil kunci mobil. Cepet."
***
Suara langkah kaki terdengar di telinga kedua cowok yang tengah khawatir menunggu sang Bunda yang sedang di tangani oleh dokter di dalam ruangan.
Alex mendongak, matanya memerah saat melihat Ayahnya sudah datang setelah beberapa kali ia hubungi. Namun raut Arya begitu dingin.
"Ayah!" teriak Alex.
Plak!
Pipi Alex memanas saat Arya melayangkan tamparan di sana. Ini baru pertama kalinya seoarang Arya menampar darah dagingnya sendiri. Alex yang selama ini terkenal selalu dimanja mendapat tamparan di pipi kanannya hingga membekas merah.
Sorot mata itu melihatnya begitu kecewa. Alex hanya dapat diam tak mengerti. "Kenapa Ayah?"
"Kamu sengaja bikin Bunda kamu celaka Alex? Iya?" tekan Arya sudah benar-benar lelah.
"Gak Ayah. Bukan Alex. Alex temuin Bunda udah jatuh di lantai sambil kesakitan." Alex menggeleng membela dirinya sendiri. Entah kenapa Ayahnya bisa berpikiran seperti itu pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN [END]
Teen Fiction⚠️⚠️⚠️ Bagi Alsava, Raven itu aneh. Dia seperti 32° Fahrenheit ke Celsius. Yang dulu rasa pedulinya 32 derajat Fahrenheit, sekarang berubah menjadi 0 derajat Celsius. Hingga Alsava dipertemukan dengan Shaka, si cowok dingin yang berhasil membuat Als...