Diketik 4500 kata
***
"Lahhh jadi selama ini lo satu kampus sama Alsa? Kok gak ngabarin gue?" tanya Gema.
"Gue aja baru tau hari ini kalo Alsa satu kampus sama gue. Dia sengaja tuh pake nama lain, nama orang yang gak gue suka selama ini ternyata si Alsa," jelas Raven. Alsava tertawa kecil mendengarnya.
"Itu emang nama asli gue Ven. Tapi gue tetep pake nama Alsava karena lebih suka aja gitu," jelas Alsava.
"Terus? Kenapa di kampus panggilnya Starla? Kan gue jadi gak ngenalin lo Al," dengus Raven.
"Experiment," jawab Alsava santai.
Raven baru mengingat sesuatu. "Oh iya, ada hal yang mau gue tanyain ke lo Gem. Kenapa tiba-tiba lo sama Alsa bisa jadi kembaran? Sejak kapan? Dan kenapa pergi ke Bandung? Tanpa ngabarin gue segala."
"Lo tanya sejak kapan? Ya sejak gue dan Alsa lahir lah. Tolong Ven, kalo goblok jangan goblok banget deh," cetus Gema.
Raven tersenyum heran, masih banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan. Namun sepertinya Raven harus menahan semua ini. Yang terpenting sekarang, ia sudah bertemu kembali dengan Alsava.
"Jadi? Lo bakalan tinggal selamanya di Bandung Al? Gak akan kembali ke Jakarta?"
Alsava menggeleng pelan. "Sorry Ven, tapi sekarang rumah gue di sini."
Gema yang sadar pun berdeham. "Tapi kalo lo mau main ke Jakarta boleh kok Al, emang lo gak kangen sama teman-teman lo yang di sana? Gue izinin. Tapi janji jaga diri baik-baik."
"Sumpah! Lo ngizinin gue Bang?!" Reflek Alsava berdiri, ia memeluk Gema dengan senang. Alsava pikir, Abangnya gak akan izinin dia balik lagi ke Jakarta.
"Coba kasih gue alasan, kenapa gue gak harus ngizinin lo ke sana? Ingat atau tidak, dulu tempat tinggal lo juga di sana. Jadi ya... jangan dilupain." Gema berujar.
Alsava tersenyum senang. Ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Sungguh, Alsava merindukan Jakarta, semua tentang mereka. Teman-teman serta beribu-ribu kenangan berbagai rasa.
"Mau ke mana?"
Raven mendongak saat mendengar suara seseorang. Ia cukup terkejut melihat lelaki seumuran dengan Ayahnya. Ya Raven sudah mengenal dia, tapi tetap saja kaget.
"Loh Shaka? Kamu di sini?"
Raven menyalami tangan Raga. Ia tersenyum kecil, kemudian berujar, "Saya Raven Om. Bukan Shaka."
Jelas Raga kebingungan dengan ucapan Raven yang tidak dapat ia mengerti. Setahunya, Raven ialah anak dari Arya. Dan cowok di depannya yang ia kenal itu Shaka, bukan Raven. Wajah Raven tidak seperti ini.
"Shaka kamu bicara apa." Raga tertawa kecil, ia menganggap ucapan Raven hanya lelucon.
"Ayah, dia benar Raven. Emangnya kenapa?" Gema menambahi.
"Waktu pertama kali Om ketemu saya. Saya memang Shaka saat itu, karena ada orang jahat yang celakai saya sampai buat saya lupa ingatan dan berubah wajah," jelas Raven.
Raga terdiam. Ia masih belum dapat mengerti semua ini. "Jadi? Kamu anak kandung Arya dan Ara?"
Raven mengangguk. "Iya. Om kenal orang tua saya?"
Raga melirik Alsava. Putrinya memiliki hubungan dengan anak yang orang tuanya pernah bermasalah dengan dirinya. Lalu, sekarang Raga harus apa? Apa mungkin melarang Alsava untuk bertemu lagi dengan Raven, atau membiarkan hubungan keduanya berlanjut tanpa adanya restu?
KAMU SEDANG MEMBACA
RAVEN [END]
Teen Fiction⚠️⚠️⚠️ Bagi Alsava, Raven itu aneh. Dia seperti 32° Fahrenheit ke Celsius. Yang dulu rasa pedulinya 32 derajat Fahrenheit, sekarang berubah menjadi 0 derajat Celsius. Hingga Alsava dipertemukan dengan Shaka, si cowok dingin yang berhasil membuat Als...