46. TERULANG KEMBALI

3.9K 710 666
                                    

"Kenapa Ven?"

"Celaka, Alsava dalam bahaya."

Raven segera berdiri. Menyambar jaketnya membuat Arkan kebingungan. Namun ia langsung konek saat Raven menyebut nama Alsava. Dari rautnya saja sudah jelas bahwa Alsava sedang tidak baik-baik saja.

Raven mencoba menelfon nomer Alsava kembali. Namun tidak ada jawaban. Hingga ketiga kalinya terjawab, namun bukan suara Alsava melainkan suara lelaki.

"Halo Raven. Di mana Bunda kamu yang jagoan itu? Sudah lama sekali saya tidak bertemu dengan dia? Apa masih hidup?"

Emosi Raven memuncak. "Siapa lo??"

"Hmm... coba tanyakan pada Bundamu. Pasti dia mengenal saya. Bukan begitu Ara?"

Raven berbalik, baru menyadari keberadaan sang Bunda dan Ayahnya. Kini mereka berdua sudah mendengar semuanya. Ara mendekati Raven, merebut ponsel itu. Ia mengenal suara itu.

"Alsava dalam bahaya. Tidak mungkin kan kalian biarin dia jadi korban selanjutnya?"

"Brengsek lo Gery! Sekali gue bertindak, lo gak akan bisa bernapas lagi." Ara langsung mematikan pangilannya. Ia mengepalkan tangan emosi, menarik tangan Arya. "Aku bakalan bales semuanya Arya."

Raven dan Arkan saling pandang. Mereka berdua tidak mengerti apa-apa karena tidak tahu masa lalu Ara dan Arya.

Dan Gery? Siapa itu? Namanya cukup asing di telinga Raven dan Arkan.

***

Pandangan Alsava mengabur. Ia tidak cukup jago melawan Om-om di depannya yang bermain dengan senjata. Alsava seakan-akan disiksa hingga kepalanya dibenturkan.

"Ayah cukup!"

Gio menghentikan tindakan Ayahnya yang tengah menjambak rambut Alsava. Gery dan Rai menaikan alis seraya tersenyum miring. "Kenapa kamu menghentikan Ayah kamu sendiri? Udah berani?"

Gio menahan emosinya. "Di sini Alsava gak salah apa-apa. Kenapa kalian nyakitin dia?"

"Salah Alsava dekat dengan keluarga Ara. Dengan itu kita jadikan umpan agar Raven datang ke sini? Kenapa kamu tidak suka? Atau jangan-jangan kamu mencintai gadis ini?"

"Enggak." Gio menggelengkan kepala.

"Yaudah jangan ganggu Ayah. Dengan Alsava yang banyak luka, itu akan semakin membuat Raven marah bukan?"

Gery tersenyum miring. "Kenapa kamu gak teriak kesakitan?"

"Kenapa Alsa harus teriak kalo gak bisa rasain sakit?" Ucapan Alsava cukup membuat ketiganya terkejut. "Kamu bercanda?"

"Iya bercanda sih, biar gak tegang-tegang amat ngadepin orang tolol kek lo semua," tutur Alsava santai.

Terdengar suara mesin mobil dari luar. Gery dan Rai segera bersembunyi agar Ara dan Arya tak mengetahui keberadaannya terlebih dulu. Mereka sudah merencanakan ini sejak lama.

Suara langkah kaki terdengar seperti tengah berlari. Raven berlari kalap mencari keberadaan Alsava, sedangkan Arkan, Ara, dan Arya menyusul dari belakang.

Namun tidak ada siapapun di sini. Hanya ada Alsava dengan kondisi yang memprihatinkan, kedua tangan di ikat dan penampilan yang kacau dengan bercak darah.

"Alsa!"

"Raven, gue udah bilang gue gapapa. Jangan ke sini, kenapa lo ke sini dan ajak orang tua lo juga sih hah?" geram Alsava.

Raven melepaskan tali di tangan Alsava. "Terus gue biarin lo celaka gitu aja?" Raven menangkup kedua pipi Alsava. "Dengerin gue. Gue gak mau kehilangan orang yang gue sayang untuk kedua kalinya."

RAVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang