38. MENCARI TAHU

3.1K 641 395
                                    

3 hari berlalu. Ara sudah boleh pulang ke rumah. Kondisi wanita itu belum stabil, kadang masih suka melamun dan menangis tiba-tiba. Namun sekarang sudah jauh lebih baik daripada kondisi Ara yang sebelumnya.

"Bunda. Ayo makan, biar Alex yang suapin."

Arya melirik Alex yang begitu perhatian membawakan bubur ke dalam kamar. Kini Arya juga menemani Ara, meski pahit, namun Arya harus bisa menerima kenyataan ini. Ia juga bersalah atas semua yang terjadi. Arya terlalu stres memikirkan kantor hingga lalai dalam menjaga keluarga. Bahkan sampai Alex menjadi pelampiasan emosinya.

"Bunda jangan sedih terus. Alex gak suka liat Bunda sedih gitu." Alex naik ke atas kasur. Ara tersenyum tipis. Harusnya ia sadar bahwa masih memiliki Alex dan Raven yang akan selalu menjadi kekuatannya. Namun Ara merasa Raven tidak terlalu memedulikan dirinya, malah Alex yang selalu memperhatikan Ara.

"Alex, Abang kamu di mana?" tanya Ara dengan suara pelan karena terlalu sering menangis.

"Abang gak pulang ke rumah Bun. Mungkin kumpul sama teman-temannya di markas."

"Alex, Bunda ngerasa aneh sama Abang kamu. Dia seperti orang asing bagi Bunda," lirih Ara saat hatinya kembali sesak.

Alex hanya menanggapi dengan senyuman tipis tanpa tau harus membalas apa.

Sedangkan Arya tengah fokus mencari tahu informasi tentang Bara. Lelaki yang sedari dulu menjadi musuh Arya hingga sekarang.

"Aldebarai Rezvan Arrayan memiliki putri bernama Asleena Aldebarai," gumam Arya seraya mengerutkan keningnya. Mengapa nama itu tampak tidak asing di telinganya? Asleena? Seperti ada yang pernah menyebut-nyebut nama itu.

Arya berbalik melihat Alex yang tengah menyuapi Ara. "Lex, Ayah mau tanya sama kamu."

Alex mendongak. "Iya Yah, tanya apa?"

"Pacar kamu namanya Asleena?"

Alex mengangguk pelan.

Sudah diduga. Tangan Arya terkepal kuat. Ia bangkit dari kursi kerjanya. Kemudian menyambar kunci mobil. "Lex titip Bunda bentar. Ayah ada kepentingan."

***

"Gue mau bicara sama lo." Raven menaikan alisnya melihat Arkan yang kini menatapnya dengan datar. Tumben sekali cowok itu ingin berbicara dengan dirinya. Raven mengangguk mengiyakan. Membuang potong rokok yang entah sejak kapan cowok itu hisap.

Keduanya memilih naik ke atas. Di mana ada satu ruangan pribadinya. Kini hanya ada mereka berdua yang saling beradu tatap.

"Kenapa?" Raven bertanya.

"Dari mana lo dapet kalung itu." Raven menunduk saat Arkan melirik kalung yang melingkar di lehernya. Cowok itu mengernyitkan keningnya heran. "Loh, inikan dari Bunda."

Arkan menaikan alisnya, ia tersenyum miring. "Kenapa baru ada di lo beberapa bulan ini?"

"Ya baru gue pake sih."

"Kenapa lo gak suka pedas lagi Ven?"

"Kenapa lo banyak tanya?" ucap Raven heran. Biasanya Arkan hanya berbicara sepatah kata saja. Arkan berbisik, "Dan sejak kapan lo ngerokok?"

Melihat wajah Raven yang tegang membuat Arkan tertawa kecil. "Santai. Oh iya, mendingan lo pulang ke rumah aja. Emang lo gak khawatir sama kondisi Bunda lo? Putra mana yang kumpul di markas sedangkan Bundanya sedang hancur?"

"Oh iya satu lagi. Lo gak perlu ngarepin Alsava lagi. Karena dia udah jadi milik Shaka. Mungkin lo baru tau kan?"

Arkan pergi meninggalkan Raven yang terdiam dengan tangan terkepal. Ia tahu maksud Arkan apa.

***

Tok tok tok!

"Iya bentarrr! Gak sabaran banget gue bakar nih pintu!"

Alsava berlari ke bawah saat terdengar suara bel rumah yang ditekan beberapa kali hingga membuat dirinya jengah.

Ceklek!

"Halo Alsa."

"Gema?! Ternyata looo?!" Gema tertawa saat Alsava melayangkan pukulan pada bahunya. Cowok itu masuk begitu saja setelah berhasil membuat Alsava kesal karena mengacak-ngacak rambutnya.

"Rumah lo sepi amat," ujar Gema menelisik seluruh penjuru ruangan.

Alsava melangkah mendekat, memutar bola matanya malas. "Iyalah sepi. Orang gue tinggal sendirian."

"Oh emang orang tua lo kemana?" Kini giliran Gema yang mengintrogasi Alsava. Cewek itu tampak enggan menjawab. "Kenapa?"

"Mati. Ekh maksudnya meninggal."

Gema sedikit terkejut mendengarnya. Ia mengusap punggung Alsava pelan mencoba menenangkan perasaan cewek itu. Alsava menyalakan telivisi untuk meredakan keheningan.

"Mereka kecelakaan waktu gue kecil. Sedih kalo diinget-inget."

"Maaf udah buat lo kembali ingat masa kelam lo."

"Gapapa ah. Yaudah ngapain dibikin sedih mulu. Orang tua gue gak akan suka kalo gue sedih."

"Kalung lo bagus ya. Cantik kek yang pake." Gema mencoba mengalihkan pembicaraan. Alsava menunduk. "Iyalah bagus. Kata Bunda, udah ada sejak gue bayi nih kalung. Gaboleh di lepas lagi."

"Ekh iya, ngapain lo ke sini? Tumben banget dah."

"Mau ngajak jalan-jalan nih keluar. Mau gak?"

"Ihhh sumpahhh? Mau lahhh!" Alsava memikirkan Shaka. "Ekh tapi bentar. Gue izin dulu ke Shaka."

"Dih bucin."

"Enggak bucin. Ntar kalo dia nyariin gue kan berabe."

"Emang lo penting bagi Shaka?"

"Pentinglah!"

"Iyadeh nyonya."

***

Brakkk!

Shaka menghentikan laju motornya saat melihat tabrakan tepat di depan matanya. Pengendara motor itu terpental hingga wajahnya terlumuri oleh darah.

Seketika warga banyak berdatangan untuk menolong korban dan membawanya ke Rumah sakit.

Wajah Shaka seketika pucat pasi. Cowok itu bahkan hampir oleng saat kepalanya kembali merasakan sakit. Sesegera mungkin Shaka bergegas untuk pulang ke Apartemennya.

Beberapa kali pandangannya kabur saat memasuki Apartemen. Lagi-lagi kepalanya merasa begitu sakit, seakan ada yang memukulnya.

Shit!

Brak!

"Bunda...." Perlahan mata cowok itu tertutup rapat saat darah mulai mengalir menutupi seluruh wajahnya.

"Arghhh!" Shaka memegangi kepalanya yang semakin berdenyut sakit.

Prang!

Vas bunga itu pecah karena tersampar tangan Shaka. Cowok itu berusaha mencari pegangan untuk menopang tubuhnya hingga akhirnya Shaka jatuh tak sadarkan diri.

***

Bentar lagi Raven ending pren hueee. Antara senang dan sedih aing

Part terpendek cuman 850 kata. Sorry. Tapi ntar up tiap hari kok kalo bisaa nih. Tetep ramein ya

APA YANG KAMU PIKIRKAN JIKA MENDENGAR NAMA SHAKA?

KIRA2 ARYA BAKALAN KEMANA?

KIRA2 RAVEN ENDING DI PART BERAPA?

SPAM NEXT BESOK!

Senin, 6 September 21
-Ree

RAVEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang