42 | Kepedulian

14 2 1
                                    

Namanya selalu terucap dimana mana, segala jenis perkataan selalu ia dengar dengan menyebutkan segala sifat dan sikap nya. Anela berusaha tidak mendengarnya walau gadis itu bisa sangat jelas mengetahui semuanya.

Anela masuk kedalam kelas nya lalu menyembunyikkan wajahnya di lipatan tangannya. Vania memeluk gadis itu dan Raphael mengusap kepalanya perlahan.

Baru saja Anela ingin mulai menyapa kedua sahabatnya ini, tiba tiba saja Melisa datang dengan wajah sinis nya serta tatapan tajam yang mengarah kepada Anela.

"Lo pasti gak nyangka kan? Temen lo ternyata pembohong." ucapnya sinis sembari mengarahnya ucapan itu ke arah Vania.

Vania terkekeh sinis saat mendengarnya. Vania yang sebenarnya telah muncul kembali, gadis itu menatap tajam ke arah Melisa dengan tatapan tak kalah tajam nya. "Kata siapa?"

"Gue udah tau semuanya kok." jawabnya dengan wajah yang merasa menang sembari mendekatkan dirinya ke arah Melisa.

Vania yang selalu terlihat lembut dan ceria di hadapan Anela akan berubah menjadi sinis dan tak pernah peduli dengan apapun jika ia dihadapkan dengan sesuatu yang sangat ia benci itu. Hidupnya telah cukup diganggu oleh Melisa, sahabat nya tidak harus merasakkan hal yang sama dengan apa yang selalu Melisa lakukkan menggunakkan kekuasaannya.

"Lo pasti bohong?" tanya Melisa tak kalah sinis. Para murid yang berada disana mulai tak menyangka saat melihat adegan ini. Bagaikan adegan pergengkaran yang selalu mereka lihat di layar lebar.

"Buat apa? Gue bukan lo yang suka bohong Mel!"

"Lagian, Anela bohong karena dia gak mau bikin sekolah gempar karena temenan sama orang yang 'dikenal' di sekolah ini. Beda sama lo yang sengaja ngasih tau orang biar ikut 'dikenal' disini." ucap Vania sembari menekan kata 'dikenal' di setiap ucapannya.

Vania terkekeh sinis, "Lo juga bohong sama Orang tua gue kalau lo sama gue deket di sekolah, buat apa? Oh, buat perusahaan keluarga kita kerja sama nya lancar? Percuma, orang tua gue gak mandang orang dari luar Mel,"

"Tutup mulut lo ya Van!" kesal Melisa sembari menunjuk jari telunjuk nya ke arah Vania yang membuat Raphael kesal dan menarik kekasihnya itu ke arah belakang.

"Mending lo pergi deh Mel! Malu maluin diri sendiri kan lo?!"

Melisa menghela nafasnya kasar, "Lo semua kenapa sih?! Kasta Anela tuh gak sama kaya kita! Dia bohong sama lo berdua!"

"Gue gak peduli! Pergi!" bentak Raphael yang berhasil membuat satu kelas ketakutan. Melisa menghela nafasnya kasar, ia kesal dan marah.

Rasa benci terhadap Anela semakin besar, ia benar benar ingin menghilangkan orang yang kini dibela oleh kedua orang didepannya ini. Melisa benar benar sangat membencinya.

"Fuck!" gadis itu keluar dari kelas sembari mengeluarkan segala omelan buruk nya.

Vania menghampiri Anela yang sudah menahan tangis nya itu, gadis itu kemudian mengusap punggung Anela memberikkan ketenangan sementara. "Maaf, gue bikin perasaan lo makin gak enak." ucap Vania kepada Anela.

Anela menganggukkan kepalanya, ia tersenyum sangat tulus yang membuat kedua orang itu terkagum saat melihatnya. Anela si gadis cantik yang selalu membuat orang menyukai nya walau gadis itu sedang dalam kondisi apapun.

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang