23 | Cerita Syifa

77 5 0
                                    

Segelas teh yang disajikan panas kini sudah mulai mendingin dengan ditemani suasana canggung dan saling terdiam sedari tadi.

Daren yang biasanya bebas dan mudah untuk mencari sebuah topik menjadi terdiam bagaikan anak kecil yang sedang melakukkan kesalahan. "Maaf, gue minta maaf sama lo," ucap Daren sembari menatap mata Anela tulus.

"Minta maaf buat apa? Gak ada yang salah disini." balas Anela dengan senyuman kecil yang dipaksakan. "Gue deketin lo padahal gue udah punya pacar. Mungkin lo ngerasa gak nyaman sama gue sekarang, gue minta maaf."

"Lo gak pernah bilang kalau punya pacar kan? Gak bilang juga kalau niat lo mau deketin gue. Yang sering lo bilang cuman mau jadi temen gue dan bantuin gue keluar dari perasaan lama gue, lo gak salah,"

Mereka kembali saling terdiam. "Maaf, aku juga minta maaf." ucap Syifa tiba tiba yang membuat kedua tatapan manusia itu kembali ke arah nya.

Anela dan Daren menggelengkan kepalanya. "Ini kenapa jadi acara maaf maaf an sih? Udah ya." ucap Daren sembari mengusap kepala gadis nya itu. "Gue jelasin semuanya sama lo sekarang La." ucap Daren yang langsung dianggki cepat oleh Anela.

"Tapi agak becanda dulu boleh gak nih? Tegang banget suasananya." Daren tertawa dengan terpaksa lalu menepuk tangannya sekali sembari bangkit dari duduknya.

Anela dan Syifa pun ikutan menenangkan diri mereka masing masing, mencoba mengobrol untuk kembali menghangatkan suasana. Setelah dirasa cukup untuk memulai ke topik inti, Daren mendekatkan jarak duduknya dengan Syifa dan juga Anela.

"Pertama, gue masuk ke sekolah yang sekarang karena kena kasus berantem parah, sampai terus menerus dapet surat peringatan dan berakhir di keluarin. Sekolah lama gue adalah sekolah negeri, yang ngebuat berbagai macam sifat orang baru gue pelajari."

"Dari kecil, gue selalu sekolah di swasta, sekolah elit kaya sekolah kita sekarang. Karena penasaran aja sih gue jadi masuk ke negeri. Akhirnya, gue ketemu sama Syifa, orang nya persis sama kayak lo kalau baru kenal sama orang baru La." Daren menghela nafasnya panjang lalu menatap Anela dengan tatapan tulus nya lalu tersenyum kecil ke arah Syifa.

Lelaki itu kemudian menggenggam lengan Syifa erat. "Kasus nya sama kaya lo. Suka sama sahabat sendiri, tapi kayanya Syifa dapet kesialan yang lebih karena sahabatnya malah celakain dia dan lebih memilih pacarnya. Gue gak mau lo sama kaya gini La."

Anela jelas terkejut saat mendengarkan semua kalimat yang keluar dari mulut Daren, apalagi kalimatnya yang terakhir. Selama ini, Fabian juga enggan untuk memperkenalkan dirinya di luaran, bahkan sangat mementingkan Melisa dibandingkan dengan keluarga yang selalu lelaki itu jadikan prioritasnya.

Tidak mungkin jika kasus Syifa akan sama dengan takdir Anela nantinya bukan? Jujur saja, gadis itu sangat takut. Bukan karena tahu jika ia akan lebih terluka, tapi takut membuat hubungan keduanya lebih hancur tak tersisa.

"Gue gak akan ngelarang lo buat jatuh cinta sama sahabat sendiri, tapi lo juga harus tau kalau Fabian udah punya pacar sekarang. Gue tau hati lo pasti sakit,"

"Jujur aja, setelah gue liat banyak kesamaan antara lo dan Syifa, gue jadi pengen jagain lo. Gue mohon La, lupain Fabian ya? Gue takut lo kenapa kenapa." ucap Daren sembari menatap ke arah Anela penuh harap.

Sedari kecil, Daren selalu mengalami hal hal yang tak seharusnya anak kecil alami. Perselingkuhan, perkelahian rumah tangga, perceraian, pengkhianatan, dan yang lainnya selalu menjadi makanan Daren di setiap waktunya.

Setelah Daren bertemu Syifa saat itu, mereka banyak mengobrol tentang bagaimana kita seharusnya menyikapi lingkungan luar. Jangan pedulikkan apapun, jika memang ingin selalu merasa aman dan nyaman. Memanglah sikap itu tak benar sepenuhnya, namun Daren selalu merasakkan sakit dan kelelahan jika berusaha peduli dengan sekitarnya.

Anggap saja, jika dunia ini adalah sebuah tempat bermain yang harus dibuat menjadi asik. Walau akan banyak masalah hidup di dalamnya, jika kita bisa membuat hari itu menjadi hari bahagia, pasti semua bisa dengan mudah dilewatinya.

Daren mulai ikut campur dalam urusan orang lain setelah Syifa hanyalah kepada Anela. Ia takut lebih tepatnya. Daren lelah jika harus terus menerus dipertemukkan dengan suatu masalah yang seharusnya masih bisa untuk dihentikkan. Ia takut jika Anela harus merasakkan pahitnya dunia sama seperti apa yang Syifa dan dirinya alami saat ini.

"Gue tau sih, ini pasti lebay banget. Tapi gue serius La." ucapnya lagi sembari menatap Anela penuh yakin. Anela menghela nafasnya panjang, ia bingung harus merespon apa.

"Daren, boleh gak aku jalan jalan sama Anela di kamar aku?" izin Syifa tiba tiba. Daren menghela nafasnya panjang lalu kemudian bangkit dari duduknya dan langsung meninggalkan kedua gadis itu disana.

Syifa tersenyum manis ke arah Anela, "Boleh tolong bantuin bawa ke kamar gak?" Anela menganggukkan kepalanya pelan lalu berjalan ke kamar Syifa.

Kamar yang dipenuhi warna merah muda dan putih, keadaan yang sangat rapih, dan terdapat foto Daren bersama Syifa dengan senyuman lebar mereka di meja belajar nya.

Anela duduk di sofa depan kasur milik Syifa lalu membantu Syifa juga untuk duduk disana. Mereka kini telah saling berhadapan. "Anela, kaget ya pasti? Tiba tiba dikasih tau hal hal yang pasti kamu juga gak mau denger, apalagi Daren ngelarang kamu buat jatuh cinta. Jahat kan?" Syifa tersenyum manis ke arah Anela.

"Gak apa apa kok. Mungkin Daren emang punya niatan baik sama aku." balas Anela yang juga tersenyum manis ke arah Syifa.

"Daren cerita sama aku, katanya ada perempuan namanya Anela. Jurusan ekskul jurnalistik, dan orangnya cuek banget. Daren bilang, orangnya mirip sama aku, dingin, cuek, tapi perhatian sama orang terdekatnya."

"Aku juga sama, punya satu sahabat cowo. Namanya Hardian. Dia temen deket aku waktu SMA." Syifa tiba tiba saja menatap ke arah Anela penuh tanya. "Kalau kamu sama Fabian? SMA juga? Atau kapan?" tanya nya.

Anela tertawa kecil melihat tingkah laku Syifa yang menggemaskan, pantas saja Daren bisa jatuh cinta kepada gadis di depannya ini. "Ah, dia temen kecil aku Syif, dari masih bayi. Orang tua aku sama dia sama sama pindah ke komplek perumahan yang sama, tetanggan, dan juga samaan lagi ngandung. Makannya deh temenan dari masih bayi."

Syifa menganggukkan kepalanya mengerti, "Gemes." ucapnya dengan senyuman lebar milik gadis itu. "Makasih," balas Anela.

"Aku lanjut boleh ya La?" tanya Syifa lagi yang dijawab anggukkan santai dari Anela.

"Waktu itu, dia perhatian banget. Waktu sakit dia yang bantu obatin, mau pergi juga dia yang anterin, kalau bosen dia yang temenin, dan kalau takut pasti dia yang jagain. Kita gak punya rasa apapun tadinya, aku cerita sama dia tentang cowo, begitupun sebaliknya."

"Hardian tiba tiba cerita, ada perempuan yang bikin dia tertarik banget. Ternyata waktu Hardian sama perempuan itu, dia makin berubah kaya orang yang sama sekali aku gak kenal. Nakal. Disitu aku sadar kalau aku sayang sama dia, pengen jagain dia, dan selalu sama dia. Dengan keberanian yang susah buat didapetin, akhirnya aku bilang kalau aku suka sama dia, tapi balesannya cuman makian." Syifa tersenyum tipis dan matanya mulai berkaca kaca.

Anela yang melihat hal itupun mulai memegang lengan Syifa lalu menenangkan gadis itu. "Hardian katanya dipukulin orang karena masalah sama pacarnya. Disitu aku dateng, tapi malah kecelakaan yang ngebuat aku gak bisa jalan kaya gini lagi La. Bukannya di tolongin, aku malah terus di kata kata in. Sedih rasanya, tapi masih sayang."

Syifa membalikkan tangannya sehingga kini gadis itulah yang menggenggam lengan Anela erat. "La, kalau orang yang kamu suka emang gak ada rasa buat kamu, tinggalin ya? Emang bakal ada kesempatan buat bikin rasa dia ada buat kita, tapi itu masih perkiraan, bukan kenyataan. Kalau perkiraannya salah, gimana?"

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang