Mampus lo. Clarissa menyeringai
"Berhubung itu adalah kejadian lama, jadi gue agak lupa-lupa inget. Tapi, gue inget banget kalo lo ngambil dot Hello Kitty gue, Nyet. Gue cari ke mana-mana tuh dot, tapi gak ketemu. Lo ke manain tuh dot, ha? Bilangnya minjem doang, tapi gak dibalikin lagi. Mau belajar maling sejak dini, lo?" Ucap Clarissa sedikit emosi ketika mengingat kejadian di mana Sakti mencuri dot Hello Kitty kesukaannya.
"L-lo b-beneran Axelia? A-Axelia temen masa kecil gue?" Tanya Sakti terbata-bata.
"Iyalah. Gue beneran Axelia, makanya gue berani datang ke sini." Ucap Clarissa, kemudian memutar bola matanya malas.
"K-kok lo bisa ada di tubuh si Clarissa? Terus si Clarissa gimana? Nanti lo balik ke tubuh lo gimana? Lo gak mungkin di sini terus, kan?" Tanya Sakti secara bertubi-tubi.
"Yehhh satu-satu njir, gue bingung jawabnya!"
"Oke. Gimana ceritanya, lo bisa transmigrasi kayak gini, itu kan gak masuk akal banget?" Tanya Sakti penasaran.
Clarissa menghembuskan napasnya panjang. "Gue juga gak tau. Waktu itu gue kan pulang main sama temen-temen gue, terus gue tidur tuh. Ehh tiba-tiba gue udah ada di rumah sakit. Gue pikir waktu itu gue diculik sama penjahat, terus organ gue mau dijual. Tapi, ternyata gue transmigrasi kayak gini." Ucap Clarissa.
"Terus si Clarissa gimana? Dia gak kenapa-napa, kan?"
"Gapapa, cuma mati doang." Jawab Clarissa santai.
"Serius njir!"
"Gue serius njir. Dia udah meninggoy. Gue juga pernah ketemu sama dia, di mimpi. Dia kasih gue misi gitu, kalo misalkan gue bisa nyelesain misi ini, maka gue bisa balik ke tubuh gue yang asli. Tapi kalo enggak bisa, maka tubuh gue bakal dibawa sama dia. Makanya gue ke sini mau minta tolong sama lo."
Sakti menundukkan kepalanya sembari melamun. Seketika pikirannya menjadi sangat ribut. Ia memikirkan Clarissa dan juga Axelia secara bersamaan. Ia tidak bisa menerima bahwa Clarissa telah meninggal. Namun, mana mungkin juga Axelia akan berbohong kepadanya.
Clarissa memperhatikan Sakti yang tengah melamun sambil menundukkan kepalanya, saat ini. Terpancar aura kesedihan dari wajah seorang Sakti Adra Dinata. Clarissa merasa kasihan kepada Sakti. Ia tahu bahwa Sakti masih mencintai Clarissa, tapi ia juga tahu bahwa Sakti membencinya juga.
Sakti mendongakkan kepalanya, menatap Clarissa. "Apa yang harus gue lakuin supaya lo bisa balik ke tubuh asli lo?"
Clarissa terdiam sebentar. Ia memikirkan apa yang harus ia katakan kepada Sakti. Ia takut kata-katanya akan menyakiti hati Sakti atau membuat Sakti marah.
Clarissa memejamkan matanya sebentar. "Damai sama anak-anak Vandero, terutama sama si Regan!" Ucap Clarissa to the point.
Sakti menatap Clarissa dengan tatapan tajam. Kemarahan kembali terlihat di mata Sakti.
Dengan cepat, Sakti bangkit dari duduknya. "Maksud lo apa sih, anj? Semua perkataan lo itu bener gak sih, atau lo cuma di suruh sama si Regan, ha?" Kini Sakti merasa ragu dengan semua ucapan Clarissa.
"Beneran njir. Waktu gue ketemu sama si Clarissa, dia minta gue buat ngebuat si Regan gak benci lagi sama dia. Terus si Regan minta gue perbaikin hubungan kalian lagi. Gue bingung gitu loh, gue kan gak kenal sama lo semua, ini juga masalah kalian. Tapi kenapa jadi gue yang repot?" Clarissa berdecak kesal.
Sakti tersenyum hambar. "Bahkan di situasi kayak gini aja, lo masih inget sama si Regan. Sesempurna apa sih dia, anj?"
"Kalo itu gue gak bisa." Ucap Sakti singkat, padat, dan jelas.
"Pliss lah! Masa lo gak mau bantuin si cantik, baik hati, dan tidak sombong ini sih?" Clarissa menyatukan tangannya untuk memohon kepada Sakti. "Ya mau ya bantuin gue ya?!"
"Gak."
"Sakti please! Gue harus balik. Meskipun gue akui di sini gue bisa hidup enak, tinggal di tubuh si Clarissa yang sama cantiknya, terus tinggal sama emak bapaknya yang super baik. Tapi bagaimanapun, ini bukan tempat gue, ini bukan tubuh gue, mereka juga bukan orang tua gue. Gue juga pengen ketemu sama temen-temen gue lagi. Gue juga pengen ketemu sama adek gue, walaupun dia mirip monyet India, tapi gue sayang sama dia. Please, bantuin gue ya ya ya?!" Ucap Clarissa memohon sambil menunjukkan puppy eyes-nya.
Sakti menatap Clarissa dengan tatapan datar. Dari luar, ia terlihat biasa saja mendengar semua ucapan Clarissa. Namun, percayalah bahwa saat ini ia sedang kebingungan. Ia tidak tahu apakah ia harus membantu Clarissa atau meneruskan dendamnya kepada Vandero, terutama Regan.
"Gak ada cara lain?" Tanya Sakti datar.
"Gak ada. Si Regan cuma minta gue buat perbaikin hubungan kalian." Clarissa tertunduk sedih sejenak. "Lagian semarah apa sih lo sama si Regan?" Tanya Clarissa.
Sakti tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Clarissa. Ia kembali mendudukkan dirinya di samping Clarissa.
"Gue denger-denger lo musuhan sama si Regan itu gara-gara si Clarissa, bener?" Tanya Clarissa lagi, dan Sakti tidak menjawabnya lagi.
"Lo punya mulut gak sih, Nyet? Dari tadi gue tanya, lo cuma diem aja" kesal Clarissa, karena pertanyaannya tidak dijawab oleh Sakti.
"Hm." Sakti hanya berdehem saja sebagai jawabannya.
"Astagfirullah. Gak di mana, gak di mana bawaannya emosi mulu. Jawab yang bener, jangan ham hem ham hem doang!"
"Iya- gara-gara si Clarissa." Sakti memalingkan wajahnya. Ia tak mampu untuk menatap Clarissa.
"Emang cewek lebih penting dari sahabat, ya?"
"Ya nggak gitu juga. Gue cuma iri aja sama si Regan. Semua yang dia mau, dia bisa dapetin semua itu. Entah itu harta, popularitas, dan lo. Kenapa gue gak bisa, ha?" Sakti sedikit menaikan nada bicaranya.
Clarissa menggeserkan badannya menjadi sedikit lebih dekat dengan Sakti, kemudian ia merangkul pundak Sakti. "Dengerin gue! Lo sama si Regan itu gak ada bedanya. Harta dan popularitas? Bukannya lo juga punya itu? Orang tua lo itu kaya. Apa pun yang lo mau, pasti lo mampu dapetin hal itu. Popularitas? Gue tanya sama lo, siapa sih yang gak tau lo. Lo itu ketua geng Daksa. Mana mungkin orang-orang gak tau sama lo? Dan masalah si Clarissa, seandainya dia masih hidup pun lo berdua gak akan pernah bisa dapetin dia. Lo cinta sama dia, tapi dianya cinta sama si Regan. Terus, si Clarissa cinta nih sama si Regan, tapi kan si Regannya enggak. Ketemu aja gak mau, apalagi bersatu."
Sakti terdiam seribu bahasa. Apa yang dikatakan Clarissa itu memang benar. Sakti pun tahu akan hal itu. Namun, ia membenci Regan tidak hanya karena Clarissa saja. Menurutnya, ia sudah banyak merelakan sesuatu yang ia punya dan yang ia inginkan demi Regan. Ia merelakan semua itu demi mempertahankan persahabatannya. Namun, ia sudah cape harus mengalah terus menerus.
"Oke, gue bakal bantu lo-" Sakti menggantung ucapannya. Ia menarik napasnya dalam-dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan.
Clarissa mengerutkan keningnya. "Tapi?"
"Tapi, gue gak bisa bantu lo sekarang. Tunggu gue siap dulu, karena jujur aja ini bukan hal yang mudah buat gue!" Ucap Sakti. Sebenarnya Sakti tidak yakin dengan ucapannya. Namun, ia akan mencobanya demi Axelia, bukan Clarissa.
"Makasih ya! Gue bakal tunggu kok." Clarissa tersenyum bahagia sambil menepuk-nepuk bahu Sakti.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Clarissa
FantasyIni akan menceritakan tentang seorang gadis yang sedikit tomboy bertransmigrasi ke dalam raga seorang gadis feminim dan dikenal sebagai seorang pembully oleh teman-temannya. Enggak pinter bikin deskripsi kayak gini:( Saya malas revisi ya gaess ya WA...