Tamparan

4.5K 353 29
                                    

“Aku akan menghancurkan mereka yang menyakitimu Celine, itu janji ku walaupun nyawa taruhannya”
-Aditya Nichols Walter-

Aditya memeluk erat tubuh wanitanya itu, Iya tau kalau kini Celine benar-benar sedang terluka. Aditya tak bisa membayangkan bagaimana jika iya yang merasakan apa yang di pendam Celine selama ini.

Wanitanya itu sangat kuat, senyumnya selalu terpancar di kegiatan sehari-harinya namun bila malam datang, air mata secara perlahan membasahi pelupuk indah itu. Aditya kagum, sangat kagum dengan kekasih hatinya itu.

“Jangan salahkan diri kamu sendiri sayang, ini bukan karena kamu. Ini takdir-”

Celine menggeleng, iya membantah keras kalimat yang baru saja keluar dari mulut Aditya “Enggak Mas, aku ini pembawa sial. Benar yang Nenek katakan. Aku ini anak pembawa-”

“Jangan katakan itu lagi Celine, kamu taukan kalau aku marah bagaimana?! Apa perlu aku merusak keturunan Nenek mu itu?!” dengan cepatnya Celine menggeleng, isak tangisnya masih terdengar sangat jelas.

Aditya yang semakin terbawa emosi perlahan berusaha untuk menenangkan dirinya, iya mengeratkan pelukannya dan sesekali iya mengecup puncak kepala Celine. “Aku di sini sayang, aku di sini. Kamu enggak sendiri, Celine masih punya Aditya”

“Aku takut Mas-”

“Aku akan selalu menjaga mu sayang, jangan takut.”

Celine mendongakkan kepalanya menatap Aditya namun tiba-tiba kedua bola mata Aditya terbuka lebar kala melihat pipi Celine memerah.

Bukan, itu merah bukan karena terlalu banyak menangis, tapi warna kemerahan yang ada di pipi Celine membentuk satu tangan berukuran besar.

“Siapa yang melakukan ini?!” Tanya Aditya pelan namun penuh dengan penekanan di setiap kalimatnya.

Celine yang menyadari perubahan raut wajah Aditya hanya memberikan gelengan kecil sebagai jawaban “A-Aku”

“Katakan yang sejujurnya sayang”

“Tadi aku terjatuh Mas-”

“Celine-”

Celine menggigit bibir bawahnya, iya mengalihkan pandangannya dari Aditya

Flashback
Setengah jam lagi Celena akan di makamkan tepat di samping makam Mama Maya sesuai permintaan terakhirnya pada sang Papa.

Celine sedari tadi hanya bisa diam memikirkan permintaan terakhir saudaranya itu, dan tak jarang pula tangannya terangkat untuk menghapus jejak air mata yang selalu mengalir membasahi pipinya.

Hingga secara tiba-tiba tangan Celine di tarik cukup keras oleh seseorang. Celine mendongak dan menatap orang yang menarik tangannya “Papa-”

“Aku ingin ngomong berdua dengan mu-”

Untuk beberapa detik Celine tertegun hingga tiba-tiba cengkraman yang diberikan Abram semakin kuat “Ikuti aku Celine!” ucapnya dengan nada tegas.

Celine mengangguk dan mengikuti langkah sang Papa menuju taman belakang mension keluarga Alvaro, beberapa kali Celine meringis karena lengannya yang kini sudah mulai memerah. “Pa sakit-”

“Kau pantas mendapatkan itu, bahkan seharusnya kau mendapatkan lebih” Cicit Abram semakin mengeratkan kungkungan nya.

Papa tangan aku sakit-”

“Jangan memanggilku dengan sebutan itu!” Cicit Abram sembari menghempas tangan Celine dengan kasarnya.

Celine tertegun, iya hanya bisa tersenyum namun secara bersamaan pula air mata itu mengalir. “Maaf Pa-”

Dalam Angan | Lengkap Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang