Tok.. Tok..
Mendengar suara ketukan yang cukup nyaring berhasil mengalihkan perhatian Aldebaran, pandangannya teralihkan dari berkas yang tadi iya baca. Hingga kini tampaklah seorang wanita berparas cantik menghampirinya. Wanita itu tersenyum dengan niat terselubung namun pria dingin seperti Aldebaran hanya menatapnya datar. "Apa yang membuat mu berani datang ke ruangan ku?"Senyuman genit yang tadinya merekah pada bibir berwarna pink wanita itu kini pudar seketika, setelah mendengar penolakan secara tidak langsung dari sang atasan. "Maaf tuan, tuan Abram ingin bertemu dengan anda.."
Bara terdiam sejenak, hal yang sangat jarang baginya untuk di kunjungi ayah mertuanya di kantor. Apakah sesuatu telah terjadi? Pikir pria itu dan tanpa sadar Bara terdiam hampir setengah menit lamanya. Hingga pintu kembali terbuka memunculkan seorang pria paruh baya dengan tatapan datarnya. "Haruskah aku menunggu lama hanya untuk menemui mu?!"
Yup, itu adalah Abram. Ayah mertua Aldebaran.
"Pah, kenapa tidak mengabari ku?"
"Oh, berarti aku memerlukan izin mu untuk datang ke tempat ini? Apakah kau lupa sebagian besar saham di perusahaan ini milik ku?!" Aldebaran menghela nafasnya kasar. Dengan isyarat mata, Aldebaran menyuruh karyawan wanitanya itu untuk pergi dan bagusnya wanita itu paham dengan maksud Aldebaran dan segera pergi.
"Bukan itu maksud ku pah_"
"Diamlah, aku sedang tidak ingin mendengarkan omongan bodoh mu!" Abram kembali berjalan menuju kaca besar yang ada tak jauh dari tempat Aldebaran berdiri kini. "Pria itu menginginkan balas dendam. Dia ingin baik kau ataupun aku harus meminta maaf kepada wanita sialan itu atau MATI sebagai pilihan terakhir."
Abram menatap Aldebaran, dan seketika tawa pria paruh baya itu menggelegar memenuhi ruang kerja Aldebaran. "HAHA.. Mati katanya? Dia tidak tau sedang bermain dengan siapa." Namun Aldebaran hanya bisa bungkam kini, iya mengalihkan pandangannya dan berusaha untuk tetap tenang karena iya tau apa maksud dari pria seperti Abram.
Tidak..
Aldebaran tidak pernah meragukan otak licik ayah mertuanya itu, tapi kini hati dan pikirannya sedang tidak bisa di kendalikan dengan baik setelah malam itu, malam dimana Aditya melamar Celine di hadapan semua orang."Kenapa wajah mu seperti itu? Apa kau takut dengan ancaman bodoh itu?" Merasa dirinya telah di ragukan, Aldebaran menatap sinis ayah mertuanya itu.
"Aku, takut?! Kau salah menilai ku Pah.."
"Baguslah, aku berfikir kini kau tidak lagi mencintai Celena.."
"Apa yang kau inginkan pah?"
Abram kembali tersenyum, "Kehancuran pria bernama Aditya itu, melalui sesuatu yang sangat iya jaga_"
***
"Sayang.." Panggilan manja itu berasal dari Aditya yang masih setia berbaring di tempat tidur. Celine yang sudah duduk di hadapan meja rias hanya bisa menatap Aditya dari pantulan cermin. Iya tersenyum kecil.
Sikap manja Aditya keluar lagi.
"Mas, bangun yuk udah siang banget loh ini. Aku lapar"
"Aku masih ngantuk sayang, sini tidur lagi di samping aku..." Celine membalikan tubuhnya, menatap Aditya yang tampaknya sangat enggan untuk beranjak dari tempat tidur. Hingga iya sendiri merasa tak tega.
"Ya udah, kamu tidur lagi gih. Biar aku masak dulu, nanti kalau makanannya udah jadi, aku bakal bangunin kamu_" Aditya mengangguk dan kembali menutup matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Angan | Lengkap
RomantizmDia yang ku kenal sebagai penyelamat kini akan menjadi angan yang sama, dia akan tetap sama dan akan selalu seperti itu. Setiap kalimat yang keluar darinya mampu membuat ku tersadar kalau iya adalah yang terbaik, dan aku juga adalah hal yang terbaik...