"ASTAGFIRULLAH!"
"Tangan saya ternodai..."
Birendra memandang tangannya dengan tatapan sendu. Sebulir air mata jatuh tiba-tiba karena rasa sesak yang menghantam dadanya. Belasan tahun ia menjaga kesucian tangannya namun detik ini telah terenggut begitu saja. Salah, Birendra telah melakukan kesalahan besar.
Walaupun tangannya telah dicuci oleh sabun paling mahal sedunia, noda itu tidak akan hilang. Noda tersebut memang tidak terlihat, namun lapisan suci yang telah ia bangun dan jaga sepenuh jiwa telah pupus dengan cepatnya.
"Saya gak suci lagi..."
"Ya Allah, maafkan Birendra."
Amma memandang Birendra tanpa kedip. Merasa heran dengan laki-laki di sampingnya. Tangan mereka memang tak sengaja bersentuhan saat akan mengambil buku. Amma pun sama terkejut dan mengucap istigfar tapi melihat respon Birendra yang begitu luar biasa membuat Amma speechless.
"Maaf." Amma menunduk. Berusaha menjaga pandangannya terhadap lawan jenis.
Birendra melangkah ke samping kanan sebanyak tiga kali. Batas minimal dengan lawan jenis wajib satu meter. Tangan yang tak sengaja bersentuhan tadi masih gemetar, jantungnya berdegup kencang dengan pikiran berkecamuk. Memejamkan mata sejenak guna menenangkan diri, Birendra melirik sekilas perempuan di sampingnya.
"Saya salah. Maafin saya." Birendra menunduk sekilas.
Amma menggeleng, "Kamu gak salah kok. Kan emang gak sengaja."
Birendra berdehem sejenak. Gadis berjilbab putih yang lebih pendek darinya baru ia temui sekarang. Padahal sudah dua tahun Birendra sekolah di sini namun baru kali ini ia bertemu dengan sosoknya. Pertemuan pertama sekaligus terjadinya tragedi yang tak bisa Birendra lupakan.
Tanpa berucap sepatah kata pun, Birendra langsung berlari keluar perpustakaan. Tempat wudhu adalah tujuannya saat ini. Berharap setelah tangannya di siram air wudhu maka noda itu akan hilang.
Melakukan wudhu dengan tertib secara berurutan dan diakhiri dengan doa, Birendra mengehela nafas lega seraya mengusap pelan dadanya. Detak jantung terus terpompa tak terkendali serta bayang-bayang tragedi tadi terus berkeliaran di pikirannya.
"Saya berdosa."
"Saya hina."
"Saya rusak."
"SAYA BERDOSA!"
DUG!
"GUE JUGA PUNYA DOSA WOY! SELOW AJE NAPE!"
"PUNYA DOSA YA TOBAT! JANGAN DEPRESI!"
"Alhamdulillah masih ada remaja yang inget dosa. Pasti lo gak punya mantan kan?" Boni mengambil sendal jepit yang sempat ia lempar hingga mengenai punggung Birendra. Baru beli kemarin, masih glowing dengan merk SWALLOW yang terpampang jelas. Bagian bawahnya hanya di singgahi debu halus tanpa ada goresan ataupun tahi ayam.
Birendra mengusap punggungnya sekilas. Lemparan sendal baru memang sangat jitu dibandingkan jurus totok dari turunan buyut.
Birendra mengernyit, "Mantan?"
"Iya. Lo punya mantan?"
Birendra mengangguk.
Boni berdecak kagum. Kedua tangannya bertepuk seraya menggelengkan kepala, "Hebat. Cowok alim kayak lo kok punya mantan. Punya berapa?"
"Banyak. Bahkan kemarin baru bikin."
"Kemarin baru putus?"
Birendra menggeleng, "Saya kalo bikin mantan di parut dulu, bukan diputusin."
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Teen Fiction"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...