H A L A L 27

12.6K 2.4K 209
                                    

"Itu foto kamu sama siapa?"

Kedua sudut bibir Birendra tertarik membentuk seulas senyuman. Merangkul Tino dengan lengkungan indah di bibirnya yang terus tercipta, Birendra berbisik ditelinga Papanya. "Yang sekarang udah resmi, Pa."

Tino mengernyit. "Gak salah? Udah ketemu dari kecil toh?"

"Papa kepo."

"Orang tua nanya bukannya dijawab!"

"Kayaknya waktu kecil kamu gak pernah main sama cewek, Re."

"Ketemunya di sekolah doang, Pa. Kalo di sekitar rumah ya beda lagi. Harus tetap jaga jarak satu meter." Birendra dan Tino berjalan menuju ruang depan bersamaan. Di sofa sana, terlihat Tina yang sedang memilih baju yang cocok untuk Amma pakai.

"Amma mau yang mana? Kayaknya cocok semua kalo di kamu." Tina menempekan baju tersebut pada tubuh Amma bagian depan.

"Yang mana aja, Ma." Amma tersenyum.

"Baju siapa, Ma?" Birendra duduk di samping Tina.

"Baju Mama buat Amma. Kamu sama Amma tidur si sini aja. Besok sekolahnya masih libur, kan?"

"Harus banget ya?" Birendra berujar.

"Kenapa emang? Gak suka?" Tina memandang Birendra dengan tatapan sinis.

"Suka kok. Apapun yang Mama mau pasti Rere turutin." Birendra memeluk Tina erat. Ah, rindu sekali rasanya.

"Ma, peluk Rere dong. Anakmu rindu."

Mendengar pengakuan tersebut Tina terkekeh lalu memeluk putra semata wayangnya. Tina pun merasakan hal serupa. Walau sudah punya keluarga namun sikap dan sifat alamiah yang Birendra miliki tak pernah luput sampai saat ini. Mengelus lembut rambut putranya, Tina mengecup sayang kening Birendra. "Rere masih suka ikan asin?"

"Yoi. Sampai lapuk termakan usia, ikan asin selalu jadi nomor dua." Birendra terkekeh.

"Yang nomor satu siapa?" Tina bertanya.

"Mama sama Amma."

"Kalo Papa?" Tino berujar.

"Papa belakangan aja. Biasalah, buat cadangan."

"Asem." Tino bangkit dari duduknya, berjalan menjauh dari mereka. Ketiga orang yang mendengar itu terkekeh seketika. Merasa lucu melihat raut tertekan Tino.

"Punya oleh-oleh gak?"

Tina mengangguk. "Banyak. Rere mau apa?"

"Ikan asin." Birendra nyengir.

"Amma asin gak?" Tina bertanya disertai kekehan.

"Amma itu manis. Untungnya aku gak kena diabetes setiap hari liat dia." Birendra tersenyum memandang Amma.

"Tapi ingatannya tak semanis yang Rere harapkan." Senyum Birendra perlahan redup hingga membuat Amma terheran.

"Ada masalah apa sih?" Tina menepuk pelan bahu Birendra. "Bicara baik-baik sama Amma. Mama mau ke belakang dulu, ya." Tina berbicara sejenak pada Amma dan berlalu dari sana.

Amma menyukai keheningan. Namun untuk sekarang, ia membutuhkan topik obrolan agar suasana antara dirinya dan Birendra tak se-akward saat ini. Melirik Birendra yang tengah bersandar di sofa dengan mata terpejam, Amma menarik napas pelan lalu memberanikan diri untuk bersuara. "Bi..."

"Iya?"

"Aku mau ngomong,"

"Itu udah."

"Ih! Serius, Bi."

JALUR HALAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang