H A L A L 53

13.8K 1.8K 239
                                    

Jangan menunggu hujannya reda. Lalui saja. Meski derasnya kian menyusut, namun rintik halus masih saja ada.









Amma terus menghubungi Birendra namun tak kunjung mendapat respon dari nomor yang dituju. Berkali-kali mencoba dengan berbagai cara namun tetap saja tak berhasil. Apakah ini adalah bentuk balasan sebab kemarin ia tak kunjung merespon komunikasi Birendra? Ah! Kenapa rasanya sangat menyebalkan. Padahal Amma Ingin bertanya perihal foto itu. Gambar yang selalu membuatnya overthinking sehingga tak bisa memejamkan mata dengan nyenyaknya. Awas saja, Amma Pastikan Birendra akan ia cubit sekeras mungkin jika bertemu nanti.

Melempar ponselnya dengan kesal, bibir Amma mengerucut tanda ia merajuk. Tolonglah, libur sekolah sebentar lagi berakhir. Masa liburannya selalu ia habiskan dalam rumah dan menjalani kehidupan dengan normal selayaknya seorang remaja yang kurang produktif.

Layar ponselnya menyala menandakan notifikasi masuk. Mengambil benda pipih yang sempat menjadi korban lemparan mautnya beberapa menit lalu. Lagi dan lagi sebuah nomor asing masuk dan mengirimkan pesan padanya. Berisi sebuah kalimat yang membuatnya mengernyit dan membuat pikirannya berkecamuk bercampur heran.

+628*******

Kejutan segera datang.

Dahi Amma mengernyit. Memandang aneh pesan tersebut yang tak ia mengerti apa maksudnya. Ah, mungkin hanya nomor nyasar yang bukan pasti tertuju untuknya.

Layar ponsel langsung berubah menampilkan nama KAK VERO tertera jelas. Amma segara menekan icon hijau untuk menerima panggilan tersebut."Hallo?"

"Dek buka pintu."

"Oke."

Amma berlari keluar kamar dan langsung membukakan pintu untuk Vero. Menyuruh laki-laki itu unuk masuk, seperti biasa Vero datang dengan bingkisan di tangannya yang berisi kue. "Katanya mau ke toko? Kapan? Gak bosen di rumah terus?"

Amma menggeleng, "Nanti aja. Lagi ada yang ganjel dihati."

Vero mengernyit, "Ada yang ganjel? Cacingan?"

Amma melotot. "IH!"

Tertawa pelan, Vero menepuk lembut kepala Amma."Ada apa sih? Mau cerita? Ada masalah sama Birendra?"

Amma menggeleng. "Urusan rumah tangga, Kak Ver mana mungkin paham."

Vero mendengus. "Gini-gini Kakak calon imam yang baik loh."

Amma terkekeh. Meski hubungannya dengan Vero hanaya sebatas sepupu namun ia telah menganggap lebih dari itu. Memang tak ada larangan dalam islam tentang menikahi sepupu sendiri. Namun baik Vero ataupun Amma tak pernah ada niatan untuk mendekati kata tersebut. Cukup, keduanya sudah terbiasa da menganggap adik dan kakak saja sudah sangat cukup dan melengkapi.

Menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa,Vero memejamkan kedua matanya sejenak."Dek,"

"Apa"

"Kalo ada masalah, lo janagan kayak bocah. Dengerin penjelasan Birendra begitupun sebaliknya. Dari awal hubungan kalian di usia seperti ini terbilang rentan. Tapi irendra tetap kukuh dan dia terus yakinin gue kalo dia mampu jagain lo."

"Cerita hidup lo udah kayak dunia fiksi. Jangan sampai masalah yang lo hadapi nantinya berujung ending yang menyedihkan . Logika harus dipake jangan mentingin ego."

Amma mengangguk. Meresapi kalimat yang Vero ucapkan dengan baik namun pikirannya terus tertuju pada satu hal. Birendra, kenapa laki-laki itu sulit di hubungi sampai sekarang. Ingin terus berpikir positif, namun sebagian bayangan negative terus sinngah di pikiannya.

JALUR HALAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang