Vero terkejut melihat keadaan Tiri yang sangat kacau. Berjalan sempoyongan keluar dari taksi, Vero langsung berlari mendekati Mamanya. Bau alkohol yang sangat menyengat membuat Vero terbatuk seketika. Tidak, Vero tidak ingin Mamanya kembali seperti dulu.
Menghiraukan ocehan Mamanya yang tak jelas, Vero langsung merebahkan tubuh Tiri di ranjang. Melepas sepatu yang Tiri kenakan, lalu mengambil handuk basah untuk membersihkan tubuh Mamanya. Untuk pakaian, Vero tidak bisa menggantikan.
"Kenapa gini sih! Harusnya Mama jaga toko, bukan mabok kayak gini!" Vero terus mengomel kesal. Belakangan ini sifat Tiri selalu berubah-ubah hingga membuat Vero curiga. Ingin mengikuti kepergian Mamanya namun selalu ada saja urusan mendadak yang harus Vero lakukan.
"Udah tua bukannya tobat malah tambah sesat." Vero berjalan keluar setelah udusannya selesai.
Mengunci pintu kamar lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang, Vero memijt keningnya yang terasa berdenyut memikirkan hal yang tak sepantasnya ia pikirkan. "Andai Amma ada di sini."
Selalu bersama dengan Amna sejak kecil membuat Vero merasa kehilangan saat perempuan itu harus pergi dari rumah ini. Bahkan Amma tak pernah tau jika rumah yang Vero tepati adalah rumah orang tuanya.
Memandang bingkai kecil yabg berisi gambar dua anak kecil yang saling merangkul seraya tersenyum lebar membuat Vero tersenyum samar. "Ga nyangka lo bakal nikah secepat ini."
"Rere emang beda. Tapi gue masih belum percaya sepenuhnya."
Vero bangkit dari rebahannya saat mendengar bel rumah di tekan terus menerus. Berjalan keluar kamar lalu menuruni tangga, Vero mengintip di jendela saat telah sampai di depan pintu. Di sana, Vero melihat seorang pria dengan pakaian formal terus menekan bel rumahnya.
Membuka pintu yang terkunci, Vero mengernyit memandang pria di depannya. "Siapa?"
Pria tersebut memberikan amplop coklat yang isinya lumayan tebal hingga membuat Vero heran. "Apa ini? Siapa anda?"
Pria itu hanya tersenyum tipis. "Itu untuk Tiri."
"Kamu anaknya?"
Vero mengangguk.
Pria itu mengangguk. Memandang Vero dari atas sampai bawah hingga membuat Vero emosi seketika. Tak sopan sekali. Datang tengah malam lalu memandang seperti menilai, apa tujuan pria ini sebenarnya.
"Anda boleh pergi." Vero berujar ketus.
"Baiklah. Mungkin hari berikutnya saya akan kembali ke sini."
☘
"Kakak mau apa ke sini?"
Vero melirik Hana yang menampilkan raut kesalnya. Bibir pengecut dengan halis bertaut, mmbuat Vero ingin berlalu-lama memandanginya. Namun dalam realita, Vero langsung mengalihkan pandangannya.
"Lo," Vero menunjuk Hana.
"Apa?" Hana menyaut.
"Muka lo nyeremin! Jangan ditekuk!" Vero langsung menarik kaos tangan Amma untuk mengikutinya. Mengabaikan teriakan Hana yang membuat bibirnya tersenyum samar seketika.
"KAKEL RESEEE! SINI LO!"
Amma melihat ke belakang di mana temannya tengah memandang kepergian mereka penuh dendam. Amma meringis, melepas tarikan Vero yang memegang kaosnya, "Hana ngamuk, Kak."
"Biarin."
"Kakak gak mau tanggung jawab gitu?"
"Nikahin dia? Sorry, gue belum siap."
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Ficção Adolescente"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...