"Diem!" Baika menatap Boni tajam. Kenapa manusia satu ini tidak bisa diam! Tingkahnya selalu saja membuat darah mendidih.
"Yaelah! Ngamuk mulu." Boni berdecih. Menggeser sedikit duduknya agar menjauh dari Baika.
"Bai, kenapa kita gak datang pas kawinan si Rere. Kan jadi gak bisa liatin dia pegangan tangan sama penghulu."
"Praktek lebih penting." Baika menjawab dengan tangan yang terus bergerak diatas buku.
"Lo lebih pentingin praktek daripada kawan sendiri? Rere gak mungkin nikah dua kali, bro."
"Lo juga gak hadir di sana, anj--"
"Jing." Boni melanjutkan.
"Astagfirullah....." Baika geleng-geleng kepala mendengar tuturan temannya ini. Padahal niat awal gak mau dilanjut, tapi Boni malah menyesatkan.
"Lagian acaranya sederhana banget. Nanti kalo mau ngadain resepsi gede-gedean baru gue datang." Boni berujar.
"Bai, ini jawabannya apa?"
Baika menengok soal yang Boni tunjuk. Kernyitan samar muncul di keningnya sebelum menjawab pertanyaan Boni.
Sebutkan susunan warna kabel straight!
"Putih oren, oren, putih hijau, biru, putih biru, hijau, putih coklat, coklat." Baika menjawab dengan mudahnya.
Boni mengangguk mengerti. Dia kembali menyodorkan kertas pada Birendra dengan soal yang berbeda. "Kalo ini?"
Warna apa yang identik dengan cinta?
"Merah." Ujar Baika.
"Merah itu singkatan dari.... Mari kita menikah."
PLAK!
DUG!
BUGH!
"GUE NORMAL, JING!"
Baika ngamuk. Kondisi Boni sangat mengenaskan akibat perbuatan Baika. Tak ada sedikitpun rasa penyesalan karena memperlakukan temannya dengan kasar. Laki-laki salah arah harus dibimbing dengan jalan terbaik agar kembali lurus.
"SAKIT, UCUP! LO PIKIR OTOT LO GAK GEDE!" Boni meringis mengusap bahunya.
"Gue gak mau sombong." Baika tersenyum miring.
Tatapan Boni teralihkan pada dua remaja yang berbeda jenis tengah tertawa bersama. Terlihat sangat bahagia namun kenapa si perempuan masih suka menunjukan rasa sukanya pada Birendra.
"Udah punya pacar masih aja ganggu jodoh orang. Amit-amit gue punya pasangan kayak dia." Boni bergidik saat melihat Killa berjalan melewati kelasnya bersama laki-laki disampingnya.
"Kenapa?" Baika bertanya.
"Lo pernah pacaran sama yang beda iman 'kan? Gimana endingnya?"
"Cinta gue lebih besar pada sang pencipta dibanding dia." Baika menjawab dengan raut datar. Ya, semenjak putus dengan perempuan itu dia tak pernah coba-coba untuk pacaran lagi. Bukan, bukannya Baika belum bisa moveon, hanya saja dia terlalu malas dengan urusan seperti itu.
"Sallutttttt!" Boni mengacungkan dua jempolnya.
"Jangan kasih harapan ke sembarang perempuan. Kalo lo gak suka sama dia, jangan kasih perhatian lebih." Baika memandang Boni tajam.
Boni terkikik. "Tumben beruang kutub ngomongnya rumus balok."
"Otak lo udah glow up?"
Boni mendesis mendengar pertanyaan yang harusnya menjadi pernyataan. Merasa terhina karena Baika menganggap otaknya tidak glowing. "Gue pinter, pinter!"
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Teen Fiction"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...