Birendra ragu untuk mengatakan hal ini pada Amma. Ingin menolak ajakan Papanya namun rasanya itu tak mungkin. Tujuan Papanya untuk kebaikan ia sendiri di masa depan nanti. Namun disisi lain Birendra tak tega meninggalkan Amma. Tadinya Birendra ingin membawa Amma sekalian tapi Tino menasehatinya, mereka akan fokus bekerja di sana. Takutnya Amma kurang nyaman jika hanya tinggal berdua Bersama Mamanya.sepulang dari perjumpaan bersama Papanya tadi, Birendra terus terdiam. Bahkan ia sampai melupakan janji ikan asin yang Amma tawarkan. Terus memandang jendela kamar yang dibasahi air hujan, sesekali jarinya bergerak-gerak untuk berdzikir dalam hati. Perempuan yang tengah ia pikirkan sedang berada diluar kamar menemui Vero yang tengah berkunjung ke rumahnya.
mendengar suara pintu terbuka, Birendra segera menengok, tersenyum samar menyambut kedatangan Amma. Merentangkan kedua tangannya, Birendra mendekap erat tubuh Amma kala perempuan itu menyerahkan diri dalam pelukannya. Nyaman sekali, tak Ingin melepas apalagi membiarkan pergi.
"Kak Vero udah pulang?"
"udah."
"Amma mau dipeluk berapa lama?"
"Lama banget. Gak bisa dihitung waktu."
"seneng, deh. Tandanya kamu betah dalam pelukan saya." Birendra tersenyum.
"Bukan sekedar betah, tapi rasa aman dan nyaman semuanya lengkap ada di sini sudah." Amma kian mengeratkan pelukannya.
"Dia sibuk banget kerja akhir-akhir ini. Kantung mantanya item, imut banget kayak panda."
"Saya juga item. Coba liat," menunjukkan lingkar mata bawah yang agak menghitam, Birendra menarik tangan Amma untuk menyentuhnya. "Item ya?"
"Iya. Jadi imut." Amma terkekeh.
"Kok imut? Nyeremin tau." Birendra cemberut.
"Imut, ih! Panda aja imut apalagi kamu. Makannya kalo malam itu tidur jangan belajar mulu. Sekarang libur loh, Re. Kapan mau habisin waktu sama aku?" Amma kembali memeluk Birendra.
"Maaf Amma, saya gak bermaksud gitu kok. Kan setiap hari kita selalu sama-sama." Birendra mengelus lembut rambut Amma.
"Gak apa-apa. Aku emang rewel banyak maunya juga. Gak usah diturutin nanti ngelunjak." Amma tersenyum.
"Kok ngomong gitu? Apapun yang kamu mau pasti saya turuti."
"Begitu ya?"
Birendra mengangguk.
Melepaskan pelukannya, Amma terdiam sebentar dengan pikiran penuh rencana. Tersenyum kecil memandang Birendra, Amma bertutur, "Yakin apapun yang aku mau bakal kamu turutin?"
"Iya."
"Kalo aku minta satu hal sekarang kamu bakal turuti gak?"
"Iya. Selagi saya mampu."
"Stop pake kata saya. Ganti pake aku." Amma tersenyum.
"Gimana? Bisa gak?"
Birendra meringis. "Harus ya? Keluar dari zona nyaman butuh penyesuaian jangka panjang. Agak kaku nanti."
Amma tersenyum. "Gak apa-apa. Coba aja dulu. Sekarang aku mau denger."
Birendra berdehem sebentar. Memandang ke arah lain dengan gugup, Birendra memandang amma dengan wajah memelas. "Aku..."
"Aku? Aku, aku, aku, AKUUU!"
"Stop." Amma menutup mulut Birendra dengan telapak tangannya.
"Cukup, Re. Cukup."
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Teen Fiction"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...