Amma sudah membujuk Birendra dengan berbagai cara. Jalan pintas pun sudah ia coba dengan memberikan ikan asin dihadapan Birendra. Namun laki-laki itu masih saja terdiam dengan pandangan fokus pada ponselnya. Amma kesal, padahal pertemuan mereka dengan Neon tidak sengaja saat di penjual bakso kemarin. Kenapa Birendra merajuk sampe selama ini, sih! Baiklah, Amma akan mencoba lebih sabar lagi.
"Birendra..... Kamu bentar lagi mau berangkat loh. Yakin mau cuekin aku? Yaudah aku pergi aja sekarang."
Birendra melirik Amma. Menarik napas pelan, Birendra merentangkan tangannya untuk menunggu Amma masuk dalam pelukan itu. "Sini."
Dengan senang hati, Amma langsung memeluk Birendra. "Kan gak sengaja ketemu."
"Iya maaf. Saya salah." Birendra mengusap lembut rambut Amma. "Maaf kalo ini terkesan posesif, tapi memang benar begitu cara saya mencintai kamu, Amma."
"Cinta? Rere udah cinta aku?" Amma tersenyum.
"Gak perlu ungkapan, seharusnya kamu bisa rasakan bagaimana tingkah laku saya selama ini sama kamu. Maaf kalo saya jarang banget atau bahkan gak pernah kasih ungkapan, tapi percayalah saya benar-benar merasakan hal itu. Cuma sama kamu Amma."
Amma memeluk Birendra kian erat. "Iya. Aku juga gak pernah ungkapin perasaan aku yang sebenarnya sama kamu. Maaf ya, Re."
"Gak pa-pa."
"Pokoknya kamu itu its my dream. Not her's! MY DREAM DUNIA AKHIRAT, MASS!"
Birendra terkekeh. "Iya Humaira--"
"--Nya Birendra."
Mengusak gemas rambut Amma kala perempuan itu tersipu hingga menyembunyikan wajahnya di dada Birendra. BAU APA NIHHH?!
"Rere jangan bikin aku makin susah jauh-jauh dari kamu." Amma cemberut.
"Ingat ya, harus jaga diri baik-baik di sana. Gak boleh lupa makan, gak boleh lupa salat, jaga jarak aman jangan lupa. Dan pastinya jaga kesehatan sepenuhnya."
Birendra tersenyum. "Itu aja? Yakin gak mau ngucapin yang lain?"
Amma mengangguk.
"Saya bakal jaga kamu lewat doa. Sebenarnya gak perlu takut kalo sendirian di rumah karena diluar, ada beberapa penjaga yang selalu menjaga keamanan rumah kita."
"Tau sendiri lah gimana Mama sama Papa jagain rumah kita? Udah kayak putra dan putri raja." Birendra terkekeh.
Amma terbahak. "Jangan kayak gitu. Kamu anak satu-satunya, Re. Wajar kalo mereka perhatian banget."
"Barang-barang kamu ada yang kurang gak? Coba inget-inget. Biar aku cariin lagi."
Birendra terdiam sejenak. Rasanya sudah cukup. Semua barang Birendra memang Amma sudah Amma siapkan tadi. Tinggal menghitung menit, dia akan pergi jauh dari Amma.
"Kamu pulang lagi kan?" Amma memandang Birendra dengan alis mengernyit.
Birendra tersenyum kecil, "Saya cuma ke luar kota bukan pergi untuk selamanya."
"Rere jangan aneh-aneh!"
"Iya Amma.... Saya pasti kembali."
"Janji," menyodorkan jari kelingkingnya di depan Birendra.
"Janji." Birendra menerima itu seraya tersenyum.
☘
Birendra terus memperhatikan lalu lalang kendaraan lewat kaca mobil. Menit demi menit berlalu, untuk beberapa hari ke depan ia tidak akan bertemu Amma dan dua teman abstruknya. Entah kenapa, rasanya aneh jika berjauhan dengan orang yang telah semakin dekat dengannya, apalagi iu adalah Amma. Pantas saja Tino selalu menelfon Mamanya setiap malam setelah selesai bekerja jika berjauhan. Birendra kagum, Tino yang berbulan-bulan rela tak bertemu anak istri terlihat biasa-biasa saja. Sedangkan dirinya baru beberapa menit hendak berjauhan dengan Amma rasanya ingin bertemu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Teen Fiction"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...