Tiri baru saja menutup tokonya malam ini. Dari pagi hingga larut pembeli terus berdatangan bahkan ada yang memesannya untuk besok dengan jumlah yang cukup banyak. Tiri merasa sangat senang, rasa penatnya seketika lenyap kala semua kue buatannya habis terjual.
Duduk di kursi depan tokonya, Tiri menunggu taksi online yang telah ia pesan. Tumben jalanan sekitar sini sudah sepi. Biasanya saat malam semakin larut kendaraan tak pernah surut.
Melihat mobil yang berhenti tepat di depannya, Tiri segera membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Menyuruh supir untuk segera melajukan mobilnya, Tiri harus segera pulang sebelum Burhan datang ke rumah untuk menemui Vero.
Karena merasa terlalu lelah, Tiri menutup kedua matanya sejenak. Sepertinya, tidur sebentar tak masalah.
Mengetahui wanita di belakangnya tertidur, supir tersebut segera membelokkan stir ke kiri. Ini bukan tujuan yang Tiri maksud. Ini bukan jalan pintas untuk cepat sampai. Ini bukan cara untuk mempersingkat waktu. Namun, ini adalah rencana untuk melenyapkan nyawa seseorang.
"Maaf Nona. Aku hanya menjalankan perintah." Pria tersebut menyeringai. Memasuki kawasan hutan yang dipenuhi pohon menjulang. Sepi dan sunyi serta suara binatang yang mengusik pendengaran mulai berkeliaran.
Pria tersebut menghentikan laju mobilnya. Menengok ke belakang, ternyata Tiri masih menutup mata, tertidur dengan pulasnya. Mengambil sesuatu yang telah ia siapkan dalam saku baju, lalu memandangnya dengan senyum tipis. Benda kecil namun sangat tajam.
"Kalo aja lo gak ngusik kehidupan Burhan. Mungkin nyawa lo gak melayang."
☘
Burhan tak bisa datang ke rumah Vero malam.ini. Tiba-tiba saja istrinya menelfon jika anaknya demam dan terus merengek menyebut namanya. Meski merasa malas bertemu dengan sang istri namun ia tetap peduli pada anak-anaknya.
"Kita bawa ke rumah sakit." Burhan hendak menggendong putranya namun langsung dilarang oleh istrinya. "Gak usah. Dia udah tidur pulas, lebih baik kamu panggil dokter aja."
"Iya."
Menghubungi dokter pribadi keluarganya lalu menunggu beberapa menit hingga kedatangan dokter tersebut. Burhan langsung menjelaskan apa yang terjadi pada putranya. Rasa sakit apa yang putranya alami, dan menanyakan apakah ia harus ke rumah sakit atau tidak.
"Tidak apa, Pak. Panasnya tidka terlalu tinggi. Tapi jika suhu tubuhnya semakin meningkat, anda boleh membawanya ke rumah sakit."
Memberikan beberapa obat untuk putranya, dokter tersebut berkomunikasi dengan Burhan dan istrinya perihal hal apa saja untuk mereka lakukan sebagai bentuk pengawasan terhadap anaknya. Tak berselang lama kemudian, dokter tersebut pamit dan diantar oleh istrinya keluar kamar.
Burhan mengambil ponsel dalam sakunya lalu menghubungi Tiri. Beberapa kali terus mengulang namun tak kunjung mendapat jawaban. Mengirim untaian pesan namun selalu berakhir centang satu abu-abu. Kemana dia? Apakah dia sudah tidur? Sekarang memang sudah sangat malam. Biasanya Tiri selalu memberi kabar setelah sampai di rumah namun kali ini tidak.
"Kemana dia?"
☘
"Udah salat belum?" Birendra bertanya pada Boni.
"Belom."
"Salat dulu, gih."
"Bentar lagi."
"Jangan nunda-nunda salat, Bon. Gak baik." Birendra mendorong kecil bahu Boni. "Salatnya di kamar itu aja, ya."
"Iya! Yang udah punya makmum sih beda." Boni melenggang pergi untuk melaksanakan salat isya. Benar ternyata, Boni akan menginap di sini untuk malam sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Teen Fiction"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...