H A L A L 24

14.3K 2.4K 251
                                    

Birendra mengusap lembut gelang berwarna putih di tangannya. Tersenyum kecil kala mengingat kejadian beberapa tahun lalu. Apakah dia masih ingat akan dirinya yang dulu? Atau hanya Birendra yang mengingat sampai sekarang? Menaruh kembali gelang tersebut ke dalam kotak kecil berwarna hitam lalu menaruhnya di laci lemari. Amma sedang tidak d rumah membuat Birendra merasa kesepian. Setelah salat magrib tadi, Amma izin untuk bertemu dengan Hana di kafe dekat rumah temannya.

Sebenarnya bukan hanya gelang itu yang masih Birendra simpan. Foto dua anak kecil yang saling tersenyum lebar dengan tangan saling melambai masih tersimpan rapih dalam sebuah buku. Ah, untung saja Amma tidak menemukan ini. Jika sampai ia mengetahui foto ini entah bagaimana responnya nanti.

"Assalamualaikum," Birendra terkekeh pelan mengusap foto tersebut.

Birendra sengaja membawa barang-barang ini ke rumah yang ia tempati sekarang. Kemana pun Birendra tinggal barang berharga tersebut tak mungkin ia tinggalkan. Setiap kenangan harus selalu ia genggam kemana pun raganya tinggal.

"Amma," lirih Birendra.

"A, adalah satuan untuk arus listrik, m² adalah satuan luas. Amma, wanita pertama yang saya suka. ASTAGFIRULLAH! RERE UDAH GEDE!" Birendra menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya. Malu! Sangat malu mengatakan ini.

Meskipun tidak ada siapapun di sini tetap saja Birendra merasa.... Malu dengan ucapannya. Apakah benar ia telah menyukai Amma? Atau ini hanya rasa nyaman yang singgah semata?

"Tolong hamba ya Allah..." Birendra menyentuh dadanya yang bergemuruh.

"Jika memang benar bahwa Amma adalah jodoh hamba, semoga ke depannya hal baik selalu datang pada kami."

"Semoga saya adalah orang yang tepat untuk menjadi pendamping Amma begitupun sebaliknya."

Birendra mengambil ponselnya saat nada dering berbunyi tiba-tiba. Nama Baika tertera di sana. "Hallo, Assalamualaikum,"

"Cuy! Kape hayuk!"

"Boni?" Birendra mengernyit.

"Yoi! Baika lagi pap."

"Tumben Baika suka foto?"

"Eh, maksudnya pup!"

"Astaga,"

"Cepetan otewe! Gue gak betah sendirian terus! Mau ngajak pdkt tapi gak ada yang mau. Maklum lah, tukang ghosting baru kena karma sekarang."

"Jemput." Birendra memandang layar ponsel dengan bibir mengerucut. Ayolah, dia tak tahu harus naik apa ke sana. Pak supir masih belum pulang setelah mengantarkan Amma.

"Nyetir motor lah!"

"Saya gak bisa."

"Selain beban keluarga, lo juga beban teman!"

Birendra tersenyum, "Amal kebaikan akan dibalas saat di akhirat kelak, Bon. Terima kasih sudah menjadi teman terbaik untuk saya."

"Begini bro, gue jadi ngerasa berdosa atas ucapan sebelumnya. Lo bukan beban kok, maksud gue... Lo itu beban ringan."

"Saya gak ikut, deh."

"Lah?"

"Mau nunggu Amma pulang."

"HEH! MAU DI APAIN?!"

"Mau.... peluk,"

"WADUH!"

"Sambil nyender,"

"WHAT!"

"Usap-usap juga,"

JALUR HALAL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang