"Pake uang gue aja."
Neon membayar siomay yang telah Amma beli. Perempuan itu lupa untuk membawa uang saat keluar rumah tadi. Saking tergiur dengan makanan kesukannya, Amma sampai melupakan akan bayar pakai apa nanti.
Malu. Sangat malu. Ingin rasanya berlari sekarang juga namun tak enak hati pada laki-laki di sampingnya. Amma mendongak, menatap Neon dengan senyum kaku. "Maaf...."
"Ya?"
"Maaf Neon, nanti aku ganti uangnya. Ayok ikut ke rumah. Nanti aku langsung ganti uang kamu."
Neon menggeleng. "Gak usah. Santai aja."
"Ih! Ini namanya hutang. Aku gak mau punya hutang. Sekolah lagi libur, mungkin kita gak bisa ketemu lagi."
"Bisa kalo direncanain."
Amma mengernyit. "Hah?"
Neon tersenyum. "Forget it. Pulang aja. Gue ikhlas kasih itu."
Amma menggeleng. "Aku gak enak loh nerimaanya."
"Kenapa?"
"Ya..... Soalnya ngerepotin." Amma cemberut.
Neon terkekeh. "Rumah lo dimana?"
"Di belakang." Amma menunjuk rumah di belakangnya.
Neon mengangguk pelan dengan senyum terukir di bibirnya. "Ruma lo besar ya."
"Bukan rumah aku, sih."
"Rumah ortu lo?"
"Bukan. Lebih tepatnya... Aku tinggal sama saudara." Amma tersenyum.
Neon mengangguk. Ia pamit pada Amma untuk pergi ke lain tempat. Sementara Neon pergi, Amma masuk ke dalam rumahnya. Saat menutup pintu, Amma terkejut melihat kehadiran Birendra yang tiba-tiba berdiri di belakangnya.
"Mau dong...." Birendra mengambil cilok di tangan Amma.
"Rere...." Amma hendak mengambil bungkus cilok tersebut namun Birendra segera berlari menjauh.
"Saya tau. Ini cilok dari Bohlam, kan?"
"Neon!"
"Jangan sebut nama dia, Amma."
"Kamu itu kayak cilok ini." Birendra mengangkat bungkus cilok tersebut ke atas. "Cuma boleh saya yang kasih bumbu."
Amma mengernyit. Tak mengerti dengan makna ambiguitas yang diucapkan Birendra. Tolong, otaknya memikirkan makna yang tak pernah ia mengerti perumpamaannya.
"Artinya apa?"
"Cari tau sendiri." Birendra bangkit dari duduknya. Membuang bungkus cilok tersebut ke tempat sampah. Tak peduli dengan raut Amma yang benar-benar memelas.
"Rere jahat!"
"Saya juga sayang kamu. Nanti malam kita pergi keluar. Saya beliin apapun yang kamu mau." Birendra tersenyum.
"Sini peluk saya. Kalo nanti ketemu Bohlam kita bayar uang cilok itu." Birendra merentangkan kedua tangannya. Menunggu Amma masuk dalam dekapan hangat yang tak pernah disinggahi perempuan manapun kecuali Amma dan Ibunda.
"Amma gak mau?" Birendra mulai menurunkan kedua tangannya. Memandang Am dengan senyum kecil, Birendra membalikkan tubuhnya bersiap pergi dari sana.
Sebelum kakinya melangkah, tubuhnya sedikit terhuyung ke depan kala menerima pelukan tiba-tiba dari perempuan di belakangnya. Jemari yang tak terlalu lentik dan sedikit berisi membuat Birendra gemas melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Teen Fiction"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...