"Kamu masih perawan?"Ingin rasanya Amma kabur sekarang juga. Cowok yang tak ia kenal sama sekali tiba-tiba menanyakan hal yang dianggapnya privasi. Sungguh tidak sopan!
Bukannya menjawab, Amma langsung berlalu begitu saja. Meninggalkan Birendra yang menanti jawaban, Amma sungguh tak peduli. Rasa kesana tiba-tiba hadir saat melihat wajah laki-laki di depannya tidak menampilkan raut bersalah sama sekali.
"Emang aku keliatan kayak janda gitu?" Amma menggerutu dalam hati.
"Saya salah ya?" Birendra terus memandang punggung Amma yang kian menjauh. Dia jadi bimbang harus bagaimana ke depannya. Wejangan yang selama ini bundanya berikan telah ia langgar sekarang.
"Maafin Rere, bunda..."
Birendra berjongkok mengambil buku yang Amma taruh di lantai lalu membawanya ke dalam kelas.
"Assalamualaikum,"
"WALAIKUMSALAM PAUSTENG!"
Pausteng= Pak Ustad Ganteng.
"Paswordnya apa?"
"ALLAHU AKBAR!"
"Diawali?"
"BISMILLAH!"
"Diakhiri?"
"ALHAMDULILLAH!"
"Jadinya?"
"SAAHHHHH!"
Birendra tersenyum seraya bertepuk tangan. Merasa bangga dengan anak buahnya yang selalu semangat meski jam terakhir yang telah di dominasi oleh berbagai macam bau tak sedap.
Birendra selalu dipanggil PAUSTENG yang berarti Pak Ustad Ganteng dalam kelasnya. Setelah musyawarah bersama akhirnya Birendra di percaya untuk menjadi ketua kelas.
Birendra jarang keluar kelas, mentok-mentok mungkin hanya mushola dan perpustakaan yang menjadi tujuannya. Dia gak pernah makan di kantin dan memilih untuk membawa bekal dari rumah. Selain higienis dan masakan Mamanya yang begitu sopan ditelan, Birendra memilih untuk menyimpan uang jajannya. Sebagian di tabung sebagian lagi terkadang dibagikan untuk orang yang membutuhkan.
Birendra membagikan satu per satu buku yang telah tercantum nama pemiliknya. Dalam kelas ini semuanya laki-laki dan tidak ada perempuan. Padahal tahun sebelumnya jurusan TKJ selalu dicampur antara laki-laki dan perempuan, namun untuk tahun sekarang tiba-tiba saja berubah. Tidak semua terbagi oleh masing-masing jenis kelamin. Ada juga campuran antara laki-laki dan perempuan.
"RE BUKU GUE BUKAN YANG INI!"
Birendra melirik Boni sekilas, "Iya kah?"
"Iye! Buku gue yang sampulnya hello garong."
Birendra mengacungkan buku bersampul cerah. Benar saja ada gambar hello garong di sana. "Yang ini?"
"Iya! Estetik banget kan? Lucu gak?"
Birendra mengangguk, "Lucu. Kayak kamu."
"Makasih sayang," Boni tersenyum seketika.
Birendra terkekeh. Duduk di tempatnya, ia memainkan ponsel sebentar karena guru pengajar belum ada di kelas. Sebenarnya ia tengah menyusun kalimat untuk diucapkan pada Mamanya. Tentang kesalahan yang telah ia perbuat, dan tentang bagaimana ia harus bertanggung jawab.
"Saya gak sengaja pegang tangan dia. Kira-kira Mama marah gak ya?"
"Kalo tangan saya di potong nanti bisa suci lagi gak?"
"Apakah saya harus menghalalkan dia?"
"Kenapa?"
Baika menepuk pundak Birendra sekilas. Merasa aneh karena teman sebangkunya tiba-tiba melamun. Birendra bukan tipikal orang yang mudah melamun dengan hal sepele. Jika melihatnya dengan mata terpejam dengan mulut komat-kamit itu sudah biasa. Tandanya Birendra tengah menghafal Qur'an, namun melihatnya terdiam dengan pandangan kosong, Baika jadi curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Teen Fiction"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...