"Bai, komputer gue gak nyala!"
"Tombol power belum lo tekan, tolol!"
"Ah, iya. BHAHAHA GOBLOK! Astagfirullah."
Baika menggeleng pelan melihat tingkah hujatable yang dimiliki temannya. Bukan! Baika tidak ingin menganggap dia teman. Tingkah diluar nalar yang selalu Boni lakukan terkadang membuat dirinya menanggung malu seketika.
"Re, buang temen lo."
"Siapa?" Bitendra mengernyit.
"Jelmaan jurig satu itu," telunjuk Baika mengarah pada Boni.
"Dia sudah dibuang sama santannya, masa kita sebagai sahabat tega buang dia." Tutur Birendra.
"Santan?"
"Itu loh.... Mereka yang putus pas pacaran."
"Mantan, bego!" Baika ngegas.
"Bai jangan ngomong kasar terus! Saya gak sedap dengernya." Birendra menepuk tangan Baika.
"Gak kasar gak fyp." Boni menyahut.
"Saya selalu lembut tetap fyp." Birendra tersenyum. Jemarinya terus bergerak diatas keyboard. Mengetik satu per satu angka untuk membuat IP Address.
"Pak Aw kemana ya?" Boni bertanya.
"Rapat." Jawab Birendra.
"Terus ngapain kita suruh kumpul di lab?"
"Belajar." Birendra masih fokus pada komputer di depannya.
Boni menggeser kursi yang ia duduki agar lebih dekat dengan Birendra. "Re,"
"Eum?"
"Lo beneran udah Ssssssaaahh?"
"Jauhan sedikit, bisa?" Birendra kurang nyaman saat Boni berkata terlalu dekat pada telinganya. Apalagi kata sah yang ia ucapkan bernada panjang hingga membuat Birendra sedikit ngeri mendengarnya.
"Iya."
"Bener?" Baika mulai tertarik dengan topik ini. Menggeser sedikit posisi duduknya agar lebih dekat dengan Birendra. "Gimana? Susah gak?"
"Apanya?" Birendra mengernyit.
"Ijab kabul? Lo lancar? Gimana rasanya? Kayak mau meninggal? Muka penghulunya serem gak?" Baika bertanya beetubi-tubi.
"Saya mau nikah bukan mau uji nyali."
"Sama aja kayak nyiksa jiwa raga, Re. kalo salah sebut nama atau kebalik pasti malunya dunia akhira." Boni berujar.
"Lo gak latihan dulu?" Birendra menggeleng menjawab pertanyaan Baika. "Alhamdulillah sekali ngomong langsung bisa."
"Terus tadi malam gimana?" Boni nyengir dengan raut mencurigakan.
"Mereka gak mungkin ekhem kali, ah!" Baika menepuk punggung Boni hingga terdengar suara bug! Cukup keras.
"Bisa jadi kan? Apalagi Pausteng satu ini paham betul dengan sunah Rasul." Boni bertutur.
"Rere masih noob kalo soal produksi. Harus kasih paham lagi biar lebih matang dengan hasil memuaskan." Baika menjelaskan dengan raut datar.
"Padahal tampang udah oke. Tapi kalo soal UHUOK masih noob ya percuma. Tidak berguna." Boni terkikik.
"Lambat laun pasti dia pro." Baika tersenyum miring.
"Kalian ngomongin apa sih?" Birendra memandang kedua temannya bergantian. Dia berada di tengah-tengah antar Baika dan Boni. Kata-kata yang mereka ucapkan terdengar aneh ditelibga Birendra. Bahasa apa itu? Anu? Soal produksi? UHUOK? Apa maksud semua itu? Birendra tak mampu memahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALUR HALAL [TAMAT]
Ficção Adolescente"Ma, Rere harus tanggung jawab!" "KAMU HAMILIN ANAK ORANG?!" "Rere udah pegang tangan perawan, Ma!" *#* "Kamu tidur dimana?" "Kata Mama sepasang suami istri harus tidur berdua. Kalo pisah ranjang nanti dosa." "Aku gak mau," Birendra menarik tangan...