21. Bersama Arsen

115 12 0
                                    

Addley menaruh tasnya di atas meja belajar, Rumah tampak sepi. Tidak tahu kemana pergi ibunya yang sama seperti biasa pergi tanpa memberitahu kemana.

Menghempaskan tubuhnya di atas kasur hari ini sangat melelahkan, perutnya sudah sedikit tidak sakit lagi setelah kembali dari toilet saat di Uks, Addley tidak mengira Arsen masih menunggu sambil memberikan Teh jahe padanya berkat itu juga sakit perutnya sedikit hilang.

Bolehkah ia berharap selamanya akan seperti ini? Arsen yang perhatian, Dirinya yang bahagia. Addley sangat bahagia hingga membuatnya lupa semua permasalahannya, hanya dengan sedikit perhatian Arsen sudah membuatnya seperti ini, bagaimana jika lebih? Addley sama sekali tidak bisa membayangkan betapa bahagia hidupnya jika itu terjadi.

Rasanya Addley sama sekali tidak ingin semua ini berakhir, Satu hari yang sangat membahagiakan tanpa penderitaan yang setiap hari ia rasakan.

Addley tersenyum sambil menyentuh Jantungnya yang masih berdebar dan tadi sebelum pulang Arsen menanyakan keadaanya menyuruh pulang bersamanya, Sayangnya ia sudah berjanji dengan Reyna untuk pulang bersama.

"Aku harap semua ini adalah nyata. Biarkan aku merasakan perasaan ini untuk selamanya. "

Perlahan rasa kantuk menyerang untuk pertama kalinya Addley tertidur dengan bibir tersenyum.

*****
Arsen memainkan bola basket di tangannya, ketiga temannya sedang memakan cemilan sambil bermain bersama Aubrey adiknya.

Pikirannya menerawang pada kejadian di sekolah pertama kalinya ia merasakan perasaan sangat khawatir pada orang lain selain kepada Adiknya dan Ketiga temannya, orang lain itu adalah Addley.

Entah apa yang merasuki Arsen membuatnya meninggalkan Game di ponselnya untuk menghampiri Addley yang tengah sakit perut karena datang bulan lalu dengan khawatir membawa Addley ke UKS membantu mencari Benda khusus perempuan yang belum pernah ia pegang seumur hidupnya hanya demi Addley ia melakukan semua itu.

Arsen mengacak rambutnya tidak tahu apa yang ia rasakan. Perasaan nya masih abu-abu tidak bisa di tebak bahkan oleh dirinya sendiri.

Matanya melihat dasi yang masih melingkar di lengan kanannya, bahkan dengan konyol ia menyuruh Addley memasangkan dasi padanya dan ia masih memegang dasi itu.

"Kak Pin. "

Arsen mendongak melihat adik kecilnya yang berlari ke arahnya dengan sigap ia tangkap membawa Aubrey ke pangkuannya.

"Kenapa? "

Aubrey memeluk leher Arsen dengan manja. "Bley mau ketemu Kak Ale, Bley udah lama gak ketemu Kak Ale lagi, Bley kangen. "

Arsen mengernyitkan keningnya mendengar nama yang terdengar asing di telinganya keluar dari bibir adiknya.

"Kak Ale siapa? "

Aubrey mengerucutkan bibirnya membuat Arsen gemas ingin mencubit nya.

"Kak Ale yang waktu itu jenguk kak pin. Yang itu tu, yang cantik kayak belbi Bley, lambutnya warna coklat panjang. "

Jantung Arsen berdebar mendengarkan deskripsi kak Ale yang di jelaskan Aubrey, pikirannya terbesit satu nama yaitu Addley. Gadis itu berambut coklat panjang meski sekarang sudah sebahu dan yang pernah menjenguknya adalah Addley.

"Addley tuh. "

Arsen memandang kesal pada Leo yang mengedipkan matanya menggoda Arsen dengan menyebutkan nama Addley.

Lemparan bola dari tangan Arsen mengenai badan Alan yang menyeringai bahkan Dimas ikutan menggoda dengan wajahnya julidnya itu.

"Kode tuh Mas Pin. Supaya ketemu ayang bebeb. "

Dear, Arsen... Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang