26. Mimpi dan Impian

119 17 0
                                    

*****

Addley sedang berada di salah satu restoran bersama pria paruh bayah di hadapannya ini yang bernama Arya. Matanya sesekali memandang jendela yang memperlihatkan hujan turun dengan deras, sadari tadi Arya selalu menatap Addley secara terang-terangan membuatnya risih. Sebenarnya ia tidak mau ikut bersama pria paruh baya itu tetapi Arya kekeh menyuruhnya untuk makan bersama.

Situasi canggung menyelimuti keduanya setelah makan mereka berdua masih terdiam dengan pikiran masing-masing, Addley masih memikirkan Arsen yang tidak datang mungkin saja pria bermata hijau itu sedang bersama Elisa.

Arya berdehem membuat Addley menatap Pria itu dengan canggung.

"Mungkin kamu canggung bertemu dengan saya, tetapi wajahmu mirip istri saya sewaktu muda. Kami punya anak kembar Perempuan dan laki-laki tetapi karena suatu hal anak perempuan kami menghilang hingga sekarang tidak di temukan, mungkin juga sekarang jika anak saya masih hidup dia akan seperti nak Addley. "

Addley merasa prihatin dengan pria di depannya. "Kalau boleh saya tahu, Anak Om hilangnya gimana? "

"Dia di culik oleh orang aneh hingga sekarang kami tidak tahu bagaimana keadaan anak kami. "

Addley merasa sedikit familier kepada Arya, Wajahnya mengingatkannya pada seseorang yang ia kenal namun ia tidak tahu itu.

Perasaan Addley menjadi tidak canggung lagi entah apa yang ia rasakan, rasanya ini sedikit asing namun terasa nyaman baginya.

Addley dan Arya memulai obrolan kecil hingga membuat satu sama lain saling mengenal tentu saja Addley menyembunyikan tentang keluarganya.

****

Addley kembali ke rumah Reyna pukul 5 sore, rumah itu tampak sepi. Addley menyambungkan charger ke ponselnya yang kehabisan baterai.

Kaki Addley melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, merendam tubuhnya di bathtub sambil memejamkan matanya kembali mengingat tentang Arsen, sudah sekian kalinya ia tersakiti tetapi hatinya seolah melupakan semua itu.

Hanya dengan sedikit perhatian atau ucapan Arsen saja, Addley kembali masuk kedalam jerat itu. Addley sudah terjerat pada Arsen tidak peduli seberapa sakit ia dengan semua perilaku pria itu, ia selalu kembali lagi kepada Arsen dan semakin jatuh.

Pertemuannya dengan Arya, menyisakan sedikit kehangatan. Cara bicara pria paruh baya itu membuatnya mendambakan seorang ayah yang menyayanginya namun kini. Ia tidak tahu siapa Ayahnya dan juga ibunya yang bukan ibu kandungnya, ia semakin merasa sesak yang tanpa sadar membuat tubuhnya semakin kebawah hingga sepenuhnya masuk kedalam Air.

"Addley!! "

Byurrr

Addley terbangun mendengar teriakan Reyna yang mengejutkannya.

"Addley?! "

Segera Addley memakai bathrobe dan keluar dari kamar mandi bertepatan dengan pintu kamar telah di buka oleh Reyna.

"Lo dari mana aja? Gue khawatir tahu! Tadi lo bilang mau pulang bareng Arsen, udah lebih dari tiga jam belum pulang! Gue telponin gak aktif! "

Addley mendudukan Reyna di kasur yang baru datang dengan wajah khawatir.

"Aku gak papa. Tadi aku makan dulu sebentar dan Ponselku baterainya habis, aku baru ngisi pas pulang tadi, " Ucap Addley dengan nada menenangkan Reyna yang masih menggebu-gebu.

"Gue khawatir sama lo, Add, " Tatapan Reyna berubah menjadi sendu menata manik mata Addley.

"Gue takut lo kenapa-napa. "

Dear, Arsen... Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang