33. Berakhir

268 23 0
                                    

Kamu telah mencairkan hati yang beku dengan Kasih sayangmu dan Cintamu, Kamu telah membuatku takut merasa kehilangan akan hadirnya dirimu. Tapi kenapa kamu meninggalkanku saat aku tidak bisa hidup tanpamu.

*****

Arsen dan Raffa berada di rumah sakit, mereka mondar-mandir didepan ruangan UGD dengan perasaan cemas dengan kondisi Addley.

Selang beberapa menit Reyna datang dengan wajah Panik dan Marah yang menjadi satu, saat berada di hadapan Arsen dengan cepat Reyna memberikan tamparan pada pria itu.

"Sialan! Belum puas lo nyakitin Addley dan sekarang lo berusaha ngebunuh dia?! Gila lo ya, Vin!"

Arsen tertegun mendengar perkataan Reyna, dia tidak merasakan sakit di pipinya setelah di tampar oleh gadis itu, melainkan dia menjadi sadar bahwa selama ini dia telah menyakiti Addley dengan sangat dalam karena tindakannya.

"Hidup Addley sekarang sudah bahagia dan dia udah punya Rumahnya, jadi sekarang gue mohon sama lo pergi dari hidupnya..." Reyna menutup matanya terisak pelan mengingat penderitaan sahabatnya selama ini yang selalu datang bertubi-tubi.

Pria jangkung itu hanya bergeming mendengar perkataan Reyna yang sangat menyakiti hatinya, jantungnya berdebar kencang dengan menyakitkan membayangkan tidak lagi bersama Gadis yang dia cintai sangat sulit untuk dia tanggung. Tetapi semua ini adalah salahnya, dia yang menyakiti Addley, dia yang membuat Addley berada di kondisi ini dan itu semua karena ke-egoisannya, Semua karenanya.

****

Beberapa hari setelah kecelakaan yang menimpa Addley, Arsen beberaa kali diam-diam menjenguk Addley yang masih dalam keadaan koma. Namun, kemarin saat pergi menjenguk Addley, gadis itu tidak ada lagi di rumah sakit. Saat dia bertanya tentang Addley pada salah satu perawat, Perawat itu berkata bahwa Addley telah di pindahkan ke rumah sakit lain oleh anggota keluarganya dan mereka tidak bisa memberitahukan informasi lebih lanjut tentang Addley, membuat Arsen semakin frustasi.

Malam ini ditemani kesunyian dan Bintang-bintang yang berada dilangit, Arsen menatap langit yang dipenuhi Bintang yang terang. Langit beruntung ia ada yang menemani yaitu Bulan dan Bintang, Bahkan Cahaya Mereka bisa menyinari Bumi yang gelap. Sama seperti Addley dia mampu membuat Hati Arsen terang dengan Cahayanya, Addley yang mampu masuk kedalam Hati Arsen.

Arsen berharap Semesta Menyampaikan Perasaan Arsen yang begitu Merindukan Addley disampingnya, Merindukan Segala tentang Addley.

"Addley, Maafkan aku... Aku merindukanmu dan... Mencintaimu..." Bisik Arsen dalam kesunyian malam yang menyelimutinya.

Permasalahan Arsen telah dia selesaikan, dia membatalkan pertunangannya dengan Elisa, keluar dari rumah yang memuakkan itu dan sekarang dia berada di Apartemennya yang penuh dengan kenangan Menyenangkan dan menyedihkan saat bersama Addley. Dia melihat isi Apartemennya, dia bahkan bisa merasakan Kehadiran Addey di setiap sudut Apartemennya, Addley yang tersenyum sambil memanggil namanya, Addley yang merona saat jarak mereka sangat dekat, Addley yang bersikap canggung saat bersamanya dan Addley yang menangis memegang tangannya, memohon agar dia mencintainya.

Semua ingatan itu memenuhi kepalanya bagaikan kaset yang terus diputar berulang kali seperti menandakan bahwa dialah yang mempengaruhi Addley, begitu juga sebaliknya. Jika bukan Karena Addley, dia tidak akan bisa menentang Ayahnya dan mengambil keputusan yang besar yang bisa mengubah kehidupannya, semua itu berkat Addley dan Addley yang membuatnya menjadi lebih baik tanpa dia sadari.

Deringan ponsel di meja coffe menyadarkan Arsen dari lamunannya, dia segeram mengambil ponselnya melihat nama yang tertera di ponselnya sebelum menjawab panggilan tersebut.

"Halo Alan"

"...."

"Apa maksud lo?"

"Addley meninggal saat di perjalanan ke rumah sakit di Aussie"

"Gak Mungkin, Addley gak mungkin meninggal. Alan berhenti bercanda! itu semuaa gak mungkin!"

"Gue serius, gue dapat informasinya dari Reyna....Addley udah meninggal, Vin"

"Gak. Gak. gak mungkin Addley pergi, Gak mungkin"

Arsen hampir saja jatuh sekarang ia benar-benar merasa kehilangan hidupnya, kehilangan Nafasnya, dia telah kalah oleh takdir, hatinya terasa hancur berkeping-keping. Memori kebersamaan dengan Addley berputar di otaknya sambil memegang gelang yang dipakainya dari Addley.

Ponselnya terjatuh dari tangannya, Pandangannya menjadi buram karena Air mata, Jantungnya berdenyut merasakan sakit yang amat dalam. Semuanya pasti mimpi, Addley tidak mungkin pergi, Addley-nya, cahayanya tidak mungkin pergi. Arsen terjatuh di lantai, kepalanya tertunduk saat air matanya mengalir dan tangisannya terdengar memilukan bagi siapapun yang mendengarnya, katakan padanya bahwa semua ini mimpi, katakan padanya bahwa Addley masih hidup dan masih berada di sisinya.

Arsen berteriak keras memukul sofa melampiaskan rasa sakit di dadanya membuatnya sulit bernapas. Dia telah kehilangan segalanya, dia telah kalah oleh semuanya.

****

"Bukan. Arsen bukan bintang tapi Arsen itu bulan. Yang cahayanya lebih terang dibanding bintang, bahkan jika Bulan itu sendiri dia mampu menyinari gelapnya langit sama seperti Arsen dalam kehidupan aku. Hidupku yang sejak dulu gelap setelah bertemu Arsen kini menjadi cerah, Arsen adalah cahayaku, matahariku dan bulanku. "

"Kamu juga cahayaku Addley... Cahaya yang menuntunku keluar dari hidupku yang hampa dan gelap"

Dear, Arsen... Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang