56

2K 104 6
                                    

Happy reading
🥀🥀🥀

Warning
Mengandung bawang😭

Cuaca mendadak mendung, terlihat akan ada badai besar menimpa bumi, angin bertiup sangat kencang, suara petir menyambar dimana-mana, tak terkecuali di rumah sakit tempat Agam di rawat. Semua orang disana berharap cemas, kilat dan petir yang saling bersautan seperti menggambarkan jantung setiap orang disana.

Tadi siang, mama Agam menelfon Beno mengabari kondisi Agam yang semakin kritis, karna khawatir Black Wolf yang inti datang untuk menjenguk, sebenarnya mereka ingin ikut semua, tapi kondisi Agam yang berada dirumah sakit tidak memungkinkan mereka, Darren dan Gibran pun ikut karna mereka adalah ketua dan wakil dari angkatan 58. Kaila yang yang kebetulan di rawat di rumah sakit yang sama pun ikut hadir bersama Sherly dan Indira disana.

"Kaila... Tante takut Agam kenapa-napa." Ujar Tari mama dari Agam.

Saat ini mereka semua menunggu di depan pintu ruang  ICU Agam, sudah satu jam lebih dokter berada di sana ,tapi tidak ada tanda-tanda akan keluar. Semua orang hanya bisa berdoa agar Agam selamat dan sembuh seperti sedia kala.

"Tante harus yakin, Agam pasti selamat ko."
Kaila tidak bisa mencegah air mata itu jatuh, ia sangat takut menerima kenyataan kalau seandainya Agam kenapa-napa. Melihat Tari yang tampak hancur, Kaila tidak mau ikutan hancur, karna disini Tari hanya sebatang Kara, mengigat papa dan mama Agam telah bercerai dan papa Agam tidak tinggal di Indonesia, ia kembali ke negaranya Jerman.


"Tante hanya punya dia, Tante ngga punya siapa-siapa lagi, Kaila." Tari memeluk Kaila yang juga memeluknya, semua orang menatap itu dengan haru, terutama sahabat Agam yang tau betul sayangnya Tari ke Agam, ataupun sebaliknya.

Beno semakin mengepalkan tangannya, ia merasa semakin terpuruk saat melihat situasi ini, karna bukan ini harapannya, bukan ini tujuannya bergabung di Black Wolf dulu, bukan untuk di musuhi sana sini, bukan seperti ini yang ia inginkan.

Daffa juga menjadi orang paling hancur disini, rasa sesak, penyesalan, amarah membuat ia terdiam sendiri di bangku paling ujung, ia tidak sanggup mendekat dan melihat kondisi Tari, ia tidak sanggup melihat mama sahabatnya seperti itu.

Ingatan Daffa kembali pada kejadian kemarin, di depan matanya ia melihat sahabatnya tertembak, di depan matanya sahabatnya mengatakan menyayangi mereka semua, dengan tulus, tidak dengan canda seperti biasanya.

"Lo harus baik-baik aja Gam, jangan buat gue harus membunuh orang untuk pertama kalinya." Gumam Daffa dalam hati.

Davie, Adnan, dan Zahir sama sama berdiri di sekitar mama Tari, mereka sama sama terdiam dengan tatapan nanar melihat tari seperti itu, ini semua menjadi cambukan untuk mereka semua, karna disini mereka melihat bagaimana pengorbanan seorang ibu.

"Mamah, mama harus kuat yah, Agam akan baik-baik aja." Beno berjongkok di depan Tari, Beno menggenggam kedua tangan Tari.

"Beno... Mama ngga bisa tanpa Agam." Lirih Tari semakin terisak. Hal itu membuat air mata yang tadinya di tahan Beno ikutan berjatuhan. Tak hanya Beno, Davie, Adnan, dan Zahir pun berusaha menahan air matanya, saat ini mereka tidak boleh terlihat sedih, mereka harus kuat demi Agam.

"Maafin Beno mah..." Beno menunduk di kaki Tari, Beno ikut terisak seiring dengan air mata Tari yang semakin deras, Kaila, Indira, Dan Sherly saling berpelukan, mereka tidak Kuat melihat situasi yang banyak bawang ini.

Tak Tepat WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang