USTADZ HARUSKAH AKU MELAMARMU
A spritual story by
Dwinda Darapati.
.
.
.••••
Selamat Membaca 🤗
Baca dulu bab sebelumnya supaya ga aneh🤣***
Cahaya terperangah dengan ucapan Fathan barusan. Apa salahnya bertanya tentang Faizul? Terlepas dari rasa cinta Cahaya pada lelaki itu, Faizul kan juga gurunya. Apa salahnya? Dan kenapa Fathan berekspresi seperti orang marah?
Apa dia cemburu?
"Aya cuma bertanya, Ustadz. Apa ga boleh?" tanya Cahaya dengan suara pelan.
"Untuk apa kamu tahu? Dia kan sudah menyakiti kamu," ujar Fathan dengan suara sumbang.
Perasaan Cahaya campur aduk, dia ingin tahu kabar sang pujaan hati namun ketika di bertanya malah begini. Cahaya seperti memakan buah simalakama, maju kena mundur juga kena.
"Dia baik-baik saja, Cahaya. Mana ada pengantin baru yang mempunyai kabar buruk," jawab Fathan dengan cepat.
"Alhamdulillah, tapi bisa jadi aja ustadz Zul sedang sakit. Ustadz Zul kalau sakit bahaya, Stadz!" Cahaya menunjukkan ekspresi khawatir namun ketika menoleh pada Fathan yang dia dapati adalah sebuah tatapan dengan sorot mata tajam.
"Kenapa kamu bertanya tentang dia? Dan kalau Faizul benar sakit, kamu mau apa?" tanya Fathan.
"Dia guru Aya, dia yang bantu Aya berubah. Dan kalau ustadz Zul sakit, Aya harus menjenguknya. Bukannya itu adalah kewajiban sesama muslim, ustadz?" tanya Cahaya.
Seulas senyum tipis terbit dari bibir sedikit kecoklatan milik Fathan. Namun Cahaya tidak dapat mengartikan senyuman itu apakah sebuah cibiran atau memang tulus dari hatinya.
"Dan apa kamu masih mencintainya?" tanya Fathan.
Sejenak Cahaya terdiam sekaligus terkejut, pertanyaan macam apa ini? Fathan bukan siapa-siapa yang harus tahu perihal hatinya.
"Jawab Cahaya!" Sedikit membentak Fathan masih menatap lurus muridnya yang duduk dihadapannya itu.
"Panas bertahun-tahun akan hilang dengan hujan sekali. Ustadz mengerti pribahasa itu? Begitulah hati Aya, Stadz. Cinta bertahun tahun yang Aya pendam di dalam hati ini." Dia memegang dadanya dengan tangan bergetar. "Perlahan mulai hari hilang karena sakit hati."
Cahaya tersenyum sedikit kaku. "Dan berusaha ikhlas dengan takdir yang sudah Allah berikan."
"Apa kamu ikhlas?" tanya Fathan.
Cahaya mengangguk dengan mantap. Memberikan senyuman khasnya yang membuat kedua mata indahnya menyipit kala itu juga.
Apa dia cemburu?
Fathan melipat tangannya ke dada, berkedip pelan lalu menatap Cahaya kembali. "Dia sudah menyakiti kamu, apa kamu tidak berkeinginan untuk membalasnya?" pancing Fathan dengan pertanyaan yang memang aneh.
Cahaya mengerutkan dahi, ada ya ustadz yang mengajarkan balas dendam?
"Ustadz ngajarin Aya balas dendam?" To the point saja, Cahaya melayangkan pertanyaan barusan.
"Saya bertanya Cahaya, itu artinya keputusan ada ditangan kamu." Fathan menjawab dengan penuh penekanan.
"Untuk apa Aya balas dendam, Stadz? Apa dengan itu Aya mendapatkan ustadz Zul? Engga, kan? Yang ada orang-orang membenci Aya. Aya ga mau!" Dia berkata dengan tegas.
"Biar ustadz Zul bahagia, toh memang sudah waktunya. Nanti juga ada masanya buat Aya untuk bahagia dengan seorang laki-laki yang mencintai Aya dengan tulus."
"Sekarang giliran Aya yang bertanya. Kenapa ustadz memberikan Aya pertanyaan begitu? Apa tujuan Ustadz?!"
Fathan terkekeh, dia memperbaiki posisi duduknya agar kembali lurus. "Saya hanya menguji kamu, Cahaya. Menguji isi hati kamu tentang Faizul."
Cahya mengerutkan dahi tak mengerti.
"Saya hanya ingin tahu isi hati kamu. Dan ternyata apa yang saya duga memang benar, kamu orang yang baik. Terlihat dari cara kamu menjawab pertanyaan saya, bisa saya nilai dari rencana apa yang akan kamu lakukan. Dan ekspresi tenang dari wajah kamu menunjukkan bahwa kamu adalah orang yang baik."
" ... Tidak salah ujian ini datang padamu, tidak salah cinta itu berlabuh pada hati kamu, Cahaya. Beruntung sekali Faizul dicintai oleh seseorang yang baik dan tulus seperti kamu. Andai saja kamu lahir lebih cepat dan kenal dengan Faizul lebih cepat. Mungkin kamu akan mendapatkannya, Cahaya. Tapi ... takdir berkata lain, itu artinya jodohmu bukan orang yang kamu cintai saat ini."
Cahaya menoleh pada Fathan. "Lalu siapa ustadz?" tanyanya pelan dengan penuh harap.
"Ada dua pilihan, seseorang yang kamu cintai atau seseorang yang mencintai kamu." Fathan menjawab dengan suara tenang.
"Dan ustadz ...."
"Iya?"
"Ustadz kenapa belum menikah? Umur ustadz sudah cukup?" tanya Cahaya, "apa ustadz ga mau kaya ustadz Zul?"
Senyuman tipis yang sama seperti tadi kembali diperlihatkan di depan Cahaya. Dan lagi-lagi gadis itu tidak bisa memahami apa maksudnya.
"Mungkin belum waktunya, Cahaya."
***
Jangan lupa vote dan komentarnya yaaaa🤗🤗Terima kasih sudah membaca dan menemukan cerita ini🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Haruskah Aku Melamarmu? [Selesai]✅
Random"Ustadz, tunggu lima tahun lagi, ya. Cahaya Nayanika Lengkara akan datang melamar ustadz!"----Cahaya Nayanika Lengkara. "Saya menantikannya, Cahaya."----Elfathan Aarav Ramadhan. *** "Ustadz ... selamat berbahagia." "Maafkan saya, Cahaya." --------- ...