18. Sebuah Kebaikan Tanpa Alasan

1.1K 133 9
                                    

USTADZ HARUSKAH AKU MELAMARMU

A spiritual story by
Dwinda Darapati

.
.
.
.

Alangkah baiknya kalau akun Nda di follow dulu biar Nda rajin Up🤗

Selamat Membaca 🤗

***

Sepulang sekolah, Cahaya dan Amel mampir dulu ke perpustakaan untuk meminjam buku. Buku pelajaran tambahan yang tidak dipaket kan untuk mereka. Tujuannya untuk menambah pengetahuan dan pejamkan karena semakin banyak membaca dan menjelajah dari berbagi sumber, maka akan semakin luas wawasan kita.

Di lemari paling belakang, Cahaya kini tengah menjangkau ensiklopedia yang berada di rak atas, sedikit berjinjit agar bisa meraihnya.

Akan tetapi, sebuah tangan telah lebih dahulu menggapai ensiklopedia tujuan Cahaya membuat gadis itu kesal.

"Woi! Ini aku duluan, jangan asal ambil!" hardiknya dengan suara lantang.

"Maaf, Cahaya. Saya datang hanya untuk membantu kamu," jawabnya dengan suara tenang tak lupa dengan senyuman manis di akhirnya.

"Eh, ustadz!" Gadis itu gelagapan, dia salah orang. "Maaf, Aya pikir tadi siapa," sesalnya.

Fathan menyerahkan ensiklopedia itu pada Cahaya. "Rajin olahraga biar tinggi," ucapnya.

Cahya terkekeh pelan. "Aya rajin olahraga, kok Ustadz! Tapi malas," jawab Cahaya dengan cengiran.

"Nah, katanya rajin tapi malas. Ada-ada aja  kamu, Cahaya." Fathan geleng-geleng kepala. Matanya kembali beralih ke barisan buku-buku yang berada di depannya seolah mencari sesuatu.

"Ustadz cari apa?" tanya Cahaya. "Kalau bisa Aya banyu," tawarnya.

"Dibawah lindungan Ka'bah, karya Buya Hamka." Bola mata Fathan memutar ke segala arah mencari buku yang dimaksud. "Kamu tahu?"

Cahaya menggeleng. "Buya Hamka? Siapa?" tanya Cahaya.

Fathan menghela napasnya, untuk sejenak dia berhenti mencari tujuan utamanya. "Beliau tokoh ulama besar di Indonesia. Aslinya orang Minang, sama seperti ustadz Zul."

Cahya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ooooo ... ga tahu, sih, Ustadz," jawabnya.

Bibir lelaki itu mencebik geli. "Apanya, Cahaya?" omelnya, "Ooooo ... ga tahu." Menirukan apa yang dikatakan Cahaya barusan.

"Sudahlah bilang 'oooo', lalu 'ga tahu'."

Cahaya kembali menyengir. "Ya terus mau jawab apa, Stadz?"

"Coba jelaskan makna dari kata ‘Oooo’ dan 'ga tahu’ itu!" titah Fathan.

Tangan gadis itu terasa pegal lantaran ensiklopedia yang lumayan berat. Dia memilih untuk memeluk buku itu ke dadanya.

"Jadi 'Oooo' yang Aya maksud adalah pertanda kalau Aya paham sama yang ustadz bilang. Dan 'ga tahu' maksudnya walaupun udah ustadz kasih tahu, sama saja Aya tetap ga tahu siapa orangnya."

Fathan terkekeh. "Ada-ada saja kamu, Cahaya."

"Justru ustadz yang ada-ada," tuduh gadis itu.

"Minggu depan ujian, semangat, ya!" Fathan mengangkat tangannya memberikan semangat pada muridnya itu. Dan jangan lupakan senyuman manis yang tak pernah luput dari wajahnya setiap kali berbicara dengan Cahaya.

Ustadz Haruskah Aku Melamarmu? [Selesai]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang