USTADZ HARUSKAH AKU MELAMARMU?
A Spiritual story by
Dwinda Darapati
.
.
.••••
Selamat Membaca 🤗
***
Langkah kaki tergesa-gesa bersamaan dengan bunyi gemelatuk sepatu menghiasi langkah si pemilik kaki untuk terus mempercepat langkahnya. Keringat mengucur di pilipis sesekali ia sapu dengan tangan kanannya karena merasa geli yang menimpa wajah cantiknya.
Dia harus sampai di rumah dua puluh menit lagi, sementara jarak dari tempat sekarang ia berpijak cukup jauh. Gadis itu mengkhawatirkan bahwa dia tidak bisa datang tepat waktu untuk membantu neneknya.
Cahaya terus melangkah hingga menemukan sebuah angkot lalu melambaikan tangan, kemudian mobil itu berhenti dan ia masuk ke dalamnya. Terasa panas di dalam angkot karena tempat pertukaran udara yang cukup sempit.
Bau keringat yang menguar di dalam sana membuat Cahaya menutup hidungnya dengan spontan, sehingga para penumpang disana merasa tersinggung oleh sikapnya. Buru-buru mengarahkan wajah ke arah ketiak karena menduga bau itu berasal dari tubuhnya. Namun setelah melakukannya, Cahaya tidak mendapati bau aneh. Dia masih tetap wangi dengan aroma Citrus yang melekat ditubuhnya.
Cahaya menutup hidungnya, mungkin salah satu penumpang di mobil ini lah yang menyebabkan bau tidak sedap itu. Dia melirik semua penumpang yang sibuk dengan ponsel mereka, seolah tak terganggu dengan bau keringat itu.
Saat sedang melirik, pandangannya bertemu dengan salah seorang laki-laki muda yang berada di hadapannya. Terlihat manis, sedikit berisi dan kulit kuning langsatnya membuat Cahaya kembali berpikir.
"Apa dia yang bau?" gumamnya.
Lantas setelah itu lelaki disamping pria tadi juga melirik padanya, pandangan Cahaya bertemu dengan dua laki-laki yang berada di depannya. Saat temu pandang dengan yang kedua, Cahaya mengulas senyum tipis.
Pria kedua berpenampilan menarik, putih bersih, mata teduh dan lesung pipi yang timbul di pipinya saat membalas senyuman Cahaya membuat gadis itu tersenyum lagi.
Terlihat tampan, menakjubkan, membuat hati Cahaya berdebar. Rasanya pernah bertemu, tapi dimana?
Sampai di alamatnya, Cahaya menghentikan mobil. Turun perlahan kemudian membayar uang jasa pada sang sopir. Akan tetapi, dia dikejutkan dengan seseorang yang juga melakukan hal yang sama.
"Ga ada uang dua ribu, neng?" tanya sang sopir. Lantas Cahaya menggeleng, satu-satunya uang yang dia punya hanya lembar lima ribu itu saja.
"Pakai ini saja, Pak," ujar pria yang juga membayar ongkos. "Sekalian sama teman saya di belakang, Pak. Tapi dia belum turun sekarang," lanjutnya.
"Boleh, makasih, Pak!" sahut sang sopir yang kemudian melanjutkan perjalanannya.
Cahaya melempar senyum manis pada pria itu, dia merasa berhutang dan hendak membayar. Maka dari itu, Cahaya mengikuti langkah pria yang sudah membayar angkutan tadi. Kebetulan mereka menuju arah yang sama.
"Permisi, Pak. Makasih ya, udah bayarin Aya. Aya harus ganti duitnya, bentar Aya cari warung dulu buat nukarin duit." Aya berkata dengan cepat. Dia hendak melangkah namun dihentikan dengan panggilan dari pria itu.
"Aya?" Dia seperti memastikan namanya. "Tidak usah, saya ikhlas membantu." Dan tersenyum.
"Saya Faizul Muttaqin, guru di SMA Sujana. Kamu, Aya?" tanya Faizul saat mereka sudah berjalan beriringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Haruskah Aku Melamarmu? [Selesai]✅
Random"Ustadz, tunggu lima tahun lagi, ya. Cahaya Nayanika Lengkara akan datang melamar ustadz!"----Cahaya Nayanika Lengkara. "Saya menantikannya, Cahaya."----Elfathan Aarav Ramadhan. *** "Ustadz ... selamat berbahagia." "Maafkan saya, Cahaya." --------- ...