USTADZ HARUSKAH AKU MELAMARMU?
A spiritual story by
Dwinda Darapati.
.
.
.Cek typo ya!
Nda buru buru soalnya🤣Selamat membaca🥰
***
"Assalamualaikum, Aya. Lama ga ketemu."
Seperti di dorong ke tempat yang dalam, ngilu terasa dihatinya ketika kembali melihat wajah yang pernah singgah di hatinya. Ketika kembali melihat seulas senyuman dari Bibis tipis milik Faizul dan sebuah panggilan.
"Waalaikumussalam, Ustadz," jawab Cahaya dengan cepat. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menyadarkan dirinya apakah ini nyata atau tidak.
Kembali bertemu dengan Faizul sekaligus dalam acara ini membuatnya semakin dag dig dug ser.
"Kamu berubah jauh, Aya. Saya suka dengan gaya pakaian kamu yang sekarang," puji Faizul.
Ayolah, istrimu mana?
"Ini karena disuruh ustadz Fathan, pakaian ini, semuanya dari ustadz Fathan." Cahaya menjawab apa adanya, dan memang keinginan untuk menutup aurat sesuai dengan tuntunan agama belum terlintas dihatinya.
"Alhamdulillah." Pria itu menarik napas panjang. "Fathan membuat perubahan banyak di diri kamu, saya bersyukur kamu mengenalinya."
"Iya ... ustadz Fathan memang mengubah segalanya, dari sikap Aya, pakaian Aya, tata krama, larang Aya main sosmed." Dia berkata dengan jujur sekaligus membanggakan Fathan. Lelaki yang hadir mengobati hatinya di kala terluka hebat.
"Ustadz Fathan juga yang menyuruh Aya ikut lomba ini," tambahnya.
Faizul mengangguk pelan. Benar, ini yang dia harapkan. Murid kesayangannya itu tidak boleh tersesat terlalu lama, dia ingin Cahaya kembali menjadi muridnya yang dulu. Namun sayangnya Faizul tidak bisa lagi melakukannya karena tuntutan pekerjaan dan juga pernikahannya. Maka dari itu Faizul meminta Fathan menggantikan dirinya.
Hatinya lega, apa yang ia harapkan benar terjadi.
"Penampilan selanjutnya untuk nomor lor lima puluh tujuh!" seru pembawa acara dari depan sana.
Cahaya melihat kertas yang ia tempel di dadanya. "Giliran Aya, Ustadz. Doain, ya," pintanya sebelum melangkah pergi ke depan.
Faizul mengangguk. "Doa terbaik selalu untuk kamu, Aya."
***
"Assalamualaikum!" Fathan datang menepuk bahu Faizul dari belakang. Segera lelaki itu duduk di kursi sebelah Faizul tempat dimana Cahaya tadi duduk.
"Waalaikumussalam," jawab Faizul dengan cepat. Dia menyambut uluran tangan Fathan dan bersalaman.
"Antum memang benar luar biasa, dalam waktu beberapa bulan antum bisa mengubah Aya. Terima kasih, Fathan." Faizul menepuk pundak Fathan dengan pelan sedang matanya melirik Cahaya yang sedang membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an di depan sana.
"Alhamdulillah, karena izin Allah. Ana menganggapnya seperti adik ana sendiri. Mereka benar benar mirip," jelas Fathan.
"Dengan itu rindu antum terobati?" tanya Faizul.
Langsung saja Fathan mengangguk, dia kembali mengikuti setiap bacaan yang terdengar olehnya. "Cahaya sudah kembali hafal ayat ayat yang dia lupakan. Dia pintar, Zul!' beritahu Fathan dengan antusias.
Faizul tak kalah semangatnya. "MaasyaaAllah, Alhamdulillah. Ana senang mendengarnya."
Diam cukup lama karena kedua ustadz muda itu mengikuti setiap ayat yang dilantunkan oleh Cahaya.
فَاذۡكُرُوۡنِىۡٓ اَذۡكُرۡكُمۡ وَاشۡکُرُوۡا لِىۡ وَلَا تَكۡفُرُوۡنِ
Fazkuruuniii azkurkum washkuruu lii wa laa takfuruun
152. Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.
Ayat yang selalu mengingatkan kita agar senantiasa bersyukur dalam kondisi apapun.
Orang-orang berpikir bahwa yang original di nikmati hanya nikmat berupa harta benda, namun ternyata salah. Bukan hanya nikmat yang besar, namun nikmat kecil sekalipun harus kita syukuri. Seperti udara yang selalu kita hirup, langkah kaki yang selalu mampu membawa kita kemanapun karena izin Allah.
Syukuri semua yang ada, walau sekecil apapun itu. Karena apabila kita ridho terhadap nikmat Allah yang sedikit maka Allah akan ridho pula dengan kita yang amalnya sedikit.
Faizul menoleh pada Fathan dan berkata, "Ana teringat sesuatu."
"Apa?" tanya Fathan.
"Apa dia sudah mencintai antum?" tanya Faizul yang tiba-tiba saja bertanya begitu.
Fathan terkekeh pelan. "Kenapa?"
"Cuma kepo,"
Fathan tersenyum simpul. "Ana ga tahu, perihal dia mencintai Ana atau enggaknya, itu urusan dia. Yang Ana lakukan hanya berjuang, meraih ridho Allah. Soal pernikahan, Ana belum begitu memikirkannya." Diakhiri dengan tawa renyah.
"MaasyaaAllah, tidak salah ana bersahabat dengan antum." Dia menepuk bahu Fathan dengan pelan.
"Penampilan selanjutnya lot tujuh puluh lima!"
Faizul menoleh saat ada yang memanggil. "Ana permisi dulu, lot tujuh lapan murid ana," akunya lalu bersalaman dengan Fathan dan berlari menuju muridnya yang akan segera tampil.
Bertepatan dengan perginya Faizul, datanglah Cahaya dengan langkah tenang ke arah Fathan. Dia segera mengambil duduk di samping Fathan, bukan tempat Faizul tadinya.
"Gimana, Cahaya? Lancar?" tanya Fathan.
"Alhamdulillah, ustadz! Huh, lega!"
"Gimana perasaan kamu?" tanya Fathan lagi.
"Lega, dan senang. Aya senang banget bisa tampil lagi di depan, Aya senang bisa kembali mengeluarkan suara Aya dari microfon disana. Bunda Aya lagi bangga lihat Aya berdiri di depan sana."
"MaasyaaAllah, Aya." Fathan tersenyum simpul, dia menyerahkan sebuah botol minuman berisi susu stroberi pada gadis itu.
"Buat kamu, isi energi."
Cahaya langsung menerima, dibukanya minuman itu dan langsung meneguknya. Benar benar haus setelah tampil di depan sana.
"Ustadz, tadi ustadz ngobrolin apa sama ustadz Zul?" tanya Cahaya.
***
Maaf yah, kemarin Nda janji up malah tapi ga jadi.
Qadarullah, keluarga Nda sedang berduka. Hihihi...
Jangan lupa vote nya yaaa
Follow juga Instagram cantik Nda
@bukjorong_
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Haruskah Aku Melamarmu? [Selesai]✅
Random"Ustadz, tunggu lima tahun lagi, ya. Cahaya Nayanika Lengkara akan datang melamar ustadz!"----Cahaya Nayanika Lengkara. "Saya menantikannya, Cahaya."----Elfathan Aarav Ramadhan. *** "Ustadz ... selamat berbahagia." "Maafkan saya, Cahaya." --------- ...