15. Alasan Cahaya

1.2K 144 7
                                    

USTADZ HARUSKAH AKU MELAMARMU?

A spiritual story by
Dwinda Darapati

.
.
.
.
.

Selamat Membaca 🤗

***

"Ustadz, tadi ustadz ngobrolin apa sama ustadz Zul?" tanya Cahaya.

Fathan memberikan senyuman lebar, matanya berkedip pelan lalu memperbaiki posisi duduknya. Dia berkata, "gimana penampilan kamu? Aman, kan?"

"Ha?" Cahaya dibuat melongo, kenapa dia diberi pertanyaan padahal tadinya ia bertanya.

Fathan berkemas lalu berdiri mengajak Cahaya. "Kita boleh meninggalkan tempat ini untuk beristirahat. Kamu belum makan, kan? Ayo ikut saya, kita makan dulu."

Cahaya tak dapat berkata, dia menuruti kemana ajakan Fathan. Hingga mereka sampai disebuah taman luas yang rumputnya menjadi hamparan layaknya permadani. Tanpa perlu alas, tanpa perlu karpet mereka bisa duduk disana.

Fathan membawa dua bungkus nasi, dia memberikan satunya pada Cahaya dan meletakkan di hadapannya dua botol minuman.

"Ayo makan, Cahaya," ajaknya.

Cahaya mengikuti selain tidak tahu apa yang akan diperbuat, gadis itu juga lapar. Penampilan tadi memforsir seluruh energinya, deg degan dan rasa takutnya semakin membesar kala berada di podium.

"Gimana perasaan kamu setelah tampil?" tanya Fathan di sela-sela kunyahannya.

"Hmmmn ... Alhamdulillah, baik ustadz. Aya merasa lega aja gitu. Tadi waktu tahu yang tampil setelah itu Aya, Aya deg deg banget!" Cahaya seakan bersemangat bercerita. "Apalagi waktu lihat wajah jurinya, serem."

"Tapi, Stadz. Waktu Aya diberi pertanyaan dan langsuang dapat, huh, senang banget. Sampai ga sadar kalau kesempatan Aya akan berakhir. Aya senang banget ustadz. Mau lagi di kasih pertanyaan, mau terus!"

Fathan mengulum senyuman, perubahan yang luar biasa. "Alhamdulillah, saya senang mendengarnya." Dia kembali menyuap nasi dan mengunyahnya. "Lain kali kalau ada lomba, kamu mau ikut?" tanya Fathan.

"I-iya ustadz! Senang!" Sejenak dia membesarkan bola matanya. "Hah? Lomba lagi, kapan?"

Fathan tertawa nyaring.  "Kenapa selama ini kemampuan kamu kamu sembunyikan?" tanya Fathan lagi. Dia hanya ingin tahu alasan seorang mantan santri pesantren berubah begitu.

"Kenapa kamu tidak menunjukkan bahwa kamu adalah seorang Hafizah yang hebat?"

Wajah Cahaya seketika berubah, binar matanya yang tadi tampak bahagia kini meredup. Senyuman khasnya pun lenyap dan juga, mata indahnya kini berlinangan air mata.

"Cahaya ...?" Fathan memanggil.

"Bukan maksud Aya untuk menyembunyikan ustadz," lirihnya. Seketika nafsu makan gadis itu hilang, pandangan matanya kini menerawang ke arah langit biru yang cerah.

"Aya hanya marah," ungkapnya.

"Marah? Sama siapa?"

"Aya hanya marah sama Allah! Allah ambil semua yang Aya punya, Allah ambil bunda! Padahal Aya udah berdoa, Aya shalat tahajud, tapi sama sekali doa Aya ga dikabulkan, Stadz. Percuma Aya ibadah, percuma Aya meminta, percuma Aya menghafal kalau apa yang Aya inginkan ga di dapatkan?"

Fathan menghela napas panjang lalu mengelus perlahan melalui mulut. "Kamu marah sama Allah, sedangkan Allah lah yang memberikan kamu hidup?"

"Itu dulu," potong Cahaya dengan cepat.

"Sekarang?"

"Semenjak ustadz datang ke kehidupan Aya, semenjak ustadz memberikan nasihat-nasihat untuk Aya, pemikiran itu mulai hilang. Aya mencoba untuk menerima semuanya." Cahaya berkata dengan tenang dan kembali melanjutkan makannya yang sempat ia tunda. "Ustadz merubah banyak hal dalam hidup Aya!"

"Jadi karena saya?" tanya Fathan yang langsung diangguki oleh Cahaya dengan semangat.

"Kamu salah, Cahaya," ucap Fathan, "kalau kamu berubah karena saya itu percuma. Sama halnya dengan kamu berdoa tapi tidak dikabulkan."

"Ustadz?" Gadis itu tak mengerti.

"Kamu ingat kenapa kamu mengenakan hijab karena siapa? Kamu ingat kenapa kamu berubah karena siapa? Dan apa kamu ingat kamu patah hati karena siapa?" tanya Fathan yang jawabannya hanya satu.

"Ustadz Zul," jawab gadis itu dengan cepat.

"Tidak ada rasa sakit yang paling sakit ketika melakukan sesuatu bukan karena Allah. Kalau sekarang kamu berubah karena saya, itu artinya kamu harus siap menanggung konsekuensi ketika saya tidak ada nanti." Fathan berkata dengan tegas.

"Berubah lah karena Allah. Beribadah lah karena Allah, dan hafalkan Al-Qur'an karena ingin meraih surga Allah."

Cahaya terdiam cukup lama merenungi setiap perkataan Fathan. Begitulah ketika kita berkumpul dengan orang yang paham agama, kita akan merasa paling bodoh diantara mereka.

Cahaya berteman dan dekat dengan Fathan yang paham agama, maka setiap tindakan haruslah berdasarkan agama. Sedangkan gadis itu masih belum paham.

Kelihatan sekali bodohnya dia dalam agama yang sudah dianutnya dari kecil.

Dalam diam tiba tiba jantung gadis itu berdesir, ada kupu-kupu yang berterbangan di perutnya sehingga pipinya pun memerah.

"Ustadz ... MaasyaaAllah Aya jatuh cinta."

***

Tiga hari ga up, lama ga ya?🤣
Wkwkwkw
Semangatin Nda di komentar yuk!!

Follow Instagram buriq Nda juga
@bukjorong_

Ustadz Haruskah Aku Melamarmu? [Selesai]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang