35. Akankah baik-baik saja?

1.5K 153 25
                                    

USTADZ HARUSKAH AKU MELAMARMU?

A spiritual story by
Dwinda Darapati

.
.
.
.
.

Selamat Membaca 💜

***

"Tentu saja, bahannya adem, lembut dan nyaman. Mustahil kalau ini punya adiknya ustadz. Waktu pertama kali Aya pakai, aroma khas kain barunya tercium jelas."

"Kamu orang yang detail," puji Fathan.

Begitu juga dengan perasaanku.

"Iya ... Aya emang suka mengingat banyak hal. Oh iya, Ustadz. Selama ini hanya ustadz  yang memberikan Aya sesuatu? Kapan ya, Aya bisa membalas?"

Fathan dan Cahaya sama-sama terdiam ketika bel istirahat shalat Dhuha berbunyi.

"Nanti deh, Aya pasti berikan sesuatu."

Fathan menatap Cahaya dengan lembut, gadis ini tetap saja ceria seperti biasanya. Padahal sebenarnya dia sedang tidak baik-baik saja. Fathan dapat melihat itu dari tatapan kosong yang dia berikan.

Wajah ceria yang selalu ditunjukkan pada semua orang, menyembunyikan rasa sakit. Bertingkah seolah dirinya baik-baik saja. Mengapa hal seperti ini membuat Fathan semakin merasa bersalah?

"Iya, kan, Ustadz?" tanya Cahaya.

"H-hah?" Terlalu lama melamun memikirkan tentang gadis itu membuat Fathan tidak menyimak apa yang sedari tadi Cahaya katakan.

"Kamu selalu bahagia, Cahaya," ucap Fathan melihat senyuman dan mata yang menyipit ketika tertawa.

"Memang begitu, Aya ga pernah bersedih," ucapnya membenarkan apa yang dikatakan oleh Fathan.

"Cahaya ... apakah kamu tidak menyesali sesuatu?" tanya Fathan.

Dengan mata yang memicing dan mengerutkan dahi Cahaya bertanya, "Menyesali apa?"

"Karena ingin melamar saya?" tanya Fathan nyaris tak terdengar.

Sejenak gadis itu terdiam kala air mata tanpa sengaja berlinangan di pelupuk matanya. "Melamar?" Dia memaksakan diri untuk tersenyum padahal dengan air mata yang hampir tumpah. "Engga," jawabnya.

"Bahkan setelah saya menyakiti kamu, kamu masih baik-baik saja."

"Aya tak merasa tersakiti," bantahnya.

Duhai pemilik malam, kenapa harus aku yang jatuh cinta.

"Tapi ada satu yang Aya sesali," kata gadis itu yang langsung menyita perhatian Fathan.

"Apa?"

"Menyesal karena ga pernah mengucapkan kata-kata  dan tindakan ini."

Duhai sang maha cinta, kenapa setiap jatuh cinta yang kudapatu hanya sakit hati.

"Aya jatuh cinta pada ustadz. Itu yang membuat Aya dengan berani bilang kalau Aya akan datang melamar ustadz."

Dan kau para pemuja cinta, sebegitu rumitkah ketika sudah bersama cinta?

"Andai dulu Aya ga terobsesi dengan gelar sarjana, dan Aya ga perlu kuliah jauh-jauh ke Aceh, apakah situasi ini akan berbeda? Apakah Aya yang akan menjadi ibu dari Zafran?"

Fathan terdiam, dia tak tahu harus menjawab apa. Dia mencintai dua jiwa, dia mencintai dua orang secara bersamaan. Kepalanya berdenyut dengan keras seakan terguncang begitu hebat dengan ucapan Cahaya barusan. Rasa bersalah akan memberikan harapan membuatnya gelisah dan ingin mati rasanya.

"Cahaya maaf ..."

"Ga pa-pa!" Dia tersenyum sembari menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya. "Aya cuma mau mengeluarkan apa yang ada di dalam hati Aya."

"Ustadz ga perlu merasa bersalah," tekannya. Gadis itu menghela napas panjang. "Huh, lega rasanya ketika sudah terucap."

"Cahaya ..."

"Ustadz akan terus menjadi guru, dan Aya akan tetap menjadi murid. Rasa bersalah ustadz dan rasa cinta Aya, cukup berhenti sampai disini."

Gadis itu memberikan kotak makanan tadi pada Fathan. "Aya pamit, Aya pulang."

Melangkahkan kaki hendak keluar dari gerbang sekolah, panggilan dari seseorang menghentikan langkah Cahaya.

"Kamu yakin rasa cinta kamu pada Fathan berhenti sampai disini?"

***

Yuhuuuu!
Update nih
Ramein lagi, yaaa 🥰

Ustadz Haruskah Aku Melamarmu? [Selesai]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang