Rahasia [2c]

15 5 16
                                    


⚠️ Ada beberapa hal kekristenan.
⚠️ Ada sedikit mention aliran sesat juga...

Kalau tidak nyaman, boleh dilewati.

Terima kasih:)
__________________________

"Dara, boleh pesan katering mamamu, nggak?"

Pertanyaan kak Irina di suatu hari, lumayan membuatku kaget. Pasalnya, keluarga Irina itu kan konglomerat. Masa mau aja pesan katering mama, yang masih kecil-kecilan waktu itu? 

"Boleh aja sih, kak." Tapi pikiranku waktu itu memang polos. Pikirku, mungkin karena kak Irina pernah coba masakan mama, lalu suka. "Bilang sendiri ke mamaku ya."

Setelahnya, benar, keluarga Irina sungguhan pesan katering ke mamaku. Itu anugerah? Iya, menambah cuan keluarga. Tetapi bagiku bukan, malah menjadi malapetaka. Ya, karena akhirnya aku yang disuruh-suruh membantu memasak—intinya, aku jadi lebih repot.

"Mama mau belanja, sama papa. Tolong lanjutin ngepel sama nyapunya mama, ya? Tapi inget, mana ruang yang nggak boleh kamu buka?"

Bukan hanya aku yang dilarang, Sandra juga. Tapi, tentu saja aku ingat ruangan mana. Ada di dekat gudang, letak yang lumayan terpencil. Pintunya sama seperti pintu kamar lain. Hanya saja, waktu itu aku memang tidak tahu dan tidak ingin tahu apa-apa tentang ruangan itu.

Nggak bohong, memang ada rasa penasaran itu. Tapi aku tidak mau ceroboh. Alias, menunggu Tuhan memanggil mama dan papa saja. Masih lama tentunya.

"Iya ma, inget."

Berhubung waktu itu aku sendirian—karena Sandra ada kerja kelompok dengan temannya—lebih santai jadinya. Meski aku pandai mencari kawan, tetap lebih nyaman kalau sendirian di rumah. Aku bisa menyetel musik dengan suara keras, menari atau berlari walaupun sambil menyapu.

Haha, suka menggila memang.

Tetapi, tampaknya ada masalah. Aku terlalu senang sendirian di rumah, sambil melompat seenaknya. Tak terasa aku bisa nabrak pintu ruangan yang dilarang itu, sampai kebuka. "Lho, harusnya dikunci kan ya?"

Aku panik, kemudian menyadari betapa kerasnya gerakan badanku sampai bisa membuka pintu itu. Iya, padahal benar dikunci. Yang terjadi selanjutnya, diluar dugaan. Aku menyugesti diri, bahwa memang yang tadi itu cuma kecelakaan. Berarti bisa dibilang, ini juga takdir.

Memang, Tuhan telah menentukan waktunya. Sebenarnya, aku bisa saja keluar ruangan dan menutup pintunya lagi. Menguncinya kuat-kuat, biar mama atau papa saja yang bisa masuk. Tetapi, aku urungkan.

"Sekali doang kok. Habis nyalain lampu, ngeliat bentar, terus gue keluar beneran." Bisikku terus menerus, seakan ada jiwa lain di dalam sana. Haha, padahal cuma ada jiwa Damara Pratiwi, tidak ada yang lain.

Beruntung, saklar lampu tidak jauh di dekat kusen pintu. Karena memang tidak jelas, ruangan ini teramat gelap. Tidak ada jendelanya juga. Dan lagi, aku sengaja mematikan semua lampu di rumah kalau sedang sendirian.

Gelap itu enak banget, kawan. Entahlah, tapi aku lebih nyaman kalau gelap-gelapan.

Aku kira, kemungkinan besar ini dulunya kamar bayi. Atau mungkin isinya barang-barang peninggalan kakek dan nenek. Bisa jadi, isinya itu semua album foto masa kecil mama dan papa. Kan lumayan, foto mereka bisa bikin aku ketawa.

Tapi, rupanya salah. Aku sangat kecewa melihatnya.

Ada beberapa sesajen di sana. Dilengkapi dengan dupa, dan barang-barang lain yang masih tidak kumengerti sampai dewasa ini. Intinya, barang-barang di sini semacam persembahan. Tapi bukan persembahan yang biasa ada di Gereja. Hal yang masih mengganjal hatiku adalah, untuk apa?

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang