Party [1e]

42 12 26
                                    


Hari itu, Malam Natal. Setelah aku mengikuti ibadah, tiba-tiba saja ada mobil yang menjemputku. Kak Irina turun, dengan gaun hitam selututnya. Terlihat elegan, sekali lagi aku tak dapat memalingkan pandanganku darinya.

Wajah penuh senyum yang tak pernah hilang itu muncul. "Permisi, Tante. Nora, boleh saya ajak ke pesta?"

Aku terkejut, melihat Irina kenal dengan ibuku. Kak Irina sudah tahu apa saja tentangku?

Ibuku mengedipkan matanya tak percaya, mungkin sedikit membandingkan gaya kami berdua. Bagaimana Irina yang elegan, mengajak anaknya yang terlihat lusuh ini?

Ini bukan karangan semata. Ibu sendiri yang mengatakannya padaku, semacam pengakuan begitu.

"Tentu boleh. Semoga, anak saya tak membuat ulah ya.."

Tunggu, ibuku juga kenal? Hei, apa yang waktu itu aku lewatkan? Kok aku tidak tahu samasekali, kalau kak Irina dan ibuku saling kenal?

Apakah karena itu? Akhir-akhir ini, ibuku memang sering memberikan aku daging seperti Ferdi. Beliau banyak senyum kepadaku, tidak mengomeliku lagi. Hanya berkata, "Sukses terus ya sayang."

Aku tak paham maksudnya apa. "Nanti saja, kalau pestamu sudah selesai." Bisiknya, sambil sedikit membenahi rambutku. Oke, nanti malam rasa penasaranku terjawab.

Omong-omong tentang pesta, aku tidak tahu apapun. Sepertinya memang ada yang membicarakannya sewaktu di ReVe Room. Namun aku tak terlalu menggubris, karena masih belajar bersama kak Irina.

Aku lumayan terkejut, ketika sampai di sebuah mansion mewah. Harusnya sudah wajar, tapi anehnya aku masih saja kaget. "Ini rumah kak Irina?"

Kak Irina menggeleng. "Rumahnya Lena, nih. Ayo Nora, masuk." Bahkan aku tak sempat mengganti baju gereja.

Ah, sebenarnya terlihat sepadan dengan para tamu di sini. Aku saja yang lebay di waktu itu.

TMI sedikit, aku menulis bagian ini sambil melihat foto kita berlima. Ah, kangennya.

Kak Lena menyambut kedatangan kami berdua, dengan pelukan hangat sambil mengucapkan "Selamat Natal." Lalu kami diajak ke lantai dua, katanya acara ada di sana.

Aku masih umur 14 tahun waktu itu. Wajar kan, kalau aku terkejut karena ada beberapa botol sampanye?

"Nora jangan minum ini dulu, ya. Repot nih, kalau Irina sampai diomeli ibumu."

Sontak kak Irina menghantam lengan kak Lena pelan. Kami semua tertawa. Tak lama, Dara dan kak Windhy datang.

"Rin, kurangajar! Kok gue nggak dijemput, sih?"

Kak Irina berdecak ringan sambil menjawab. "Rumah lo dekat, lagian kita berdua bagi tugas, kan?"

Lalu kak Windhy menggaruk tengkuknya yang kentara sekali kalau tidak gatal. Kak Windhy itu, memang yang paling konyol di antara kami. Sungguh, selera humorku menurun drastis hanya karenanya.

Ah, kenapa suasananya damai sekali ya? Tidak asik juga, nih. Dan ada banyak anak sekolah yang diundang. Sepertinya, kak Lena mengundang seisi sekolah.

Agak takut, sih. Selama aku menempel ke mereka berempat, bakal aman kan? Ya, nyatanya demikian.

Lalu ada seorang laki-laki mendekati kami berlima, kemudian menggandeng tangan kak Irina. "Lena, kok ga bilang gue waktu Irina datang?"

Muka masam kak Lena langsung terlihat, tapi tidak menjawab. Lalu kak Irina mengenalkan lelaki itu. Namanya Samuel. Kata kak Irina sih, "Haha, dia pacarku."

Oh, iya! Dia itu, yang aku potret dari luar pintu ReVe Room. "Udah tahu sih, kecuali Nora." Sahut Dara sambil mengerucutkan bibir. Matanya mencari seseorang.

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang