That Kind Of [4b]

11 2 0
                                    

tw, cw // violence by minors

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tw, cw // violence by minors

-*•*-

Setiap momen yang kulewatkan bersama Irina, selalu kuceritakan pada mama. Sesi bercerita kesukaanku itu, adalah ketika makan malam bersama papa dan Joshua juga. "Jadi, Irina itu ditekan terus sama orangtuanya?"

"Iya pa! Lena nggak habis pikir banget deh. Orang yang kaya gitu, kok masih bisa dipanggil manusia? Udah gilaaa..." 

Joshua melirikku sambil menahan tawa. "Berarti, bukannya lebih mending kak Irina tinggal sama kita aja nggak, sih?"

"Maksudmu? Kita culik saja anak sulung keluarga Suryaningrat itu?" Kemudian, aku dan Joshua yang masih polos saat itu, mengangguk saja. Mama dan papa saling berpandangan, lalu tertawa. Sampai sekarang, aku tidak paham di mana letak lucunya. 

Ah, apa mungkin mereka kira bahwa kami tidak paham sesulit apa menculik anak orang?

Aku tahu betapa sulitnya itu. Sampai-sampai, perlu belasan tahun hingga akhirnya Irina bisa sepenuhnya bersamaku. 

Di suatu siang, Irina mendatangiku dengan ekspresi marah. Waktu itu, kami sudah kelas lima SD. Istilahnya, kami sudah cukup besar untuk bersikap mandiri. "Lena, sini ikut aku." Ucap Irina dengan nada dinginnya, kemudian mencengkeram lenganku erat.

"Kamu... Bilang ke keluargamu kalau bapak suka main tangan ke aku?" Mataku terbelalak, entah harus merespon apa. "Tapi kan, itu sudah lama..." 

"Ng-nggak, Irina... Aku nggak pernah bilang..."

"Bohong!" Irina mulai berteriak marah. Saat itu, di dalam bilik toilet cuma ada kami berdua. Semuanya berada di lapangan, karena memang sedang acara classmeeting. "Kalo kamu nggak pernah bocor-bocor ke mama papamu, aku nggak bakal dapet luka baru kaya gini!"

Aku terkejut, karena saat itu di tangannya ada luka bakar. Aku tahu karena Irina menyingkap lengan jasnya. Ada juga bekas lebam di lututnya, yang seharian itu tertutup perban dan kaus kaki sekolah. "Jangan-jangan... Kamu juga cerita kalo aku kena tuntutan yang tinggi dari orangtuaku?!"

"Irina... Aku bisa jelasin..."

"Diam! Kamu nggak pernah ngerasain ini semua, soalnya keluargamu baik banget sama anak sok pintar kaya kamu!" Jeritan Irina semakin menjadi, tetapi beruntungnya teredam oleh suara keran air di bak mandi. "Aku marah banget sama kamu... Lena jahat juga!" 

Irina menangis histeris dan penuh emosi. Dia sesenggukan, sambil sesekali menghentakkan kakinya. "Irina, aku minta maaf..." Aku tidak kuat juga, akhirnya kurengkuh Irina dalam pelukku yang tak seberapa. "Kamu kalau mau ngehukum aku, gapapa kok.."

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang