"Lena... Tolongin aku..."
"Kenapa, Rin?"
"Papa sama mama kecelakaan mobil di jurang. Terus, meninggal semua."
-*•*-
Di suatu pagi yang tidak cerah-cerah amat, aku menemani Irina. Dia pakai gaun hitam, begitupun aku dan keluargaku. Tatapan gadis itu tampak kosong, tiap kali melihat peti mati orangtuanya. Dia bukan menatap peti mati berisi jenazah orangtuanya, melainkan meratapi cangkulan tanah yang dirasa menyakitkan. Sangat cepat, menghujam ganas di penutup peti mati. Kalau bisa kutebak isi otaknya saat itu, apa mama dan papa terguncang mendengar hujaman tanah di penutup peti mereka?
Sesaat, bunyi yang dihasilkan dari tamparan segenggam-genggam tanah itu terasa memuakkan. Seakan ada yang mengetuk dari luar dengan penuh amarah dan tidak sabar. Tapi, karena orang di dalamnya sudah mati, siapa yang mau membukakan?
"Keluargamu nggak, sih?" Tanya Irina tiba-tiba.
"Hm? Kenapa keluargaku?"
"Yang bikin mereka meninggal. Iya nggak, sih?" Tanya Irina setengah berbisik. Ia menumpu dagu dengan satu telapak tangannya, kemudian mengalihkan pandangan kosongnya ke arahku.
Aku diam, tak bisa menjawab apa-apa. Pasalnya, malam kemarin memang benar keluargaku pergi. Tak tahu kemana, tapi aku tidak ikut karena hari besoknya ada ulangan. Jadi yang pergi malam kemarin hanya mama, papa, dan Joshua.
"Kita traktir adikmu ayam goreng kremes kesukaannya dulu, ya? Nanti mama bungkusin buat kamu. Semangat belajarnya, sayang." Seingatku, pamitnya begitu. Mama dan papa ingin merayakan nilai bagus rapornya Joshua, tradisi keluarga kecil kami sih.
Sepulangnya? Memang kulihat cukup aneh. Mama dan papa ekspresinya biasa saja, sedangkan Joshua terlihat takut. Bahkan saat itu, aku tidak sempat menanyainya. Kakak macam apa aku ini?
"Kayanya nggak deh, Rin. Aki mobilmu habis, mungkin ayahmu lupa ke bengkel." Ucapku datar, saking mati kutunya. Kemudian aku mengelus lembut bahu dan punggungnya. "Irina, kuharap kamu bisa lebih bahagia, ya?"
"Hmm... amin."
Sepulangnya dari acara pemakaman, aku langsung mengambil duduk di sebelah Joshua ketika berangkat pulang. Papa dan mama mengobrol seperti biasa, diselingi tawa juga. "Lena, makanan di pemakaman tadi enak, nggak?"
"Biasa aja sih, ma."
Mama kemudian mengangguk mendengar jawabanku. "Mau makan di luar, nggak?"
"Mau!" Seruku dan Joshua bersamaan, setelahnya kami tertawa renyah. "Di restoran ayam yang kemarin aja, ma." Sahut Joshua tiba-tiba bersemangat.
"Aduh, jangan sering-sering kesana, sayang. Nanti bosen, lho. Lena gimana, ada saran?"
"Hmm... Restoran ramen yang baru buka itu gimana? Di deket kantornya papa kalo nggak salah..." Mama, papa, dan Joshua setuju dengan ideku.
Karena merasa antusias, akhirnya tak jadi kulontarkan pertanyaan pada Joshua. Saat itu perhatianku langsung teralihkan dengan ajakan makan ramen. Joshua senidiri juga mendadak lupa dengan rasa takut dan sedihnya. Mama dan papa? Seakan tidak ada efek apapun setelah datang ke acara pemakaman orangtua Irina. Padahal sewaktu di pemakaman, bisa kulihat raut pucat dan lemasnya mama. Papa juga terlihat sangat terpukul kehilangan koleganya itu.
Entah apa yang terjadi, aku lupa, tapi baru kali ini terasa anehnya.
-*•*-
Setelah kedua orangtuanya meninggal, kukira Irina akan tinggal sendirian. Rupanya tidak. Dia pindah hak asuh ke paman dan bibinya, bersama kakak dan adik sepupunya. Sekeluarga itu tampaknya lebih sayang dengan Irina, melebihi papa dan mamanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece
Fanfic"Kalian percaya, kalau Irina itu mati bunuh diri?" Ini adalah cerita tentang Irina, teman kami, yang meninggal tiba-tiba setelah acara perpisahan sekolah. Tidak jelas alasannya, ternyata ada surat bunuh diri. Namun, kekacauan kami bukanlah karena...