Luka-Luka Siapa? [4a]

23 4 0
                                    

alennaXXXX is speaking...

Kalian semua sudah masuk di MOOZ-ku ya? Wah, senangnya...

Selamat datang untuk Windhy, Dara, dan juga Nora! Jadi, kalian semua rindu aku atau tidak? Aku sangat rindu kalian, kalau boleh jujur.

-*•*-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-*•*-

Sebelumnya, aku tidak menyangka. Kalian bertiga sungguhan masuk ke MOOZ ini, untuk bertemu padaku. Jadi, terima kasih banyak karena sudah menyempatkan waktu. Oh, tolong jangan menatapku dengan tatapan menyebalkan itu.

Kenapa? Apakah aku mengganggu waktu kalian? Ini malam minggu, harusnya kalian sudah santai kan? Kalau menurut kalian panggilan ini menyia-nyiakan waktu, silakan leave. Aku tidak akan marah, aku janji.

Tepat di tanggal ini, tiga tahun yang lalu Irina meninggal. Lalu tepat di tanggal ini, tahun ini, kita berempat kumpul kembali. Nora, kau pasti senang kan? Pasti kalian juga ikut senang nantinya, ketika mengetahui Irina sedang tersenyum di atas sana.

Dan aku cukup bangga. Kalian bertiga tidak ada yang meninggalkan room call ini. Berarti, aku bukan pengganggu kan?

Dara, jangan matikan kameramu. Mau ke toilet katamu? Silakan saja, tapi kameramu jangan dimatikan.

Aku ingin kamera kalian bertiga dinyalakan semua, sampai akhir nanti. Mengerti?

Mikrofonnya, terserah dan senyaman kalian. Aku tidak terlalu mengurusinya.

Kalau mikrofonnya dimatikan semua kecuali milikku seperti ini, malah kesannya seperti aku seorang guru, lalu kalian para muridku. Hahaha, memangnya kalian mau diajari oleh perempuan bajingan seperti aku?

Nora panik? Ah sayangku, tidak usah terkejut begitu. Aku tahu, sebenarnya kalian semua menganggapku bajingan. Aku dan Irina, sepasang sahabat yang mematikan dan juga bajingan. Aku tahu itu semua, tidak perlu kau tutup-tutupi.

Dara masih di toilet ya? Oh, oke, kita tunggu dia.

-*•*-

Ceritaku dan Irina berawal dari masa kami SD kelas tiga. Aku masih anak yang baru pindah ke Jakarta, setelah sebelumnya tinggal di Medan. Saat itu, Irina duduknya di belakang sendiri. Dia masih belum ambisius untuk mengejar nilai yang tinggi.

Aku duduk di sebelahnya, satu-satunya bangku kosong di kelas itu. Sejak pertama kali aku melihatnya, terutama tatapannya yang amat dingin, entah kenapa ada desiran aneh di dalam diriku.

Irina selalu asik dengan dirinya dan dunianya sendiri. Maka, akupun memilih untuk asik dengan teman-teman yang lain.

Suatu ketika, mamaku memasukkan dua potong roti lapis di kotak bekalku. "Buat siapa, ma? Lena nggak habis kalo makan dua."

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang