Sesak [2i]

15 7 9
                                    


TMI bentar...

Aku ngetik ini, spotifyku muter Drunk-Dazed (enhypen) sama Drink It (the boyz)

Gatau, vibenya bisa agak cocok gt. Darah-darahan:')

—sekalian ngasih trigger ya ini:"

Btw, Happy Reading!!

______________________________

Aku berada di sebuah lorong sempit, panjang, dan gelap. Rasanya, kakiku tidak beralaskan apa-apa. Meski gelap, aku masih dapat melihat sedikit bahwa di lantai itu ada bercak-bercak darahnya.

Ah, lihat begitu saja sudah sesak napas.

Panik, kulihat lurus ke depan. Di ujung lorong sana, tampak seorang gadis kecil. Rambutnya dikuncir dua. Dia mengenakan gaun berwarna merah, motif kotak-kotak. Sepertinya sih begitu, agak tidak jelas warnanya. Imut sekali sebenarnya. 

Namun, dia menyadari kepanikan dan ketakutanku. Anak itu malah tersenyum miring, mungkin mengejek. Jarak kami berdua termasuk jauh, tetapi masih bisa kulihat bahwa adik kecilnya sangat menyeramkan.

"Tinggal buka mata, semua selesai kan?"

Iya, aku mengalami lucid dream kala itu. Setelah berhasil membuka mata, padahal belum sepenuhnya tidur, langsung kuambil napas sebanyak-banyaknya. Lemah ya, aku? Sangat sangat lemah...

"Itu tadi siapa? Nggak asing banget."

Kemudian, kucoba menutup mata lagi. Sama seperti sebelumnya, kali ini juga belum sungguh-sungguh tidur. Memang, aku suka memaksakan diri untuk tidur. Sudah waktunya, dan aku tidak pernah mau datang terlambat ke sekolah. 

Tetapi kali itu, aku lagi-lagi menyadari bahwa mimpi ini sangat gelap. Cuacanya cerah, rumputnya juga sangat hijau. Namun yang kulihat di depanku, sangat gila. 

Mayat perempuan berwajah rupawan, tentu saja Irina. Mayat itu tergeletak tidak jauh dari telapak kakiku. Lagi-lagi, kakiku tidak beralaskan apa-apa. Darahnya kian mengucur pelan, matanya juga masih terbuka. 

Aku sudah bersusah payah melupakan pemandangan mayat ini, tapi malah muncul lagi. Seperti yang mungkin sudah kalian duga, kakiku melangkah mundur dengan cepat. Aku masih saja teriak kesetanan, sambil menutup telingaku. Mayat itu bahkan terus tergeser mendekat kepadaku. 

Untuk beberapa saat, leherku terasa tercekik oleh sesuatu. Tidak tahu ada apa, tapi ini sesak luar biasa. 

"Kak Dara! Kenapa lagi?!"

Akhirnya, aku terbangun. Mataku terbuka, kemudian mendapati Sandra dengan wajah paniknya. "Mimpi buruk lagi?" Aku mengangguk, masih enggan berbicara setelah rasa sakit tadi sempat menjalar ke diriku. "Gitu itu mbak Dara doa dulu ga, sih?"

Ah, iya juga. Aku kalau mengantuk langsung ketiduran, sampai lupa doa. Tidak heran kalau mimpi-mimpi buruk itu suka berkunjung padaku. Semacam betah sekali membuatku ketakutan. Omong-omong, ini bukan pertama atau terakhir kalinya bermimpi buruk. 

Kalau kalian penasaran, sampai sekarangpun masih sering. 

Singkat cerita, malam itu kami berdua doa. Ketika hatiku sudah tenang, Sandra kembali ke kamarnya. Sedangkan sebelum aku menutup mata, kulihat sekilas ada foto kecil di sebelah foto masa kecilku. Terlihat gadis kecil di mimpiku tadi, pakai gaun merah kotak-kotak juga. 

Itu foto Irina. Pantas saja familiar di mataku.

Dulu katanya, "Simpen aja. Fotoku masih banyak. Suka kan, sama fotoku yang itu?"

Kalau dipikir-pikir, gabut juga diriku. Untuk apa kusimpan foto masa kecil orang lain? 

Beruntungnya, kali itu tidak bermimpi buruk lagi. Karena secara otomatis, Irina kudoakan. 

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang