Kacau [2f]

24 8 21
                                    

Happy Reading!^^
Lagi baik banget, jadi dabel up~
_____________________

Jangan sampai kalian mengira, aku selama itu menumpang hidup di rumah orang tanpa usaha untuk memikirkan uang. Oh, tentu saja aku berpikir jauh tentang keadaan ekonomiku dan Sandra.

Kira-kira setelah lulus SMP, awal liburan, aku mencari pekerjaan paruh waktu. Dan berhasil kudapatkan, di sebuah minimarket pinggir jalan. Kalau tak salah, minimarket itu agak dekat dengan daerahnya rumah Nora.

Namun, bukan masalah yang besar. Rumah kami berlima memang tidak ada yang teramat jauh, sampai harus ke pinggir kota. Bisa dinilai, yang namanya SMA Suryaningrat itu termasuk strategis.

Rumah Nora itu, lingkungannya memang yang paling kumuh di antara kami berlima. Bukannya mau mengejek, tapi itu faktanya. Tau dari mana, Dara? Aku ini kan, anaknya mirip-mirip karyawan Badan Pusat Statistik. Sering iseng, survei lapangan. Iya, aku mudah penasaran memang. Sayangnya suka mager.

Lalu rumahku sendiri, ada di lingkungan yang sedang-sedang saja. Tidak kumuh, tidak juga mewah. Tapi nyaman, dengan jalan yang terbilang lebar. Ah, aku jadi rindu rumah sendiri.

Sedangkan rumah kak Windhy, hampir sama seperti rumahku. Ya, jaraknya juga tidak jauh. Diibaratkan, mungkin tinggal masuk belokan yang berbeda saja.

Kalau kak Lena dan kak Irina, jujur saja, memang kawasannya terbilang elite. Agak jauh untuk ukuran jalan kaki, jadi biasanya aku naik motor untuk jalan-jalan di sana. Anginnya sejuk, enak sekali.

Pada intinya ya, aku paling malas ke rumah Nora. Makanya tidak pernah berkunjung. Mohon maaf sebesar-besarnya ya, Eleanora. Kuharap bisa dimaklumi, hehe.

"Lo masuk di kelas VIP juga, Dar?"

Aku mengedikkan bahu ketika mendengarnya. Belum kubuka amplopnya. Mungkin sepulang dari mengukur seragam, kalau sudah di rumah kak Windhy. "Buka dong, Dar."

"Nggak mau, Naya... Nanti aja, gue kasih tahu."

Naya mencebikkan bibirnya kesal. "Lo kan temen deketnya Irina. Kayanya, bakal sekelas sama gue sih. Haha!"

Aku langsung berjengit menjauh. "Ogah! Lo suka malak gue, males!"

Awalnya sih, agak amit-amit ya. SMP dulu, tiga tahun sekelas dengan Naya terus. Kan jadi bosan. Padahal yayasan sekolahnya juga swasta Katolik, jelas rolling kelas setiap tahunnya. Tapi entah dibilang jodoh atau bagaimana, sekelas sama Naya terus.

Kenapa ya? Apa ada keberuntungannya?

Ah, bukan itu masalahnya. Kami berdua, memang rasanya tak terpisahkan.

Jijik deh, Dar!

"Dara, masuk kelas Bahasa-VIP kan?"

Pertanyaan Irina lewat telepon itu, membuat bolamataku berputar. Sepertinya benar deh, Irina itu pakai orang dalam. Apalagi, dia kan keponakan Kepala Sekolah. Jelas sih, kawan-kawan dekatnya dimasukkan ke kelas terbaik-termasuk aku.

Meskipun Irina tahu aku selama ini tinggalnya masih bersama Windhy, yang jelas keluarganya berniat untuk membiayai kehidupanku, tetap saja biaya sekolahku digratiskan.

Karena aku ingat, hari kedua bekerja di minimarket secara diam-diam itu kepergok Irina. Sebenarnya sudah dilarang oleh keluarga Windhy, Irina dan Lena juga pakai ikut-ikutan lagi. Tapi, aku bersikeras. Jadinya bekerja diam-diam, dan Irina tidak cukup untuk melarangku lagi.

Jadi ya begini akhirnya. Sekolahku, digratiskan.

"Iya kak, bener masuk di sana." Jawabku lirih, tidak bersemangat. Benar-benar tidak seperti anak lain pada umumnya. Ya, kelas VIP itu aturannya banyak, ribet semua. Harus jaga sikap, jaga nilai, jujur saja aku malas banget.

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang