Capek Banget [2d]

13 8 10
                                    


Aku jadi frustasi.

Dua hari setelahnya, aku benar pergi ke toko gaun yang dimaksud Irina. Tapi aku bahkan nggak ketemu dia. Rasanya, terjebak Alamat Palsu. Jujur, waktu itu aku sempat merasa kualat karena menertawai lirik lagu dangdut yang satu itu.

Lagian, bisa-bisanya aku ikut jadi korbannya?! Awas saja kualat sehabis menertawaiku. Terjebak alamat itu, benar-benar menyedihkan—sekaligus konyol kalau kuingat-ingat.

"Lu goblok apa gimana? Lagian, Irina lo turutin." Dua kalimat nyelekit itu kudengar dari mbak Windhy.

Sehabis menjadi orang bodoh yang celingak-celinguk dan tak kunjung bertemu Irina Mahardi, aku memutuskan kabur ke rumahnya kak Windhy. Tidak jauh, hanya beberapa bangunan dari toko bajunya. Tentu saja disambut dengan tawa keras kakak kelasku itu.

"Gue tahu banget ya, Dar. Lo tiba-tiba kepingin banget jadi temennya Irina, kan?" Aku tentu saja mengangguk, masih dengan ekspresi cemberut.

Dan kak Windhy itu, baik banget orangnya. Dia bahkan mengetik ulang petunjuk pemberian Irina, di komputer tabungnya.

Kenapa aku tanya kak Windhy? Seingatku, adalah karena dia teman dekatku yang paling pintar. Teman dan kenalanku memang banyak, tapi jarang yang bisa dipercaya. Meskipun Gaby adalah anak guru, kepintarannya tidak terjamin. Naya? Otaknya 11 12 denganku, dia yang 12.

Ada sih, antara Haikal atau Haris. Tapi kalau mereka tahu ini dari Irina, pasti dibercandain lagi—lalu ujungnya tidak jadi membahas kode itu.

Dan ya, sekali lagi kuingatkan kalau Windhy itu tetangga dekatku sejak masih berupa zigot. Aku sayang sekali padanya.

"Oh, ini ada huruf miringnya lho, Dar... Cuma emang nggak terlalu kelihatan."

(*sangat disarankan untuk melihat clue di bab sebelumnya ya. Kalo mager, ya gapapa sih)

"Oh ya? Kok nyebelin banget ya, Irina."

Kak Windhy hanya tersenyum singkat menanggapi gerutuku. "Udah tahu gitu, masih diturutin aja..." Kendati demikian, dia masih membantuku.

Ah iya, otakku jadi tercerahkan tentang pemecahan kode abstrak itu. Begini kalau ditulis ulang, kubantu dengan garis bawah juga :

TOKO GAUN MAMA REINA

Waktu itu sih, aku masih tidak kunjung paham apa maksudnya. "Jadi kalo dibaca biasa tuh, Gau Maria... Hah? Apaan 'Gau'?"

Aku hanya diam, sambil berusaha menebak-nebak. Kak Windhy memperhatikan kertas petunjuk itu dengan seksama, sepertinya juga memfokuskan perhatian pada detail hiasan yang menurutku useless.

Dan aku, sedikit tercerahkan. "Mbak, itu di atasnya kata 'Gaun' ada garis lengkungnya. Apa ada yang bisa diacak hurufnya?"

Kak Windhy beralih memperhatikanku. "Ah, iya juga. Itu huruf A sama U bisa dibalik kan bro... Irina makin ga jelas!"

"Gua Maria dong?! Seriusan?!" Sebagai dua remaja pemula di bidang perkodean, kami berdua senang tentunya. Berteriak dan tertawa tak karuan, seolah-olah itu prestasi yang membanggakan.

Bangga sih, jujur. Dan lagi-lagi, aku kangen.

Oh aku baru sadar. Petunjuk kak Irina itu, cukup menghibur ternyata. Iya, aku jadi tidak terlalu memikirkan orangtuaku yang rupanya penganut aliran sesat. Cukup bersyukur sih. 

Terima kasih banyak, kak Irina!

-*•*-

"Mbak, Gua Maria yang mana dong, nih?"

Puzzle PieceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang