19

35 1 0
                                    


Arta tampak sedikit kesal lantaran keingintahuannya terhadap kelanjutan kejadian tadi pagi harus tertunda sampai besok, karena sedari tadi Reina sengaja berusaha menghindarinya. Padahal, dia sudah membantu mengisi absen Reina di jam kuliah pertama dengan rasa was-was berharap dosen tidak perlu memeriksa kehadiran mahasiswanya dengan memanggil namanya satu-persatu, cukup mengisi absen saja.

Reina sengaja nongkrong dengan teman-teman yang lain untuk menghindari beberapa pertanyaan dari Arta yang belum siap dijawabnya. Sementara itu, Reina sudah berjanji akan memberitahu apa saja yang telah dilakukannya tadi pagi di fakultas teknik, apakah dirinya sudah bertemu dengan kedua pria itu atau tidak.

Sekarang, bukan hanya menghindari malah kabur meninggalkan kedua sahabatnya, yang saat ini mereka masih di kampus, dan masih kesal dengan sikapnya. 

Ponselnya Arta mendadak berbunyi, ada pesan masuk di whatsapp-nya, dan itu pesan dari Reina, 'Ta.....kamu dan Manda masih di kampus, ke sini dong, ban mobilku kempis. Aku sekarang kira-kira 25 meter dari gerbang kampus.'

"Makanya jangan main kabur, begini kan jadinya," balas Arta ke telepon genggamnya, dan Amanda bingung.

"Siapa Ta yang menghubungimu," tanya Manda.

"Oh.....ini ada pesan masuk di whatsapp-ku, dari Reina." Jawab Arta sambil menunjukkan isi pesan tersebut.

"Makanya, jangan kualat," Amanda turut memarahinya meski orangnya tidak ada. Setelah membaca isi whatsapp dari Reina, dan dia menanyakan kembali posisi Reina sekarang, padahal di pesan whatsapp sudah diberitahu. "Di mana dia?"

"Nggak jauh dari gerbang kampus."

"Pantesan, sehabis jam kuliah terakhir, di parkiran fakultas mobilnya sudah nggak ada."

"Sejak Reina keluar dari fakultas teknik tadi, dia sengaja menghindari kita, Manda."

"Jangan.....jangan.....Reina nggak berhasil ngerjain kedua cowok tadi, atau dia malah nggak berani," tebak Manda asal. "Bisa jadi itu yang membuat Reina menghindar seharian dari kita, dia malu."

"Mungkin saja, mendingan kita susul dia ke sana," ucap Arta berusaha membuang rasa kesalnya. "Sebentar lagi gelap, kasihan Reina."

"Tapi, kamu yang nyetir mobilku ya, Ta," ujar Manda sambil menyerahkan kunci mobilnya.

"Kok aku?"

"Kamu kan lagi nggak bawa mobil," jawab Manda. Lantaran melihat wajah temannya tiba-tiba berubah kecut, Manda melanjutkan perkataannya, "nanti deh, pulangnya kamu numpang di mobilku. Aku anterin kok sampai rumah."

"Beneran nih," yakin Arta." Awas kamu bohong."

"Benar Ta," jawab Manda. "Sudah ah.....cabut yuk!"

***

"Arta..... stop!" teriak Amanda hingga membuat temannya rem mendadak dan letak kacamatanya menurun. Pekikan yang lumayan keras itu membuat Arta terperangah, dan dia tampak kesal.

"Kenapa sih harus pakai teriak, kan aku ada di sampingmu."

"Ya maaf," sesal Amanda, namun Arta bingung kenapa mobil yang dia setir mendadak disuruh berhenti.

"Manda.....kenapa kita harus berhenti di sini?" tanya Arta.

Amanda mengarahkan pandangannya terhadap suatu objek yang mendadak jadi perhatiannya, dia menunjukkan pemandangan yang membuatnya sedikit terperangah di depan mereka.

"Apa aku nggak salah lihat?" tanya Manda penasaran, dan masih di dalam mobil.

"Apa yang kamu lihat?"

"Kamu sama sekali nggak lihat, Ta? Ada yang aneh!"

"Lihat sih, agak samar."

"Perbaiki dulu posisi kacamatamu, lalu perhatikan jelas-jelas pemandangan apa di hadapan kita." Ujar Manda, dan Arta menuruti perkataan temannya.

"Bukannya itu Reina yang sedang berdiri di pinggir jalan," kata Arta setelah memaksakan matanya untuk melihat jelas sosok Reina di hadapan mereka.

"Iya.....itu memang Reina," jawab jengkel Manda karena Arta belum menangkap maksud perkataannya tadi.

"Mungkin, Reina lagi menunggu kita, Manda. Kasihan dia berdiri sendirian di situ." Tiba-tiba Arta baru sadar dengan perkataan temannya, "tadi kamu bilang ada yang aneh dengan Reina, apanya yang aneh? Reina terlihat seperti biasanya kok."

"Bukan Reina-nya, Ta. Tapi cowok yang ada di dekat mobil Reina."

"Memangnya kenapa itu cowok, tampan ya." Sindir Arta, dan baru menyadari ternyata ada seorang pria di dekat mobil temannya.

"Aku lagi nggak ngomongin parasnya," Amanda makin kesal kenapa tiba-tiba otak temannya jadi lemot begini, sepertinya dia sedang menyindir.

"Tumben, biasanya kalau lihat cowok, ngomong fisiknya dulu."

"Untuk saat ini, fisik dinomor dua kan," terpaksa Amanda keluar dari jalur kebiasaannya ketika melihat pria, dia mementingkan fisiknya dulu, tapi saat ini mau tidak mau dia harus mengutamakan rasa penasarannya tentang keberadaan pria itu. "Cowok itu lagi membongkar ban mobil Reina."

"Barangkali dia montir panggilan, dan sudah tugasnya melakukan itu." Tanggap Arta, sepertinya Amanda tak perlu disindir lagi sebab dia tampak serius.

"Maaf, maksudnya bukan itu, Ta. Aku nggak sedang membahas dia cowok montir panggilan atau bukan, yang aku pikirin wajahnya seperti aku kenal, walau wajahnya baru terlihat dari samping."

"Bisa jadi kamu pernah bawa mobil ke bengkelnya buat diperbaiki, jadi wajahnya tidak asing."

"Kayaknya dia bukan montir deh," jawab Manda berusaha meyakini dirinya dan temannya.

"Kalau bukan montir, bisa jadi orang yang kebetulan lewat tanpa sengaja melihat Reina kebingungan di pinggir jalan, lalu ditolongnya," jelas Arta. "Sepertinya, cowok itu bawa mobil juga. Lihat di dekat mobil Reina, ada sedan hitam."

"Bukan Ta, kamu juga kenal kok cowok itu," Arta jadi penasaran dengan keseriusan Amanda, akhirnya dia turut larut dalam keingintahuan temannya 'siapa sebenarnya pria yang jadi montir dadakan itu'. Mereka berdua terus mengamati, sedari tadi pria itu hanya membelakangi mereka dari jauh, sekali-kali terlihat wajahnya tapi sebentar, itu juga bagian samping. Di saat, pria itu tidak membelakangi mereka lagi, dari jauh dan sedang menegur Reina, wajah pria itu terlihat jelas, sontak membuat Arta dan Amanda kaget, dan akhirnya mereka mengenalinya.



Tetap ikuti terus jalan ceritanya, dan jangan lupa di "vote"

Terima kasih sudah mampir ke Bab 19 Sepasang Topeng Venesia

Selamat membaca!

Sepasang Topeng VenesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang