5

67 5 0
                                    


Beberapa jam berlalu, besoknya di siang hari, akhirnya pesawat mendarat di bandara Internasional Soekarno-Hatta. Setelah keluar dari ruang pengambilan barang di bagasi bandara, para penumpang kembali kasak-kusuk membawa barang bawaan mereka, seakan tidak sabar kembali ke rumah dan menceritakan pengalaman mereka selama berada di Italia.

"Lihat Marcel....! Sepertinya itu cewek bertopi bucket yang mempermainkanmu di bandara Malpensa kemarin," seru Mario di luar lobi kedatangan. Anehnya, kenapa dia harus mengingatkan gadis itu pada temannya, bukannya diam, supaya tidak ada keributan lagi. Padahal, kemarin sempat melerai keributan yang diciptakan Marcel di bandara Malpensa, dan setelah Marcel menceritakan apa yang membuatnya marah terhadap 'cewek sinting dan liar' yang dijulukinya, Mario turut merasakan kemarahan itu dan dia kesal. Begitu juga dengan Martin, tapi dia tidak terlalu menunjukkannya.

Tak berapa jauh, Reina tanpa sengaja juga melihat ketiga pria itu lagi, di mana pria yang sama memandanginya dengan tajam. Reina berusaha menyembunyikan wajahnya dari tatapan tersebut―dengan melekatkan sebagian telapak tangan kirinya ke wajah. Sementara Amanda turut menyadarinya, meskipun mereka tampan terutama Marcel, dia tetap cemas ketika melihat reaksi pria itu yang tampak mengganas, dan Arta hanya tenang tidak merisaukan apa pun.

"Itu cewek harus diberi sedikit pelajaran agar jangan macam-macam lagi denganku." Ujar Marcel kurang senang, walau Martin kesal juga terhadap Reina, namun dia tetap berusaha menahan temannya agar jangan berbuat konyol lagi, sebab nantinya akan menciptakan keributan kedua kalinya dengan gadis itu di tempat yang tidak sesuai. Meski kemarin di bandara Malpensa, Martin tidak menegur temannya karena tidak ingin turut membuat keributan di negeri orang. Bandara bukanlah tempat yang tepat menyelesaikan masalah atau menciptakan masalah baru, yang ada malah akan menimbulkan perkara lain, yang datangnya dari orang yang berseliweran di sekitar bandara karena merasa terganggu.

"Lagi, bagaimana maksudmu? Seolah-olah bakal ketemu dengan itu cewek untuk kedua kalinya, kecuali kalau kau ingin ketemu," ucap Martin.

"Ogah....! Bertemu dengannya lagi."

"Baguslah....." ucap Martin namun belum lega. "Tapi, kenapa kau tetap ingin melabraknya, dan buat apa kalau nggak kepengen lagi berurusan dengan dia?"

"Mempertegas siapa diriku. Setelah itu, nggak bakalan melihat wajahnya lagi."

"Nggak ada gunanya, dia nggak mengenalimu Marcel, lagian juga kau nggak kenal dia."

"Meskipun nggak kenal dia, aku nggak mau meninggalkan kesan yang buruk sebagai cowok pecundang, lemah di hadapan cewek." Masih tetap keras kepala, tak ingin harga dirinya jatuh sebagai lelaki karena dipermainkan seorang perempuan.

***

Reina terus berjalan dan mempercepat langkahnya, dia harus segera keluar dari bandara ini. Bukan karena takut terhadap Marcel, tempat ini tidak pantas baginya untuk meladeni pria itu, penuh orang-orang yang hilir-mudik dengan barang bawaan mereka.

Sayangnya tak jauh darinya, Reina mendengar teriakan Marcel mencaci maki dirinya.

"Mau lari ke mana kamu cewek sinting dan liar!" Teriak Marcel.

Reina kesal dan marah dirinya dikatakan seperti itu. Namun, sebelum dia melabrak Marcel dan membalas ucapan pria itu, Arta dan Amanda sudah siap siaga menahannya agar jangan terlibat lagi dalam keributan yang sengaja diciptakan pria itu. Begitu juga dengan Marcel, tiba-tiba berhenti tidak jauh dari Reina karena ditahan oleh kedua temannya agar tidak bersikap seperti anak kecil lagi, merengek dan marah karena diganggu, apalagi yang mengganggunya seorang perempuan muda, yang ada nantinya muncul rasa malu.

Sepasang Topeng VenesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang