Sesaat kemudian, Marcel merasakan pancaran yang hangat setiap kali memandang Reina. Namun, semakin sering dia menatapnya, perasaannya makin berkecamuk, mengakibatkan munculnya suatu pergulatan dalam hatinya, ada apa dengan perasaan Marcel?
"Sepertinya, reuni ini nggak lengkap," kata Mario senyum tipis.
"Maksudmu, reuni apa?" tanya Marcel.
"Reuni bandara," jawab Mario.
"Yang dari kita, sudah lengkap," ujar Mario. "Dari kalian sendiri, sepertinya belum lengkap."
"Kita hanya bertiga loh," jawab manis Manda.
"Bukannya, kekasih Reina ada juga di bandara waktu kejadian itu," ucap balik Mario. Dia tahu kalau Aldo bukanlah pacar gadis itu, dia sengaja ingin menciptakan suatu kekonyolan dengan menimbulkan suasana baru yang berbeda.
Marcel mulai memanas mendengar ucapan temannya. Menurutnya, tidak layak disampaikan dalam momen ini, atau dia memiliki alasan lain yang coba disembunyikannya. Sementara Reina dengan perasaan sedikit bingung ambil bicara.
"Pacar yang mana?" tanyanya heran.
"Kemarin yang nolongin kamu, di saat kita masih dianggap usil," canda Mario ingin menarik perhatian seseorang.
"Oh itu......aku saja nggak kenal dia," balas balik Reina.
"Kok bisa ya, segampang itu dia pura-pura mengaku jadi pacarmu," ucap Mario.
"Mana kutahu," jawab Reina bingung.
"Hati-hati loh......dia itu, naksir kamu," canda Mario.
"Apa-apaan kamu, Mario. Reina bilang nggak, ya memang nggak," gertak Marcel, hatinya semakin memanas. "Lagian, Reina nggak kenal Aldo."
"Kok kamu jadi marah, aneh...," ucap Mario sembari memandang heran, begitu juga dengan yang lainnya. Marcel sendiri juga tidak tahu, tiba-tiba kenapa dia marah.
"Kalian kenal cowok blasteran itu," tanya Amanda senang.
"Nggak juga," jawab Marcel ketus, dia tidak suka membahas pria itu di sini.
"Jadi namanya Aldo, ya?" Manda tidak peduli dengan kejengkelan Marcel. Setidaknya, dia sudah tahu nama cowok yang disukainya. Namun, ketiga pria itu diam saja. Ya sudahlah, aku cuma meyakinkan saja kalau nama pria blasteran itu 'Aldo', bisiknya dalam hati.
"Sudah....sudah....,kenapa kita jadi ngomongin dia," lerai Reina. "Cowok blasteran itu, bukan pacarku, dan takkan pernah jadi pacarku. Ini tidak akan mungkin terjadi dalam hidupku," emosi Reina, membuat yang lainnya terdiam karena perubahan mendadak dari gadis itu. "Barusan, kita saling kenalan, dan berusaha berdamai dengan suasana baru. Tiba-tiba kacau gara-gara ngomongin cowok itu."
Martin berusaha meredakan masalah, dengan mengalihkan ke topik yang lebih aman atau menghibur, mungkin dengan ini suasana akan kembali tenang.
***
Marcel dan Reina bertukar pandang. Pria itu begitu gelisah ketika menatap wajah Reina, setiap mereka saling bertatapan, kenapa dia jadi salah tingkah, ada suatu rasa yang tersirat di hatinya.
"Bagaimana kalau kita karaokean," ucap Reina penuh senyum setelah kembali mendamaikan hatinya.
"Ide yang bagus itu," seru Amanda.
Mereka bernyanyi bersama-sama dalam ruang karaoke, kebetulan restoran itu memiliki sebuah ruang karaoke. Reina telah menghafal seluk-beluk ruangan itu, sebab terkadang dia sering menghabiskan waktunya dalam ruangan itu, apabila dia berkunjung ke restoran yang dikelola ibunya. Sementara itu, Marcel mulai membatasi kebebasan matanya, sebab, jika dibiarkan, segelintir perasaan aneh merasuki benaknya, atau mungkin dia sendiri menanggapinya terlalu berlebihan.
***
Binar-binar nakal terpancar dari mata Amanda seraya merayu Reina untuk melantunkan lagu I want to spend my life love you yang dibawa duet Marc Anthony dengan Tina Arena, dia terus membujuk gadis itu untuk menyanyikannya, karena Manda tahu hanya Reina yang hafal akan lirik lagu tersebut.
"Ayo dong, Rein," paksa Amanda. Reina cemberut menanggapi permintaan temannya itu, dan dia bergerak mundur sedikit, tapi Amanda tak mau tahu, dia terus memaksanya. Setelah susah payah membujuk Reina, akhirnya dengan pasrah gadis itu menurutinya.
"Tampaknya, kita butuh Marc Anthony nya? Siapa, ayo?" ujar Manda.
"Marcel...!" pekik Mario, kedua temannya itu mengetahui bahwa Marcel lumayan tahu akan lagu ini. Sepertinya Marcel perlu sebuah alasan, namun kali ini teman-temannya tidak butuh pengakuannya, benar atau tidaknya itu, mereka tidak peduli.
Ini bukan lelucon, pikir Marcel, dia menarik napas dalam-dalam dan segera menyadari bahwa dia sedang melakukannya.
"Wow.....mereka seperti penyanyi aslinya," kagum Amanda kepada mereka berdua, hati Reina tergetar sesaat ketika mendengar teriak pujian dari teman-temannya, tetapi Marcel jantungnya berdetak kencang seakan menekan tulang iganya bila berada di samping Reina, dia ingin terlepas dari perasaan itu yang telah membelenggunya sejak mereka berkenalan. Sebenarnya, awal perasaan ini muncul beberapa hari yang lalu di luar gerbang kampus, di saat dia mengganti ban mobilnya Reina yang kempis dengan ban serap, dan ini terjadi akibat dari perbuatannya.
* * *
Malam makin larut, dan pertemuan mereka berakhir dengan ditutupnya restoran. Tiba-tiba Marcel berpikiran sesuatu agar dirinya tetap berhubungan dengan Reina, dia ingin mengajak atau mentraktir gadis itu, tentunya dengan kedua temannya, sementara di kantin fakultas dulu.
"Rein, besok siang kamu ada kuliah?" tanya Marcel hati-hati.
"Nggak, besok aku kuliahnya pagi." Tanya balik Reina sambil berkemas-kemas, " memang kenapa Marcel?"
"Bukan kenapa-kenapa sih. Aku cuma mau mentraktirmu dengan kedua temanmu."
"Boleh, di mana?" senang Reina.
"Di kantin fakultas teknik saja."
"Siap, nanti aku kasih tahu Arta dan Manda." Ucap Reina, dan tidak terlalu memperhatikan Marcel karena dia sedang berkemas-kemas.
Marcel bingung mau bicara apalagi. Dia berusaha memberanikan diri dengan meniatkan dirinya, bermaksud ingin mengambil kesempatan ketika melihat Reina masih berkemas-kemas, dia menawarkan diri untuk mengantar gadis itu pulang, tapi dia merasa apakah dirinya pantas melakukannya, dan serta-merta dia merasa dirinya akan segera melebur, hal ini akan selalu mengganggunya jika belum melepaskan semua perasaannya, oleh karena itu dia cepat-cepat menyingkirkan keinginannya tersebut.
"Kamu pulang sendirian, Rein?" tanya Marcel bingung, sembari memohon dan meminta agar dapat mempertahankan kendali dirinya.
"Iya, aku sudah biasa..., kan ada mobil," kata Reina lembut.
"Kalau begitu, hati-hati di jalan ya, Rein....sampai ketemu besok di kantin fakutas teknik," ucap Marcel seraya pamitan. Mendadak senyum manis keluar dari wajah gadis itu dan pria itu membalas balik, Reina menjadi bertanya-tanya "ada apa dengan sikap Marcel, mengapa dia tiba-tiba sebegitu perhatiannya padaku," pikirnya panjang. Namun, segera dialepaskannya pikiran itu, jika lama kelamaan dibiarkan, dia akan segera larut dan akan mempengaruhinya agar tetap menyimpan pikiran tersebut.
Tetap ikuti terus jalan ceritanya, dan jangan lupa di "vote"
Terima kasih sudah mampir ke Bab 25 Sepasang Topeng Venesia
Selamat membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Topeng Venesia
Fiksi UmumSetiap orang punya cara yang berbeda untuk menemukan cintanya. Ada dengan cara yang aneh dan unik namun berkesan, begitulah yang dirasakan seorang gadis muda setelah pulang dari liburannya di Venesia. Meski dia hanya memiliki sebuah topeng karnaval...