Setelah mengungkapkan rasa bersalah atas kemarahannya yang tak beralasan pada seorang pria, Reina dan kedua temannya menyudahi percakapan yang tadinya dibumbui sedikit pertengkaran, dan kembali diam seperti semula. Manda tetap dengan cermin di tangannya, Arta dengan bukunya dan Reina kembali melamun.
Beberapa menit berlalu, tiba-tiba....
"Pak.....stop! Saya turun di sini!" teriak Reina mendadak, dan seketika taksi itu berhenti. Mereka sudah berada di depan sebuah rumah mewah, rumah yang sudah ditempati Reina sedari kecil dan keluarganya selama bertahun-tahun.
"Jangan teriak begitu dong, Rein! Aku kan tahu rumahmu," sewot Manda.
"Abis.....dari tadi, dandan melulu. Seharusnya beri petunjuk sama pak sopir karena kau duduk di depan, ini malah asyik lihatin cermin. Tuh cermin, nggak bakalan kabur."
"Situ juga, jangan melamun terus," balas balik Manda tidak terima dirinya disalahkan.
"Meski melamun, aku masih sadar Manda, buktinya sekarang taksi ini berhenti di depan rumah karena teriakkanku tadi. Kau sendiri bagaimana? Seakan di balik cermin itu, duniamu yang nyata, sampai nggak sadar sedang di mana saat ini. Dan, seperti dirimu nggak pernah melamun saja, malah lebih sering. Lucunya yang dilamunin itu melulu, jadi ratu sejagat."
"Sudah dong, jangan ribut terus. Nggak malu sama pak sopir yang kebingungan melihat sikap kalian berdua sedari tadi, seperti anak kecil," kesal Arta pada dua temannya, padahal tadinya dia turut mengisi keributan mereka bertiga.
Reina dan Manda langsung diam mendengar teguran Arta, mereka baru menyadari ternyata selain mereka bertiga ada orang lain juga dalam taksi itu, ya sopir taksi.
"Iya ya, sampai lupa he he he....." ucap Manda jadi malu, dan Reina cuek saja cukup malunya di dalam hati. Kemarahan mereka berdua yang saling menyalahkan, cuma kemarahan biasa, hanya bertahan beberapa menit dan akan kembali normal seperti semula.
Reina keluar dari dalam taksi, sedangkan kedua temannya tetap di dalam, lalu dia mengeluarkan semua barang bawaannya dari bagasi mobil. Dia sudah berada di depan rumahnya yang bermandikan langit yang cerah di siang hari.
"Sampai ketemu hari Senen di kampus ya," ucap Reina.
"Tunggu dulu," protes Manda dari dalam taksi.
"Apalagi sih Manda?"
"Ucapan 'sampai ketemuannya', nanti saja! Ada yang lebih penting yang harus kau selesaikan."
"Maksudnya?" tanya Reina pura-pura bingung.
"Jangan pura-pura amnesia lagi deh, Rein."
"Amnesia, bagaimana?" Reina tetap pura-pura bingung, "mau ngomongin cowok lagi. Sudah deh Man, aku sudah di depan rumah."
"Bukan itu....!" jawab Manda sedikit geregetan sambil menyodorkan tangannya, "ongkos taksi mana?"
"Aku juga yang bayar," canda Reina.
"Ya iyalah," jawab Manda enteng, sementara Arta hanya diam di jok belakang, "kan yang mesan kamu."
"Yang duduk di dalamnya, siapa?"
"Kita bertiga he he he....." Jawab Manda bego, malu tapi tetap kesal.
"Ya sudah, bayar." Balas Reina sedikit mempermainkan temannya.
"Iya.....mana uangnya," tagih Manda, mukanya mulai berkerut dan tetap mengulurkan tangan kanannya melalui jendela mobil.
"Itu, yang sedang sembunyi di dalam dompetmu. Beberapa lembar dari mereka ingin keluar karena nggak ada ruang lagi, terlalu banyak hingga pengap di dalamnya."
"Kok dompetku sih, Rein. Kan, sedari awal aku cuma bilang 'numpang'." Balasnya sambil melirik temannya yang duduk di jok belakang. "Tapi nggak tahu dengan Arta, apakah dia sama denganku." Arta yang mendengar perkataan Manda, tidak terima disamakan dengan dirinya, terpaksa dia ikutan nimbrung dengan keributan yang benar-benar sebuah keributan atau sekedar lelucon baru yang diciptakan temannya yang kesekian kali dihadapinya, dan tak enak juga membiarkan sopir taksi menunggu lama, dan sementara itu argo jalan terus.
"Bayar saja seadanya Rein, nanti aku tambah," ucap Arta tenang. Mendengar perkataan temannya ini, Reina jadi merasa tidak enak dengan kelakuannya mengerjai Amanda karena secara tidak langsung dia turut menjahili Arta. Reina mengeluarkan uang beberapa lembar dari dompetnya dan menyerahkannya pada Amanda.
"Segini doang," ucap Amanda.
"Itu sudah banyak Manda, tapi kalau masih kurang tambahin sendiri. Beli beberapa kosmetik mahal, sanggup. Tapi buat bayar ini-itu pura-pura nggak ada uang. Korbanin sekali-kali uang yang kau gunakan beli kosmetik."
"Kok kamu tiba-tiba seperti ibuku Rein, kalau masuk dalam kamar terus lihat semua kosmetik yang kupunya, omongannya ya sepertimu, seakan aku orang yang bersalah karena punya begitu banyak kosmetik dan perlengkapan kecantikan."
"Itu kau tahu. Kenapa sekalian nggak buka salon kecantikan atau jadi make up artis."
"Buka salon atau jadi make up artis," ujar Manda seakan tidak terima. "Ye.....nggak akan. Aku yang jadi artisnya."
"Kacau deh, penyakitnya kumat lagi," canda Reina.
"Sudah Rein, Manda. Kasihan pak sopirnya, bapak ini menghabiskan waktunya buat cari uang untuk nafkahi keluarganya. Bukan untuk mendengar kalian berdua bertengkar."
Pak sopir hanya diam saja mendengar ketiga gadis itu ribut mempermasalahkan ongkos karena dia yakin mereka hanya bercanda, mana mungkin mereka tidak sanggup membayar ongkos taksi apalagi dibagi tiga, mereka kan anak orang kaya.
"Maaf Arta, tadi aku cuma bercanda."
"Jadi, tadi kau bercanda," Manda tak terima, "sampai muka sengaja aku kerut-kerutin."
"Iya, kenapa? Emang enak dikerjain, wek..... ucap Reina sambil menjulurkan lidahnya.
"Sudah dong, Rein," Arta berulang kali berusaha menghentikan sikap kedua temannya yang kekanak-kanakan, sekali-kali memperhatikan argo taksi yang terus berjalan.
"Iya Arta, temanku yang baik," balas Reina sopan, "baiklah, kalau nggak ada apa-apa lagi, sampai ketemu hari Senen di kampus."
"Masih ada kok, Rein?"
"Apalagi sih Manda."
"Hari Senen, di kampus, kita ngomongin kedua cowok itu lagi ya, Rein."
"Males! Mendingan aku tidur di rumah saja daripada masuk kampus cuma dengar ocehanmu ngomongin cowok," balas Reina, "sudah ah, aku mau masuk ke dalam rumah, mau mandi lalu tidur. Sekali lagi, sampai jumpa hari Senen di kampus."
"Sama-sama Rein," jawab serempak kedua temannya, dan saat itu juga taksi berlalu di hadapan Reina.
Terima kasih sudah mampir ke Bab 6 Sepasang Topeng Venesia
Tetap ikuti terus jalan ceritanya, dan jangan lupa di "vote"
Selamat membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Topeng Venesia
General FictionSetiap orang punya cara yang berbeda untuk menemukan cintanya. Ada dengan cara yang aneh dan unik namun berkesan, begitulah yang dirasakan seorang gadis muda setelah pulang dari liburannya di Venesia. Meski dia hanya memiliki sebuah topeng karnaval...