26

16 1 0
                                    


Setibanya Reina di rumah, dia bertemu seseorang yang bertubuh tinggi putih memiliki muka hampir sama dengan dirinya, siapa lagi kalau bukan kakaknya sendiri yang dia tunggu hampir satu minggu.

"Dari mana saja, Rein?" tanya lembut Nathan.

"Ngontrol restoran, gantiin mama."

"Memangnya mama, kemana?"

"Ngumpul di rumah temannya, katanya ada sesuatu yang dikerjain di sana.'

"Ngerjain, apa?"

"Urusan ibu-ibu, mau tau aja."

"Ya sudah," jawab Nathan pasrah dengan tidak memperpanjang keingintahuannya tentang apa yang dilakukan ibunya di rumah temannya. "Bagaimana dengan restoran."

"Seperti biasa, hidup dan tidak sepi. Kebetulan tadi, Arta dan Amanda mampir ke sana, jadi tambah hidup," jawab Reina semangat.

"Arta, si cewek kacamata.....itu yang kamu maksud?" tanya Nathan.

"Iya, memang kenapa, Mas suka, ya?" tanya Reina balik.

"Bakalan aneh.....kalau aku bergandengan sama dia, apa kata orang 'ternyata si Nathan anak pengusaha besar punya cewek culun' kan nggak asyik."

"Jangan salah Mas, penampilannya saja yang culun," berusaha membela temannya. "Sebenarnya Arta cantik, kalau dipermak, dia benar benar bakalan cantik."

"Pakaian kali dipermak," tawa Nathan.

"Yeah.....biarin, terus kenapa Mas nanya dia," tanya Reina lagi.

"Hanya untuk mempertegas."

"Mempertegas atau.....," canda Reina.

"Udah.....ah!" seru Nathan, mau tak mau Reina mengakhiri keingintahuannya tentang bagaimana gambaran Arta sebenarnya di pikiran saudara laki-lakinya, karena kakaknya ini mulai malas menjawab pertanyaannya seputar Arta.

"Mas, oleh-oleh dari Singapura nya, mana?" tanya Reina berharap, bahwa dirinya sangat menantikannya. Dia pun sudah tak sabar ingin segera memperoleh suvenir dari negeri singa itu.

"Memangnya, kamu ingin oleh-oleh apa?" sambil tersenyum Nathan mengusap rambut adiknya. "Kaos yang bertuliskan Singapura, mau?"

"Yeah.....kalau yang begituan banyak di Tanah abang, tiga kaos cuma seratus ribu," canda Rein.

"Terus, maunya apa, ayo katakakan saja, mudah-mudahan sesuai yang Mas bawa."

"Tapi, Mas jangan marah yah, sama Rein."

"Sebenarnya Rein ingin apa sih? Jangan bikin Mas penasaran dong. Dan, kenapa juga Mas mesti marah?"

"Karena Mas nggak mungkin suka dengan permintaanku, sebab Rein menginginkan sepatu sneakers sama topi baseball," dengan nada cemas, namun mendadak mukanya Nathan melukiskan suatu tidak kesenangannya terhadap permintaan adiknya, tapi itu hanya lelucon yang dia buat-buat bermaksud membuat adiknya cemberut sejenak.

"Kamu itu kan cewek, kenapa harus pakai yang begituan," timpal Nathan pura-pura.

"Karena Rein suka," jawab singkat tanpa alasan.

"Kalau Mas sih nggak masalah, hanya saja Mama yang nantinya protes."

"Nggak usah dipikirin, selama ini aman-aman saja pakai topi asal menyesuaikan tempatnya. Seperti di restoran, Rein nggak akan memakainya malah menuruti selera atau model berpakaian yang Mama inginkan."

"Tapi, Mas bawanya kaos yang bertuliskan 'I Love Singapura'," seraya menyodorkan kaos itu.

"Yah.....kirain tadi bercanda, ternyata benaran," ujar Reina sedikit cemberut. "Masa Rein harus menggunakan kaos yang modelannya hampir sama dijual di Tanah abang, apa kata Manda nantinya si pengamat penampilan, aku bakalan diledeknya abis-abisan."

"Tapi ini beda, bahannya ini lebih bagus dan original."

"Ya sudahlah," pasrah Rein.

Lantaran mendengar keluhan adiknya, sejenak Nathan masuk ke dalam kamarnya, dan sekejap itu dia keluar membawa sesuatu yang dibungkus dalam ukuran sedikit besar.

"Apa itu Mas?" tanya Rein heran.

"Ini buat kamu."

"Serius, ini buat aku," yakin Rein,

"Iya.....ayo dibuka," ujar Nathan, adiknya dengan senang membuka bungkusan itu, namun mendadak dia begitu terperanjat.

"Kenapa nggak dari tadi Mas? Mas.....jahat," ucap manja Reina sembari mencubit perut kakaknya.

"Auw.....auw.....auw.....ampun Rein," mohon Nathan sambil tertawa.

"Sudah berani ngerjain adik sendiri ya.....atau balas dendam lantaran Rein masangin Mas dengan Arta," candanya.

"Bukan, siapa juga yang mau."

"Terus, apa dong?"

"Mas hanya ingin memberi sebuah kejutan." seru Nathan.

"Terus, dari mana Mas tahu kalau Rein menginginkan topi dan sepatu, meski topinya, topi bucket yang biasa aku pakai."

"Dimana-mana seorang kakak pada umumnya tahu keinginan adiknya, contohnya Mas-mu yang ganteng ini," bangga Nathan.

"Mas bisa aja."

* * *

"Rein, sebentar lagi hotel berusia ke lima puluh tahun, kamu tahu kan harus bagaimana," ucap Nathan.

"Tahu Mas, aku nggak boleh berpakaian seperti ini, harus tampil cantik dan feminin, sebagaimana biasanya Rein berpakaian ke restoran." Jawab Rein dengan tenang, dan tidak perlu diperdebatkan karena sudah terbiasa memosisikan penampilan yang seharusnya dikenakan di tempat tertentu.

"Bukan, berarti Mas melarangmu berpakaian sesederhana ini.....karena ini ulang tahun hotel, setidaknya kamu harus tampil elegan. Hotel ini kamu tahu kan, salah satu hotel papan atas di Jakarta, makanya kamu harus tampil cantik dan feminin sebab nanti kita jadi pusat perhatian dari para tamu undangan, dan bakal memberi penilaian masing-masing tentang kita, dan juga akan menjadi sebuah momen yang terasa istimewa bagi kedua orang tua kita, terutama Mama melihat putrinya tampil cantik di khalayak ramai." jelas Nathan terperinci.

"Siap Mas," singkat Rein, matanya mulai terkatup-katup sebab hampir setengah hari dia habiskan waktunya di restoran, dia mulai mengeluh dan kurang bersemangat.

"Mas, sudah ya....sudah malam nih....Rein mau istirahat dulu."

"Ya sudah, sampai besok pagi," ucap Manis Nathan seraya tersenyum lebar.

Reina meninggalkan kakaknya di ruang tamu, dan sesaat kemudian dia mencoba merebahkan diri dalam kamarnya. Ketika dia memandangi laptopnya sejenak, serta-merta lelaki seberang muncul dalam pikirannya, lantaran lelah perlahan-lahan matanya terpejam, dan sosok itu dibawanya dalam mimpinya.



Terima kasih sudah mampir ke Bab 26 Sepasang Topeng Venesia

Tetap ikuti terus jalan ceritanya, dan jangan lupa di "vote"

Selamat membaca!

Sepasang Topeng VenesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang