30

18 1 0
                                    


"Pagi Arta!" ucap Reina lemas ketika memasuki kantin fakultas ekonomi. Arta sedang membaca buku di sana, dan hanya memesan teh hangat sambil menunggu kedua temannya.

"Kamu masih sakit, ya?" tanya Arta sebab kemarin Reina katanya 'kepalanya pusing, rasa-rasanya mau sakit'.

"Nggak, aku cuma kecapekan saja."

"Masih pagi begini, kamu sudah capek. Apa yang kamu kerjakan di rumah tadi, Rein," ujar Arta cemas. "Muka kamu pucat."

"Kemarin, sepulang dari restoran aku kecapekan sampai sekarang masih terasa, biasanya jika aku capek, ya seperti ini," hindar Reina.

"Kemarin, kamu masih sempat ke restoran, padahal sedang sakit kepala."

"Sorenya sudah mendingan, daripada di rumah bengong sendirian, jadi aku ke restoran saja."

"Ya sudah, setidaknya hari ini kamu istirahat atau pulang saja dulu," saran Arta.

"Sudah deh, jangan terlalu berlebihan. Aku sehat-sehat saja, Ta," mendadak Reina kesal mencoba menghindar demi mempertahankan sesuatu, tetapi rasa belas kasihan dari temannya menimbulkan keresahan baginya.

"Kenapa marah, kondisimu seperti ini.....kamu bilang sehat, wajahmu jelas-jelas pucat," ujar Arta penuh perhatian. "Kamu harus ke dokter."

"Iya....! Nanti pulang kuliah, aku langsung ke dokter," timpalnya masih kesal.

"Jangan nanti, sekarang kondisimu sudah begitu pucat," khawatir Arta.

"Iya.....iya, aku ke dokter," ucapnya terpaksa.

Dengan jengkel, Reina mau tak mau harus meniatkan dirinya untuk bertemu dokter pribadinya, dengan terpaksa dia melangkahkan kakinya meninggalkan temannya dan kantin fakultas. Sementara perkuliahan mereka hari ini dimulai jam siang nanti, masih ada waktunya untuk berobat.

"Rein....." tegur Arta.

"Iya, ada apa lagi Arta?" tanya Reina masih tampak kesal.

"Aku ikut!"

"Aku bisa sendirian, kok Ta."

"Aku kurang yakin. Lagian dengan kondisimu seperti ini, mana kuat nyetir mobil sendirian. Biar aku saja yang bawa mobilmu," peduli Arta. Tiba-tiba Amanda muncul, dengan bingung dia memperhatikan kedua temannya.

"Loh....loh....loh....apa ini?" tanya Amanda bingung. "Aku baru masuk kantin, kalian main cabut aja."

"Kamu jangan banyak tanya, temanin kita!" gesit Arta.

"Aku bisa sendiri Arta," mohon Reina.

"Nggak bisa...." tekan Arta dan Reina pasrah, dia malas berdebat karena kondisinya lemas yang tidak memungkinkan untuk membalas perkataan temannya.

"Oke.....! Tapi, jangan banyak tanya ya. Dan, selagi aku diperiksa, kalian harus di luar," dengan lesu Reina memaparkan permintaannya.

"Baiklah!" sahut Amanda yang masih bingung 'ada apa ini', namun Arta setengah hati menerima permintaan temannya itu, bagaimanapun juga dia harus menerimanya, kalau tidak Reina bakalan menolak untuk berobat.

* * *

Sesampainya di rumah sakit, Reina dibantu kedua temannya menuju ruang praktik Dokter Benyamin.

"Aku masuk dulu, kalian tunggu di sini."

Selagi Reina diperiksa, Arta melangkahkan kakinya mondar-mandir di depan pintu ruang praktik itu, dia semakin terus merasakan sesuatu yang ganjil di pikirannya. Sedangkan, Amanda barusan merasa lega karena kebingungannya tadi di kantin fakultas sudah terjawab.

Sepasang Topeng VenesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang