Skandal

202 42 14
                                    

Pertahanan Shindong runtuh. Pertemuannya dengan Ivan kali ini benar-benar menghancurkan pertahanannya. Membuat ia merasa menjadi orang yang sangat buruk.

Shindong menenggak habis isi gelas wiski keempatnya. Ia masih meminta bartender untuk mengisi lagi meski ia sudah nampak mabuk.

Di atas meja ada map yang di tinggalkan oleh Ivan. Ia pasti sudah gila membawa map itu. Tapi bagaimana lagi? Bagaimana jika anak Ivan benar-benar dalam keadaan sekarat? Sebrengsek apapun Ivan, anak itu tak bersalah.

Lalu bagaimana dengan Ian? Dengan Sena? Jika ia membantu Ivan bukankah ia mengkhianati Ian? Mengkhianati Sena?
Ia harusnya memukuli Ivan karna sudah mengkhianati Ian dan Sena. Tapi tak ada yang ia lakukan dan sungguh itu menghancurkan Shindong. Saat ia tak bisa melakukan apapun.

Shindong mengusap wajahnya dengam kasar. Ia menarik map itu dan akan membuangnya namun tertahan.

Shindong sungguh merasa sangat bersalah. Ini bukan salahnya tapi mengapa ia benar-benar merasa bersalah. Merasa bersalah hingga ia merasa sulit untuk sekedar bernapas. Perasaan bersalah yang nyaris sama saat ia tau kekasihnya menggurkan kandungannya. Ia merasa tak berguna yah sama seperti saat ini. Ia merasa tak berguna. Ia merasa tak becus menjaga Sena juga Ian.

🧡🧡🧡

Entah bagaimana Shindong pulang, namun saat ini Shindong sudah berada di dalam kamarnya. Ia terduduk di lantai sedang menatap Ian yang terlelap. Tanganya terlipat di atas kasur dan dagunya ia tempelkan di atas tangan.

Shindong yang mabuk tersenyum menatap wajah tidur Ian.

"Tidur yang nyenyak... Oppa akan menjaga mu.. hmm" ucap Shindong dengan suara berbisik.

"Jalhaeso... jalhaeso..." Ucap Shindong lagi. Ia tersenyum namun air matanya terjatuh

Ia menganggukan kepalanya sendiri. "Gwenchana...gwenchana.. " ucap Shindong lagi kali ini ia menepuk-nepuk tangan Ian.

Membuat Ian terbangun dari tidurnya. Ia sedikit terkejut menyadari Shindong yang terduduk di lantai.

"Oppa..."

"Ssttt..." Ucap Shindong dan meletakan jari telunjuknya di atas hidung dan bibirnya.

"Oppa ngapain di situ?" Tanya Ian. Ia akan menyalakan lampu. Namun Shindong menangkap tangan Ian.

"Jangan di nyalahin. Nanti anak kita bangun. Sena sensitif dengan cahaya seperti ku"

Shindong menganggukan kepalanya. "Benar.. dia anakku. Sena anak ku.. anak kita.. dia mirip dengan ku dan dengan mu kan?"

Ian bergegas untuk turun dari kasur dan ikut duduk di lantai.

"Oppa.. kamu mabuk ya.."

Kepala Shindong terangguk lagi. "Euhm.. aku mabuk. Mian.. "

"Oppa..ayo pindah.." ajak Ian dan akan mencoba untuk membantu Shindong berdiri namun Shindong menahan Ian.

"Kamu marah dengan ku?"

"Engga oppa... Ayo pindah aku buatkan air madu"

Shindong menggeleng. "Kamu harus marah dengan ku. Kamu harus marah dengan ku"

Ian tak mengatakan apapun. Percuma juga bicara dengan orang mabuk.

"Kamu harus marah dengan ku.. "

"..."

"Kamu harus marah.. karna aku tidak bisa menjaga mu dan Sena dengan baik" ucap Shindong yang terdengar pilu.

"Aish.. aku benar-benar tidak berguna.." lanjut Shindong

"Oppa menjaga kami dengan baik.."

Shindong menggeleng. "Aku tidak baik. Aku tidak berguna"

The Broken VowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang