Pukulan

13.3K 1.9K 632
                                    

Bughhh

Baru saja Jackson menginjakkan kaki di rumah sudah mendapatkan pukulan mematikan dari kakak pertamanya. Ia menyentuh luka akibat pukulan tersebut, terasa perih memang. Mengeluarkan sedikit darah dan berwarna ungu-ungu kebiruan.

"Kenapa lo confess kayak gitu?" Tanya William dengan penuh penekanan.
"Bahaya! Bisa gampang ketauan. Belum lagi tahun depan kita gak bisa cari mangsa lagi!"

Jackson terdiam, itu memang benar. Ia melakukan confess agar Anna menaruh kepercayaan tinggi kepadanya. Ia tau Anna masih ragu terhadapnya juga sekeluarga.

"Bang, ini namanya prinsip ekonomi. Mengorbankan hal tertentu untuk mendapat hasil yang maksimal. Ahhh bukan, tapi hasil yang sebesar-besarnya." Ucap Jackson.

Wiliam mengangkat alis "Kalo bisa mengorbankan hal sekecil-kecilnya untuk hasil yang sebesar-besarnya. Kenapa harus berkorban dengan resiko besar?"

"Bang, Anna masih belum percaya, beda sama yang sebelum-sebelumnya. Meski dia cenderung biasa aja. Itu bukan berarti Anna udah percaya sama kita." Jackson mengehela nafas berat. Jackson menunjukkan rekaman CCTV kamar Anna. Di mana Anna mengetuk lantai berulang kali. Di sana juga terlihat Anna curiga dan takut. Berlari ke kamar Jackson. Jackson kemudian menunjukkan rekaman CCTV kamarnya. Anna juga terlihat melakukan hal yang sama, setelah itu berlari kencang keluar kamar.

"Dia curiga kalo di bawah kasurnya ada yang janggal?" Tanya William.

Jackson pun mengangguk. William mengusap wajahnya kasar.

"Bang, lo gak tau kan kalo besok Anna pergi ke Korea?"

William terkejut dan Jackson menyerahkan foto tiket yang ditemukannya di kamar Anna pagi tadi. Ia sempat memotretnya.

"Dia gak ngasih tau kita?"

Jackson mengangguk "Sebegitu nggak percayanya Anna sama kita."

William mengepalkan tangan "Ck emang bener harusnya langsung jual aja."

Hitler datang dengan wajah tak terima. "Ya janganlah!"

Allucard ikut bergabung "Bang, ternyata yang kemaren kabur. Katanya sekolah di Smakadirja."

Mereka terkejut bukan main, ini sangat berbahaya, pikirnya.

Jantung Jackson berdetak kencang. Ia mendapat tatapan mematikan dari kakak pertamanya, lagi.

"Harusnya lo gak confess!" William kembali menonjok wajah Jackson. Ingin menonjok lagi tapi keburu dicegah oleh adik-adiknya.

Berusaha menetralkan emosi, ia bertanya "Namanya siapa?"

"Bang, namanya kan sama aja," jawab Allucard.

William mengangguk mengerti. Ia pergi ke mobil dan meninggalkan rumah.

Mengendarai mobil dengan kecepatan diatas rata-rata. Berharap semoga si 'dia' tidak tahu menahu tentang confess yang dilakukan Jackson. Dan yang paling ia semogakan, berharap si 'dia' tidak membuat ulah.

Sejujurnya ia lupa nama si 'dia'. Lupa nama panggilan lebih tepatnya.

Ia menyalakan puntung rokok, menyesapnya, setelahnya keluar asap putih berkebul. Menyetir dengan satu tangan.

Citttt

Tanpa sengaja ia menabrak pejalan kaki yang mendadak lewat menyebrang jalan tanpa tengok kanan kiri. Tidak bisa disebut menabrak juga sebenarnya. Masih bisa dikategorikan dalam menyerempet.

Pejalan kaki tersebut tersungkur di aspal. Beruntungnya tak ada darah mengalir berceceran, atau ada pecahan tulang serta daging dan otak berserakan.

FIGURAN (SOK) SIBUK ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang